Produser Aoura Lovenson: Budaya Unik Penonton Topang Industri Film di Indonesia
20 January 2025 |
16:51 WIB
1
Like
Like
Like
Era digital memang telah memudahkan para pencinta sinema untuk menonton film melalui platform streaming. Namun, bioskop sebagai ruang putar konvensional film, nyatanya tak begitu saja ditinggalkan oleh para penonton, termasuk di Indonesia.
Atmosfer menonton film di bioskop, dari layar besar, suara menggelegar, sampai kerumunan penonton ketika memasuki ruang putar menjadi semacam memori unik yang memberikan pengalaman menonton jadi berbeda dan lebih nyata.
Setahun yang lalu, jumlah penonton film Indonesia pun menunjukkan geliat yang menggembirakan. Khusus untuk film Indonesia saja, penontonnya berhasil menembus sekitar 80 juta. Angkanya naik tajam dibandingkan dengan 2023 yang hanya sekitar 56 juta orang.
Pencapaian ini cukup menarik, mengingat industri film global pun masih ada yang berjuang pulih selepas pandemi Covid-19. Mengutip Deadline dan Comscore, pemasukan box office domestik AS, misalnya, sepanjang 2024 justru mengalami penurunan dibandingkan dengan 2023.
Pada 2024, pemasukan box office di AS hanya di angka US$8,72 miliar. Ada penurunan dibandingkan dengan 2023 yang meraih US$9 miliar, atau melorot sekitar 3 persen.
Menurut produser dari Base Entertainment, Aoura Lovenson Chandra, apa yang terjadi di perfilman Indonesia memang unik. Dibandingkan dengan negara-negara lain, progres pemulihan industri film di Indonesia yang terjadi setelah pandemi benar-benar lebih cepat.
Aoura mengatakan tren positif ini akan bisa tetap dipertahankan pada tahun ini, bahkan bisa jadi akan ada lompatan-lompatan baru lagi. Sebab, pijakan untuk memulai era baru perfilman Indonesia sudah sangat baik.
“Kami sangat optimistis sih (memandang film Indonesia 2025). Optimistis itu tidak hanya dari jumlah produksi filmnya, tetapi dari animo penonton Indonesia yang masih sangat tinggi,” ungkap Aoura kepada Hypeabis.id
Aoura mengatakan pencapaian lebih dari 75 juta penonton pada 2024 itu punya nilai yang krusial. Tidak hanya secara jumlah penonton bertambah, tetapi dirinya juga memandang ada semacam kepercayaan baru dari penikmat film terhadap produksi dalam negeri.
Menurutnya, sentimen penonton terhadap film lokal masih sangat positif. Hal ini membuat mayoritas film Indonesia yang akan rilis di bioskop, mendapatkan atensi yang lebih besar. Harapannya, ini juga berpengaruh pada keputusan mereka datang dan menonton ke bioskop.
Terlebih, menonton film, kata Aoura, juga kini telah jadi hobi tersendiri bagi sebagian orang. Pasalnya, menonton film jadi aktivitas hiburan yang harganya relatif cukup terjangkau.
Di luar data-data yang makin apik, Aoura menyebut optimisme film Indonesia ke depan juga didorong dengan budaya sinema yang mulai mengakar kuat. Baginya, hal itu menarik karena pertumbuhan perfilmannya ditopang oleh berbagai hal baik.
“Indonesia tuh punya kultur untuk nonton ramai-ramai. Itu sangat unik sih. Padahal, di luar {negeri], orang itu lebih terbiasa nonton sendiri,” jelasnya.
Dirinya mengatakan kondisi sinema Indonesia memang tengah jadi sorotan. Aoura mengaku beberapa kali mengobrol dengan rekan di AS, Korea Selatan, maupun Eropa, seluruhnya selalu memuji budaya menonton film di Indonesia. “Bahkan, saya tahu XXI itu sekarang dipandang jadi kayak proyek percontohan gitu,” imbuhnya.
Hal menarik lainnya, Indonesia saat ini mulai menikmati bonus demografi, yakni penduduk dengan usia muda produktif sangat melimpah. Dari segi produksi, tentu kondisi ini bisa makin mendorong pertumbuhan jumlah film.
Di sisi lain, secara penonton, ini juga jadi pasar yang menarik. Sebab, menurut Aoura, penonton film di AS atau negara besar lain, sebagian besar justru didominasi oleh orang-orang yang lebih tua.
Kondisi demografis penonton Indonesia memang cukup menarik. Namun, sejauh ini, belum ada data yang cukup kuat mengungkapnya. Namun, pada 2020, SMRC pernah melakukan survei tersebut.
Survei tersebut mengungkap sekitar 67 persen kaum muda berusia 15-38 tahun menyatakan setidaknya satu kali menonton film nasional di bioskop. Sementara 40 persen menyatakan menonton setidaknya tiga film nasional selama setahun terakhir. Survei ini melibatkan 1.000 responden.
Survei difokuskan pada hanya kalangan muda di kota-kota besar karena survei nasional SMRC sebelumnya memang menunjukkan mayoritas penonton film di bioskop-bioskop di Indonesia adalah kalangan muda. Kota-kota besar dipilih karena persebaran gedung bioskop di Indonesia masih terpusat di kota-kota besar.
Editor: Fajar Sidik
Atmosfer menonton film di bioskop, dari layar besar, suara menggelegar, sampai kerumunan penonton ketika memasuki ruang putar menjadi semacam memori unik yang memberikan pengalaman menonton jadi berbeda dan lebih nyata.
Setahun yang lalu, jumlah penonton film Indonesia pun menunjukkan geliat yang menggembirakan. Khusus untuk film Indonesia saja, penontonnya berhasil menembus sekitar 80 juta. Angkanya naik tajam dibandingkan dengan 2023 yang hanya sekitar 56 juta orang.
Pencapaian ini cukup menarik, mengingat industri film global pun masih ada yang berjuang pulih selepas pandemi Covid-19. Mengutip Deadline dan Comscore, pemasukan box office domestik AS, misalnya, sepanjang 2024 justru mengalami penurunan dibandingkan dengan 2023.
Pada 2024, pemasukan box office di AS hanya di angka US$8,72 miliar. Ada penurunan dibandingkan dengan 2023 yang meraih US$9 miliar, atau melorot sekitar 3 persen.
Ilustrasi bioskop. (Sumber foto: JIBI/Hypeabis.id/Himawan L Nugraha)
Menurut produser dari Base Entertainment, Aoura Lovenson Chandra, apa yang terjadi di perfilman Indonesia memang unik. Dibandingkan dengan negara-negara lain, progres pemulihan industri film di Indonesia yang terjadi setelah pandemi benar-benar lebih cepat.
Aoura mengatakan tren positif ini akan bisa tetap dipertahankan pada tahun ini, bahkan bisa jadi akan ada lompatan-lompatan baru lagi. Sebab, pijakan untuk memulai era baru perfilman Indonesia sudah sangat baik.
“Kami sangat optimistis sih (memandang film Indonesia 2025). Optimistis itu tidak hanya dari jumlah produksi filmnya, tetapi dari animo penonton Indonesia yang masih sangat tinggi,” ungkap Aoura kepada Hypeabis.id
Aoura mengatakan pencapaian lebih dari 75 juta penonton pada 2024 itu punya nilai yang krusial. Tidak hanya secara jumlah penonton bertambah, tetapi dirinya juga memandang ada semacam kepercayaan baru dari penikmat film terhadap produksi dalam negeri.
Menurutnya, sentimen penonton terhadap film lokal masih sangat positif. Hal ini membuat mayoritas film Indonesia yang akan rilis di bioskop, mendapatkan atensi yang lebih besar. Harapannya, ini juga berpengaruh pada keputusan mereka datang dan menonton ke bioskop.
Terlebih, menonton film, kata Aoura, juga kini telah jadi hobi tersendiri bagi sebagian orang. Pasalnya, menonton film jadi aktivitas hiburan yang harganya relatif cukup terjangkau.
Ilustrasi bioskop. (Sumber foto: JIBI/Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)
Di luar data-data yang makin apik, Aoura menyebut optimisme film Indonesia ke depan juga didorong dengan budaya sinema yang mulai mengakar kuat. Baginya, hal itu menarik karena pertumbuhan perfilmannya ditopang oleh berbagai hal baik.
“Indonesia tuh punya kultur untuk nonton ramai-ramai. Itu sangat unik sih. Padahal, di luar {negeri], orang itu lebih terbiasa nonton sendiri,” jelasnya.
Dirinya mengatakan kondisi sinema Indonesia memang tengah jadi sorotan. Aoura mengaku beberapa kali mengobrol dengan rekan di AS, Korea Selatan, maupun Eropa, seluruhnya selalu memuji budaya menonton film di Indonesia. “Bahkan, saya tahu XXI itu sekarang dipandang jadi kayak proyek percontohan gitu,” imbuhnya.
Hal menarik lainnya, Indonesia saat ini mulai menikmati bonus demografi, yakni penduduk dengan usia muda produktif sangat melimpah. Dari segi produksi, tentu kondisi ini bisa makin mendorong pertumbuhan jumlah film.
Di sisi lain, secara penonton, ini juga jadi pasar yang menarik. Sebab, menurut Aoura, penonton film di AS atau negara besar lain, sebagian besar justru didominasi oleh orang-orang yang lebih tua.
Kondisi demografis penonton Indonesia memang cukup menarik. Namun, sejauh ini, belum ada data yang cukup kuat mengungkapnya. Namun, pada 2020, SMRC pernah melakukan survei tersebut.
Survei tersebut mengungkap sekitar 67 persen kaum muda berusia 15-38 tahun menyatakan setidaknya satu kali menonton film nasional di bioskop. Sementara 40 persen menyatakan menonton setidaknya tiga film nasional selama setahun terakhir. Survei ini melibatkan 1.000 responden.
Survei difokuskan pada hanya kalangan muda di kota-kota besar karena survei nasional SMRC sebelumnya memang menunjukkan mayoritas penonton film di bioskop-bioskop di Indonesia adalah kalangan muda. Kota-kota besar dipilih karena persebaran gedung bioskop di Indonesia masih terpusat di kota-kota besar.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.