Fakta Menarik Budaya Kencan di Asia, Benarkan Wanita Indonesia Lebih Materialistis?
27 January 2025 |
12:30 WIB
Apakah benar wanita Indonesia lebih materialistis dibandingkan dengan perempuan di negara Asia lainnya? Sebuah survei dari Lunch Actually, platform perjodohan terkemuka, mengungkap hanya 25 persen wanita Indonesia yang bersedia berkencan dengan pria berpenghasilan lebih rendah, jauh di bawah angka di Hong Kong yang mencapai 52 persen.
Hasil survei ini tak hanya membahas pandangan soal keuangan dalam hubungan, tetapi juga keterbukaan terhadap hubungan antar ras, preferensi pasangan, hingga tren penggunaan aplikasi kencan di enam negara Asia.
Temuan ini mengungkap perbedaan budaya yang menarik dalam dunia kencan modern di kawasan khususnya di enam negara, termasuk Indonesia, Hong Kong, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Baca juga: Mengenal Istilah Throning dan Dampaknya, Tren Kencan di Kalangan Gen Z
Berikut adalah empat temuan menarik dari survei tersebut:
Pandangan tentang kesetaraan finansial dalam hubungan bervariasi antara negara-negara di Asia. Survei menunjukkan bahwa 52 persen wanita di Hong Kong bersedia berkencan dengan pria berpenghasilan lebih rendah, menandakan sikap progresif.
Sementara itu, hanya 25 persen wanita Indonesia yang terbuka dengan kondisi serupa, menunjukkan sikap yang lebih konservatif. Di Thailand, meski hampir semua pria (97 persen) menerima wanita berpenghasilan lebih tinggi, hanya 36 persen wanita yang bersedia berkencan dengan pria berpenghasilan lebih rendah.
Malaysia menunjukkan angka serupa, dengan 38 persem responden yang bersikap terbuka terhadap pria berpenghasilan lebih rendah.
Penerimaan terhadap hubungan antar ras juga menunjukkan perbedaan di tiap negara. Indonesia, Malaysia, dan Taiwan tercatat sebagai negara yang paling terbuka dengan angka 84 persen, 81 persen, dan 81 persen masing-masing.
Di sisi lain, Singapura berada di posisi terendah dengan hanya 66 persem responden yang menerima hubungan antar ras. Temuan ini menggambarkan bagaimana faktor budaya dan norma sosial tetap memengaruhi pandangan masyarakat terhadap hubungan antar ras.
Setiap negara memiliki prioritas unik dalam memilih pasangan. Di Taiwan dan Indonesia, stabilitas keuangan menjadi faktor utama dalam memilih pasangan, dengan 78 persen di Taiwan dan 73 persem di Indonesia yang mengutamakan faktor tersebut.
Sebaliknya, di Thailand dan Taiwan, bentuk tubuh menjadi prioritas utama dalam memilih pasangan, dengan angka 85 persen di Thailand dan 75 persen di Taiwan. Di Indonesia, hanya 44 persen yang mengutamakan bentuk tubuh.
CEO Lunch Actually, Violet Lim mengatakan, preferensi ini mencerminkan bagaimana budaya dan nilai personal mempengaruhi kriteria kencan.
Penggunaan aplikasi kencan juga menunjukkan variasi yang signifikan. Taiwan tercatat memiliki tingkat penggunaan aplikasi kencan harian tertinggi dengan 25 persen sedangkan Indonesia mencatatkan angka terendah dengan hanya 5 persen. Di sisi lain, Malaysia mencatatkan jumlah pengguna jangka panjang terbanyak (62 persen), sementara Hong Kong mencatatkan yang terendah (38 persen).
Penggunaan aplikasi kencan didominasi oleh keinginan untuk hubungan serius di Indonesia (57 persen) dan Singapura (53 persen), sementara hubungan tanpa komitmen lebih umum di Hong Kong (14 persen) dan Thailand (13 persen).
Lunch Actually juga memprediksi beberapa tren yang akan muncul dalam dunia kencan pada tahun 2025. Tren pertama adalah perjodohan berbasis teknologi yang diperkirakan akan semakin berkembang, dengan aplikasi kencan yang menggunakan fitur canggih seperti pencocokan berbasis AI dan pengalaman kencan virtual.
Kedua, terdapat pergeseran menuju hubungan yang lebih serius, dengan aplikasi kencan yang akan menyesuaikan diri untuk menawarkan fitur yang mendukung perjodohan untuk hubungan jangka panjang.
Baca juga: Affordating Jadi Tren Baru Kencan Milenial & Gen Z, Apa Itu?
Ketiga, stabilitas finansial akan semakin penting, terutama di Taiwan dan Indonesia. Terakhir, keragaman dan keaslian akan semakin ditekankan, dengan peningkatan fitur inklusivitas untuk mendukung hubungan antar ras dan latar belakang budaya yang beragam.
Violet Lim menjelaskan, meskipun teknologi mempermudah cara untuk berkencan, para lajang tetap mencari hubungan yang lebih mendalam. "Kami berkomitmen membantu mereka menemukan pasangan yang tepat dengan layanan perjodohan yang lebih personal," tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Hasil survei ini tak hanya membahas pandangan soal keuangan dalam hubungan, tetapi juga keterbukaan terhadap hubungan antar ras, preferensi pasangan, hingga tren penggunaan aplikasi kencan di enam negara Asia.
Temuan ini mengungkap perbedaan budaya yang menarik dalam dunia kencan modern di kawasan khususnya di enam negara, termasuk Indonesia, Hong Kong, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Baca juga: Mengenal Istilah Throning dan Dampaknya, Tren Kencan di Kalangan Gen Z
Berikut adalah empat temuan menarik dari survei tersebut:
1. Pandangan Mengenai Keuangan dalam Hubungan
Pandangan tentang kesetaraan finansial dalam hubungan bervariasi antara negara-negara di Asia. Survei menunjukkan bahwa 52 persen wanita di Hong Kong bersedia berkencan dengan pria berpenghasilan lebih rendah, menandakan sikap progresif.Sementara itu, hanya 25 persen wanita Indonesia yang terbuka dengan kondisi serupa, menunjukkan sikap yang lebih konservatif. Di Thailand, meski hampir semua pria (97 persen) menerima wanita berpenghasilan lebih tinggi, hanya 36 persen wanita yang bersedia berkencan dengan pria berpenghasilan lebih rendah.
Malaysia menunjukkan angka serupa, dengan 38 persem responden yang bersikap terbuka terhadap pria berpenghasilan lebih rendah.
2. Keterbukaan dalam Hubungan Antar Ras
Penerimaan terhadap hubungan antar ras juga menunjukkan perbedaan di tiap negara. Indonesia, Malaysia, dan Taiwan tercatat sebagai negara yang paling terbuka dengan angka 84 persen, 81 persen, dan 81 persen masing-masing.Di sisi lain, Singapura berada di posisi terendah dengan hanya 66 persem responden yang menerima hubungan antar ras. Temuan ini menggambarkan bagaimana faktor budaya dan norma sosial tetap memengaruhi pandangan masyarakat terhadap hubungan antar ras.
3. Preferensi Pasangan di Berbagai Negara
Setiap negara memiliki prioritas unik dalam memilih pasangan. Di Taiwan dan Indonesia, stabilitas keuangan menjadi faktor utama dalam memilih pasangan, dengan 78 persen di Taiwan dan 73 persem di Indonesia yang mengutamakan faktor tersebut.Sebaliknya, di Thailand dan Taiwan, bentuk tubuh menjadi prioritas utama dalam memilih pasangan, dengan angka 85 persen di Thailand dan 75 persen di Taiwan. Di Indonesia, hanya 44 persen yang mengutamakan bentuk tubuh.
CEO Lunch Actually, Violet Lim mengatakan, preferensi ini mencerminkan bagaimana budaya dan nilai personal mempengaruhi kriteria kencan.
4. Penggunaan Aplikasi Kencan
Penggunaan aplikasi kencan juga menunjukkan variasi yang signifikan. Taiwan tercatat memiliki tingkat penggunaan aplikasi kencan harian tertinggi dengan 25 persen sedangkan Indonesia mencatatkan angka terendah dengan hanya 5 persen. Di sisi lain, Malaysia mencatatkan jumlah pengguna jangka panjang terbanyak (62 persen), sementara Hong Kong mencatatkan yang terendah (38 persen).Penggunaan aplikasi kencan didominasi oleh keinginan untuk hubungan serius di Indonesia (57 persen) dan Singapura (53 persen), sementara hubungan tanpa komitmen lebih umum di Hong Kong (14 persen) dan Thailand (13 persen).
Prediksi Tren Kencan 2025
Lunch Actually juga memprediksi beberapa tren yang akan muncul dalam dunia kencan pada tahun 2025. Tren pertama adalah perjodohan berbasis teknologi yang diperkirakan akan semakin berkembang, dengan aplikasi kencan yang menggunakan fitur canggih seperti pencocokan berbasis AI dan pengalaman kencan virtual.Kedua, terdapat pergeseran menuju hubungan yang lebih serius, dengan aplikasi kencan yang akan menyesuaikan diri untuk menawarkan fitur yang mendukung perjodohan untuk hubungan jangka panjang.
Baca juga: Affordating Jadi Tren Baru Kencan Milenial & Gen Z, Apa Itu?
Ketiga, stabilitas finansial akan semakin penting, terutama di Taiwan dan Indonesia. Terakhir, keragaman dan keaslian akan semakin ditekankan, dengan peningkatan fitur inklusivitas untuk mendukung hubungan antar ras dan latar belakang budaya yang beragam.
Violet Lim menjelaskan, meskipun teknologi mempermudah cara untuk berkencan, para lajang tetap mencari hubungan yang lebih mendalam. "Kami berkomitmen membantu mereka menemukan pasangan yang tepat dengan layanan perjodohan yang lebih personal," tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.