Selamat Jalan, Emilia Contessa Singa Panggung Asia Multitalenta Indonesia
28 January 2025 |
08:29 WIB
Kabar duka kembali menyelimuti dunia hiburan dan politik Indonesia. Emilia Contessa, sosok multitalenta yang dikenal sebagai penyanyi, model, aktris, dan politisi, berpulang pada Senin (27/1/2025). Wanita kelahiran Banyuwangi pada 1957 ini telah meninggalkan jejak tak tergantikan dalam sejarah industri hiburan Tanah Air.
Bagi generasi milenial hingga generasi yang lebih tua, nama Emilia Contessa adalah sebuah legenda. Ibu dari penyanyi dan aktris Denada ini telah mengukir karier panjang di dunia hiburan sejak usia muda. Dengan nama asli Nur Indah Citra Sukma Hati, ia membuktikan kemampuannya di berbagai bidang, mulai dari bernyanyi, berakting, hingga menjadi model.
Baca juga: Profil & Rekam Jejak Karya Dina Mariana, Penyanyi Cilik Plus Aktris Populer Era 1970-an
Bernyanyi bukan sekadar profesi bagi Emilia, melainkan sebuah kebahagiaan sejati. Dari semua peran yang pernah dijalaninya, bernyanyi menjadi hal yang paling mendefinisikan dirinya. Namun, kecintaannya pada masyarakat juga mendorongnya terjun ke dunia politik, memperluas pengaruh dan dedikasinya di luar panggung hiburan.
Di dunia musik, ia menyumbangkan lagu-lagu abadi yang terus dikenang hingga kini, seperti Layu Sebelum Berkembang, Angin Malam, Mungkinkah, Biarlah Sendiri, Mimpi Sedih, dan Bunga Anggrek. Lagu-lagu ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menyentuh hati banyak orang, menjadikannya salah satu ikon di panggung musik Indonesia dan Asia. Dia bahkan pernah mendapatkan julukan Sang Singa Panggung Asia.
Dia juga beberapa kali berkolaborasi dengan sineas ternama, termasuk Mochtar Lubis sebagai penulis skenario dan B. Supardi sebagai sutradara. Emilia dikenal lewat deretan karya yang ikonis di dunia film, seperti Brandal-brandal Metropolitan (1971), Pelangi di Langit Singosari (1972), dan Akhir Sebuah Impian (1973).
Dikutip dari berbagai sumber, karier sang diva bermula dari grup band kecil di Banyuwangi, Surabaya. Setelah itu, dia mulai dikenal oleh masyarakat dan mendapatkan respons yang baik atas kemampuannya kala mengikuti Pekan Olahraga Nasional VII pada 1969.
Ajang olahraga tingkat nasional itu mengadakan lomba dan atraksi yang dapat menarik banyak masyarakat. Salah satu di antaranya adalah kompetisi bernyanyi membawakan lagu khusus.
Pada saat itu, Emilia yang mewakili Jawa Timur berhasil mengalahkan peserta lainnya dari daerah lain dan berhasil menjadi juara. Kemenangan tersebut membuat wanita yang baru berusia 12 tahun itu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dari panggung nasional, wanita asal Jawa Timur itu merambah kompetisi dengan level internasional.
Kemampuan sang artis dalam bernyanyi membuat pencari bakat dari Singapura terpincut, sehingga tawaran pun menghampirinya pada 1970. Dia pun menjalani rekaman di negeri jiran itu selama satu tahun.
Satu tahun berselang, Emilia mengikuti kompetisi musik pop bertaraf internasional yang diadakan di Tokyo, Jepang. Dia tercatat menjadi peserta paling muda di antara penyanyi lain yang ikut dalam lomba itu. Meskipun masih berusia muda, Emilia sudah memiliki kemampuan bernyanyi dalam berbagai bahasa.
Kemenangan di PON, ikut kompetisi pop level dunia, dan suara yang merdu membuat namanya kian melambung tinggi. Kembali dari Singapura, pelantun lagu berjudul Melati itu pun mulai tampil di depan layar televisi lewat suatu acara di TVRI.
Tidak hanya di depan layar televisi, dalam bernyanyi menghibur penggemarnya, dia juga memiliki penampilan yang mumpuni di atas panggung. Aksinya dalam menghibur para penonton saat sedang bernyanyi dengan suara sopran yang kuat menjadi salah satu alasan julukan Singa Panggung Asia disematkan oleh majalah Asia Week pada 1975.
Selain lagu pop, Emilia Contessa juga kerap menyanyikan lagu-lagu daerah. Dalam suatu wawancara yang diunggah oleh akun Fadli Zon Official di YouTube, salah satu karya yang pernah dibawakan, yakni berjudul Inang (1982/1984) berhasil terjual 2 juta kaset kala itu.
Dia juga pernah menyanyikan lagu dari daerah lain, seperti Jawa. Tidak hanya itu, kemampuannya dalam tarik suara juga mampu membawakan karya dalam bahasa arab, seperti Samudra Salawat.
Perjalanan karier bernyanyi Emilia sangat panjang. Pada suatu waktu, dia pernah berhenti cukup panjang selama beberapa tahun karena tidak mendapatkan restu dari sang suami untuk bernyanyi.
Pada sekitar 1983 atau mendekati 1990, dia kembali diminta untuk membawakan suatu lagu dan ikut festival. Dia yang lupa pembuatnya mengungkapkan bahwa lagu itu menjadi luar biasa ketika mendapatkan gubahan dari musisi Idris Sardi.
Saat tampil di festival tersebut, dia pun berhasil menjadi pemenang dengan nilai yang terpaut jauh dari juara dua. Dia pun terus mendapatkan tawaran untuk tampil di negara-negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia.
Pada akhirnya, dia kembali lagi aktif di dunia tarik suara setelah sempat berhenti beberapa tahun. Emilia tampil lagi dalam industri tarik suara setelah menjadi orang tua single.
Karier sang penyanyi yang mentereng juga membuatnya “mencicipi” keseruan industri seni peran Indonesia. Dia tercatat telah memerankan berbagai macam judul film sebagai pemeran utama.
Dia telah memainkan 15 judul film dalam berkarier. Ada beberapa di antaranya yang berhasil mencatatkan kesuksesan. Namun, terdapat juga karya yang mendapatkan tanggapan biasa saja setelah tayang dan ditonton oleh masyarakat.
Meskipun banyak memerankan judul film, dia merasa lebih nyaman saat berada di dunia tarik suara. Baginya, bernyanyi adalah suatu kesenangan – bahkan, salah satu saudaranya pernah berkelakar bahwa dia seperti orang India karena kerap bernyanyi dalam berbagai situasi.
“Buat saya menyanyi itu kesenangan. Jadi, sampai suatu ketika dahulu waktu umur 30-40an, kalau ada pesta saya enggak disuruh menyanyi, saya suka [Bertanya], kok gua enggak disuruh nyanyi?” ujarnya.
“Saya nyanyi tuh menikmati banget,” tambahnya.
Setelah malang melintang di industry hiburan tanah air. Emilia tercatat masuk dalam politik pada era 2000an. Dia pernah bertarung untuk menjadi Bupati Banyuwangi – tempat kelahirannya. Namun, dia mengalami kekalahan.
Dia pernah menjadi anggota DPD RI pada periode 2014-2019 dari Jawa Timur. Langkahnya masuk dalam dunia politik lantaran ingin mengabdi kepada masyarakat. Dia memiliki keinginan untuk mengangkat produk-produk UMKM yang ada di Jawa Timur, terlebih batik.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bagi generasi milenial hingga generasi yang lebih tua, nama Emilia Contessa adalah sebuah legenda. Ibu dari penyanyi dan aktris Denada ini telah mengukir karier panjang di dunia hiburan sejak usia muda. Dengan nama asli Nur Indah Citra Sukma Hati, ia membuktikan kemampuannya di berbagai bidang, mulai dari bernyanyi, berakting, hingga menjadi model.
Baca juga: Profil & Rekam Jejak Karya Dina Mariana, Penyanyi Cilik Plus Aktris Populer Era 1970-an
Bernyanyi bukan sekadar profesi bagi Emilia, melainkan sebuah kebahagiaan sejati. Dari semua peran yang pernah dijalaninya, bernyanyi menjadi hal yang paling mendefinisikan dirinya. Namun, kecintaannya pada masyarakat juga mendorongnya terjun ke dunia politik, memperluas pengaruh dan dedikasinya di luar panggung hiburan.
Di dunia musik, ia menyumbangkan lagu-lagu abadi yang terus dikenang hingga kini, seperti Layu Sebelum Berkembang, Angin Malam, Mungkinkah, Biarlah Sendiri, Mimpi Sedih, dan Bunga Anggrek. Lagu-lagu ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menyentuh hati banyak orang, menjadikannya salah satu ikon di panggung musik Indonesia dan Asia. Dia bahkan pernah mendapatkan julukan Sang Singa Panggung Asia.
Dia juga beberapa kali berkolaborasi dengan sineas ternama, termasuk Mochtar Lubis sebagai penulis skenario dan B. Supardi sebagai sutradara. Emilia dikenal lewat deretan karya yang ikonis di dunia film, seperti Brandal-brandal Metropolitan (1971), Pelangi di Langit Singosari (1972), dan Akhir Sebuah Impian (1973).
Dikutip dari berbagai sumber, karier sang diva bermula dari grup band kecil di Banyuwangi, Surabaya. Setelah itu, dia mulai dikenal oleh masyarakat dan mendapatkan respons yang baik atas kemampuannya kala mengikuti Pekan Olahraga Nasional VII pada 1969.
Ajang olahraga tingkat nasional itu mengadakan lomba dan atraksi yang dapat menarik banyak masyarakat. Salah satu di antaranya adalah kompetisi bernyanyi membawakan lagu khusus.
Pada saat itu, Emilia yang mewakili Jawa Timur berhasil mengalahkan peserta lainnya dari daerah lain dan berhasil menjadi juara. Kemenangan tersebut membuat wanita yang baru berusia 12 tahun itu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dari panggung nasional, wanita asal Jawa Timur itu merambah kompetisi dengan level internasional.
Kemampuan sang artis dalam bernyanyi membuat pencari bakat dari Singapura terpincut, sehingga tawaran pun menghampirinya pada 1970. Dia pun menjalani rekaman di negeri jiran itu selama satu tahun.
Satu tahun berselang, Emilia mengikuti kompetisi musik pop bertaraf internasional yang diadakan di Tokyo, Jepang. Dia tercatat menjadi peserta paling muda di antara penyanyi lain yang ikut dalam lomba itu. Meskipun masih berusia muda, Emilia sudah memiliki kemampuan bernyanyi dalam berbagai bahasa.
Kemenangan di PON, ikut kompetisi pop level dunia, dan suara yang merdu membuat namanya kian melambung tinggi. Kembali dari Singapura, pelantun lagu berjudul Melati itu pun mulai tampil di depan layar televisi lewat suatu acara di TVRI.
Tidak hanya di depan layar televisi, dalam bernyanyi menghibur penggemarnya, dia juga memiliki penampilan yang mumpuni di atas panggung. Aksinya dalam menghibur para penonton saat sedang bernyanyi dengan suara sopran yang kuat menjadi salah satu alasan julukan Singa Panggung Asia disematkan oleh majalah Asia Week pada 1975.
Selain lagu pop, Emilia Contessa juga kerap menyanyikan lagu-lagu daerah. Dalam suatu wawancara yang diunggah oleh akun Fadli Zon Official di YouTube, salah satu karya yang pernah dibawakan, yakni berjudul Inang (1982/1984) berhasil terjual 2 juta kaset kala itu.
Dia juga pernah menyanyikan lagu dari daerah lain, seperti Jawa. Tidak hanya itu, kemampuannya dalam tarik suara juga mampu membawakan karya dalam bahasa arab, seperti Samudra Salawat.
Perjalanan karier bernyanyi Emilia sangat panjang. Pada suatu waktu, dia pernah berhenti cukup panjang selama beberapa tahun karena tidak mendapatkan restu dari sang suami untuk bernyanyi.
Pada sekitar 1983 atau mendekati 1990, dia kembali diminta untuk membawakan suatu lagu dan ikut festival. Dia yang lupa pembuatnya mengungkapkan bahwa lagu itu menjadi luar biasa ketika mendapatkan gubahan dari musisi Idris Sardi.
Saat tampil di festival tersebut, dia pun berhasil menjadi pemenang dengan nilai yang terpaut jauh dari juara dua. Dia pun terus mendapatkan tawaran untuk tampil di negara-negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia.
Pada akhirnya, dia kembali lagi aktif di dunia tarik suara setelah sempat berhenti beberapa tahun. Emilia tampil lagi dalam industri tarik suara setelah menjadi orang tua single.
Karier sang penyanyi yang mentereng juga membuatnya “mencicipi” keseruan industri seni peran Indonesia. Dia tercatat telah memerankan berbagai macam judul film sebagai pemeran utama.
Dia telah memainkan 15 judul film dalam berkarier. Ada beberapa di antaranya yang berhasil mencatatkan kesuksesan. Namun, terdapat juga karya yang mendapatkan tanggapan biasa saja setelah tayang dan ditonton oleh masyarakat.
Meskipun banyak memerankan judul film, dia merasa lebih nyaman saat berada di dunia tarik suara. Baginya, bernyanyi adalah suatu kesenangan – bahkan, salah satu saudaranya pernah berkelakar bahwa dia seperti orang India karena kerap bernyanyi dalam berbagai situasi.
“Buat saya menyanyi itu kesenangan. Jadi, sampai suatu ketika dahulu waktu umur 30-40an, kalau ada pesta saya enggak disuruh menyanyi, saya suka [Bertanya], kok gua enggak disuruh nyanyi?” ujarnya.
“Saya nyanyi tuh menikmati banget,” tambahnya.
Setelah malang melintang di industry hiburan tanah air. Emilia tercatat masuk dalam politik pada era 2000an. Dia pernah bertarung untuk menjadi Bupati Banyuwangi – tempat kelahirannya. Namun, dia mengalami kekalahan.
Dia pernah menjadi anggota DPD RI pada periode 2014-2019 dari Jawa Timur. Langkahnya masuk dalam dunia politik lantaran ingin mengabdi kepada masyarakat. Dia memiliki keinginan untuk mengangkat produk-produk UMKM yang ada di Jawa Timur, terlebih batik.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.