Apa Itu SAMAN? Upaya Komdigi Melindungi Anak-anak di Ruang Digital
27 January 2025 |
18:25 WIB
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid tampak serius untuk menciptakan ruang digital yang ramah anak. Salah satunya dengan penerapan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN), untuk memperkuat tata kelola komunikasi publik yang santun dan beretika.
SAMAN merupakan aplikasi yang didesain untuk mengawasi dan menegakkan kepatuhan terhadap penyelenggara sistem elektronik lingkup privat atau User Generated Content (PSE UGC). Berlaku mulai Februari 2025, SAMAN akan menekan penyebaran konten ilegal di platform digital.
“Perlindungan terhadap masyarakat, terutama anak-anak dari pornografi, judi dan pinjaman online ilegal menjadi prioritas utama kami dalam mewujudkan ruang digital yang aman dan sehat," ujar Meutya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Rekam Jejak Raline Shah, dari Model hingga Jadi Stafsus Komdigi
Melalui SAMAN, kementerian berupaya memastikan bahwa PSE bertindak sesuai peraturan sekaligus memberikan ruang digital yang aman bagi masyarakat. Proses penegakkan kepatuhan melalui SAMAN meliputi beberapa tahap.
Pertama, Surat Perintah Takedown. PSE UGC wajib menurunkan URL yang dilaporkan dalam perintah ini. Tahap kedua adalah Surat Teguran 1 (ST1). Pada tahap ini menjadi kewajiban PSE untuk menurunkan konten agar tidak melanjut ke ST2.
Tahap ketiga adalah Surat Teguran 2 (ST2), PSE UGC wajib mengajukan Surat Komitmen Pembayaran Denda Administratif. Tahap keempat atau terakhir yaitu Surat Teguran 3 (ST3). Jika tetap tidak dipatuhi, sanksi dapat berupa pemutusan akses atau pemblokiran.
Adapun kategori pelanggaran yang diawasi melalui SAMAN meliputi pornografi anak, pornografi, terorisme. Kemudian perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjol ilegal, serta makanan, obat, dan kosmetik ilegal.
Berdasarkan Kepmen Kominfo No. 522 Tahun 2024, PSE UGC yang tidak mematuhi perintah takedown akan dikenakan sanksi administratif berupa denda. Notifikasi terhadap PSE dilakukan dalam waktu 1x24 jam untuk konten tidak mendesak dan 1x4 jam untuk konten mendesak.
Sanksi ini katanya bertujuan untuk memastikan kepatuhan sekaligus memberi efek jera bagi pelanggarnya. “Yang pasti pemerintah sebelum menjalankan, telah melakukan komparasi dengan regulasi beberapa negara yang telah menjalankan dan berhasil menerapkan regulasi serupa,” ujar Meutya.
Sejauh ini, Kemkomdigi mencatat bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan bahwa kasus kejahatan terhadap anak, seperti eksploitasi seksual online, human trafficking, dan penyebaran konten berbahaya, terus meningkat.
Angka pada periode 2021 hingga 2023 menunjukkan jumlah pengaduan anak korban pornografi dan cyber crime ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencapai 481 kasus. Sementara itu, anak korban eksploitasi serta perdagangan anak berjumlah 431 kasus.
Dari seluruh kasus tersebut mayoritas terjadi karena penyalahgunaan teknologi informasi, serta akibat dari penggunaan gawai yang tidak sesuai dengan fase tumbuh kembang anak. Selain itu, laporan dari UNICEF menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten yang tidak pantas di internet.
Penerapan SAMAN, menurut Meutya, sejalan dengan langkah negara-negara lain yang telah lebih dulu menerapkan regulasi serupa. Misalnya, Jerman dengan Network Enforcement Act (NetzDG) yang mewajibkan platform media sosial menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam.
Di sisi lain, Malaysia menerapkan Anti-Fake News Act 2018 untuk menindak berita bohong. Lalu ada Prancis yang memiliki undang-undang untuk melawan manipulasi informasi menjelang pemilu.
Baca juga: Tok! Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
SAMAN merupakan aplikasi yang didesain untuk mengawasi dan menegakkan kepatuhan terhadap penyelenggara sistem elektronik lingkup privat atau User Generated Content (PSE UGC). Berlaku mulai Februari 2025, SAMAN akan menekan penyebaran konten ilegal di platform digital.
“Perlindungan terhadap masyarakat, terutama anak-anak dari pornografi, judi dan pinjaman online ilegal menjadi prioritas utama kami dalam mewujudkan ruang digital yang aman dan sehat," ujar Meutya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Rekam Jejak Raline Shah, dari Model hingga Jadi Stafsus Komdigi
Melalui SAMAN, kementerian berupaya memastikan bahwa PSE bertindak sesuai peraturan sekaligus memberikan ruang digital yang aman bagi masyarakat. Proses penegakkan kepatuhan melalui SAMAN meliputi beberapa tahap.
Pertama, Surat Perintah Takedown. PSE UGC wajib menurunkan URL yang dilaporkan dalam perintah ini. Tahap kedua adalah Surat Teguran 1 (ST1). Pada tahap ini menjadi kewajiban PSE untuk menurunkan konten agar tidak melanjut ke ST2.
Tahap ketiga adalah Surat Teguran 2 (ST2), PSE UGC wajib mengajukan Surat Komitmen Pembayaran Denda Administratif. Tahap keempat atau terakhir yaitu Surat Teguran 3 (ST3). Jika tetap tidak dipatuhi, sanksi dapat berupa pemutusan akses atau pemblokiran.
Adapun kategori pelanggaran yang diawasi melalui SAMAN meliputi pornografi anak, pornografi, terorisme. Kemudian perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjol ilegal, serta makanan, obat, dan kosmetik ilegal.
Berdasarkan Kepmen Kominfo No. 522 Tahun 2024, PSE UGC yang tidak mematuhi perintah takedown akan dikenakan sanksi administratif berupa denda. Notifikasi terhadap PSE dilakukan dalam waktu 1x24 jam untuk konten tidak mendesak dan 1x4 jam untuk konten mendesak.
Sanksi ini katanya bertujuan untuk memastikan kepatuhan sekaligus memberi efek jera bagi pelanggarnya. “Yang pasti pemerintah sebelum menjalankan, telah melakukan komparasi dengan regulasi beberapa negara yang telah menjalankan dan berhasil menerapkan regulasi serupa,” ujar Meutya.
Sejauh ini, Kemkomdigi mencatat bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan bahwa kasus kejahatan terhadap anak, seperti eksploitasi seksual online, human trafficking, dan penyebaran konten berbahaya, terus meningkat.
Angka pada periode 2021 hingga 2023 menunjukkan jumlah pengaduan anak korban pornografi dan cyber crime ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencapai 481 kasus. Sementara itu, anak korban eksploitasi serta perdagangan anak berjumlah 431 kasus.
Dari seluruh kasus tersebut mayoritas terjadi karena penyalahgunaan teknologi informasi, serta akibat dari penggunaan gawai yang tidak sesuai dengan fase tumbuh kembang anak. Selain itu, laporan dari UNICEF menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten yang tidak pantas di internet.
Penerapan SAMAN, menurut Meutya, sejalan dengan langkah negara-negara lain yang telah lebih dulu menerapkan regulasi serupa. Misalnya, Jerman dengan Network Enforcement Act (NetzDG) yang mewajibkan platform media sosial menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam.
Di sisi lain, Malaysia menerapkan Anti-Fake News Act 2018 untuk menindak berita bohong. Lalu ada Prancis yang memiliki undang-undang untuk melawan manipulasi informasi menjelang pemilu.
Baca juga: Tok! Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Media Sosial
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.