Generasi Muda Makin Berisiko Terkena Osteoporosis, Cek Cara Mencegahnya
08 January 2025 |
20:20 WIB
Osteoporosis yang dikenal sebagai penyakit tulang rapuh kian menjadi perhatian serius melihat prevalensinya yang terus meningkat. Kabar buruknya, penyakit ini tidak hanya mengintai lansia, tapi juga pada kelompok yang masih berada dalam usia produktif alias generasi muda.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menderita osteoporosis. Risiko terkait osteoporosis dan patah tulang meningkat seiring bertambahnya usia. Akan tetapi, laporan itu mengungkap makin banyak individu yang mengalami penurunan kepadatan tulang di usia yang lebih muda akibat faktor gaya hidup modern.
Sayangnya, banyak orang yang masih berpikir bahwa osteoporosis hanya akan terjadi ketika mereka memasuki usia lanjut. Kenyataannya, faktor risiko penyakit ini sudah mulai muncul jauh lebih awal. Sebagai salah satu penyakit senyap yang mendera usia produktif, osteoporosis seringkali tidak menunjukkan gejala hingga terjadi patah tulang yang serius.
Baca juga: 4 Asupan Makanan yang Baik untuk Mencegah Osteoporosis
Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Hip & Knee di RS Pondok Indah Bintaro Jaya Yoshi Pratama Djaja menjelaskan, salah satu penyebab utama meningkatnya angka osteoporosis adalah pola hidup yang kurang sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, asupan gizi yang tidak mencukupi, serta kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol.
Hal ini menyebabkan penurunan kepadatan tulang yang dapat dimulai pada usia yang jauh lebih muda daripada yang dibayangkan.
Yoshi menyebut, osteoporosis adalah suatu kondisi yang menyebabkan penurunan massa tulang serta kerusakan mikrostruktur jaringan tulang yang akhirnya membuat tulang menjadi lebih rapuh dan rentan patah. Kondisi ini terjadi karena penurunan kualitas dan kuantitas tulang yang diakibatkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Indikator osteoporosis dilihat dari kepadatan tulang yang turun hingga 2,5 deviasi standar (SD) di bawah rata-rata orang dewasa muda yang sehat dari ras dan jenis kelamin yang sama atau yang disebut dengan T-Score -2.5. “Maka kekuatan tulang berhubungan dengan kuantitas, kualitas, dan pergantian tulang," katanya.
Proses penuaan tulang ini, disebutnya dapat mengakibatkan hilangnya heterogenitas komposisi dan ketahanan tulang serta gangguan dalam penyembuhan mikrofraktur.
Yoshi tak menampik, kini, osteoporosis banyak ditemukan pada individu yang berada di usia produktif sekitar 20-50 tahun. Penyebabnya adalah gaya hidup modern yang cenderung sedentari atau kurang aktif. Hal ini diperparah dengan pola makan yang kurang memperhatikan asupan kalsium dan vitamin D yang penting bagi kesehatan tulang.
Belum lagi, gaya hidup terkait konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, hingga faktor kelebihan atau kekurangan berat badan juga bisa berbahaya pada kondisi tulang. Oleh karena itu, Yoshi menyebut skrining osteoporosis menjadi langkah penting untuk mendeteksi masalah tulang lebih awal sebelum kondisi patah tulang terjadi.
Menurut Yoshi, bagi individu yang berisiko rendah, maka perubahan gaya hidup moderat sudah cukup untuk mencegah osteoporosis. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan aktivitas fisik dan menjaga asupan kalsium.
Namun, bagi mereka yang berisiko sedang hingga tinggi, maka kolaborasi antara pengobatan medis yang lebih intensif dan perubahan gaya hidup akan diperlukan.
Proses pengobatan osteoporosis melibatkan dua hal utama yakni pencegahan patah tulang dan pengelolaan kepadatan tulang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan tes kepadatan tulang atau dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) untuk menentukan T-score.
Untuk pengobatan, terutama pada kasus patah tulang akibat osteoporosis, pengobatan yang cepat dan tepat sangat penting. "Fraktur panggul osteoporotik adalah jenis patah tulang yang paling umum dan memiliki tingkat morbiditas serta mortalitas yang tinggi," ujar Yoshi.
Pemberian penanganan yang cepat seperti mobilisasi dini dan pemberian dukungan struktural melalui penggantian panggul bisa membantu pasien pulih dengan lebih cepat dan mengurangi dampak jangka panjang.
Baca juga: 7 Makanan yang Bisa Menguatkan Tulang, Bisa Cegah Osteoporosis Sejak Dini
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menderita osteoporosis. Risiko terkait osteoporosis dan patah tulang meningkat seiring bertambahnya usia. Akan tetapi, laporan itu mengungkap makin banyak individu yang mengalami penurunan kepadatan tulang di usia yang lebih muda akibat faktor gaya hidup modern.
Sayangnya, banyak orang yang masih berpikir bahwa osteoporosis hanya akan terjadi ketika mereka memasuki usia lanjut. Kenyataannya, faktor risiko penyakit ini sudah mulai muncul jauh lebih awal. Sebagai salah satu penyakit senyap yang mendera usia produktif, osteoporosis seringkali tidak menunjukkan gejala hingga terjadi patah tulang yang serius.
Baca juga: 4 Asupan Makanan yang Baik untuk Mencegah Osteoporosis
Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Hip & Knee di RS Pondok Indah Bintaro Jaya Yoshi Pratama Djaja menjelaskan, salah satu penyebab utama meningkatnya angka osteoporosis adalah pola hidup yang kurang sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, asupan gizi yang tidak mencukupi, serta kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol.
Hal ini menyebabkan penurunan kepadatan tulang yang dapat dimulai pada usia yang jauh lebih muda daripada yang dibayangkan.
Yoshi menyebut, osteoporosis adalah suatu kondisi yang menyebabkan penurunan massa tulang serta kerusakan mikrostruktur jaringan tulang yang akhirnya membuat tulang menjadi lebih rapuh dan rentan patah. Kondisi ini terjadi karena penurunan kualitas dan kuantitas tulang yang diakibatkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Indikator osteoporosis dilihat dari kepadatan tulang yang turun hingga 2,5 deviasi standar (SD) di bawah rata-rata orang dewasa muda yang sehat dari ras dan jenis kelamin yang sama atau yang disebut dengan T-Score -2.5. “Maka kekuatan tulang berhubungan dengan kuantitas, kualitas, dan pergantian tulang," katanya.
Proses penuaan tulang ini, disebutnya dapat mengakibatkan hilangnya heterogenitas komposisi dan ketahanan tulang serta gangguan dalam penyembuhan mikrofraktur.
Yoshi tak menampik, kini, osteoporosis banyak ditemukan pada individu yang berada di usia produktif sekitar 20-50 tahun. Penyebabnya adalah gaya hidup modern yang cenderung sedentari atau kurang aktif. Hal ini diperparah dengan pola makan yang kurang memperhatikan asupan kalsium dan vitamin D yang penting bagi kesehatan tulang.
Belum lagi, gaya hidup terkait konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, hingga faktor kelebihan atau kekurangan berat badan juga bisa berbahaya pada kondisi tulang. Oleh karena itu, Yoshi menyebut skrining osteoporosis menjadi langkah penting untuk mendeteksi masalah tulang lebih awal sebelum kondisi patah tulang terjadi.
Skrining Osteoporosis
Dia menyarankan, beberapa kelompok yang berisiko tinggi dan sebaiknya melakukan skrining secara rutin adalah wanita di atas 65 tahun (pascamenopause), pria di atas 70 tahun pasca mengalami penurunan hormon testosteron, wanita di atas 50 tahun dengan riwayat patah tulang, serta pasien dengan penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang.Menurut Yoshi, bagi individu yang berisiko rendah, maka perubahan gaya hidup moderat sudah cukup untuk mencegah osteoporosis. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan aktivitas fisik dan menjaga asupan kalsium.
Namun, bagi mereka yang berisiko sedang hingga tinggi, maka kolaborasi antara pengobatan medis yang lebih intensif dan perubahan gaya hidup akan diperlukan.
Proses pengobatan osteoporosis melibatkan dua hal utama yakni pencegahan patah tulang dan pengelolaan kepadatan tulang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan tes kepadatan tulang atau dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) untuk menentukan T-score.
Untuk pengobatan, terutama pada kasus patah tulang akibat osteoporosis, pengobatan yang cepat dan tepat sangat penting. "Fraktur panggul osteoporotik adalah jenis patah tulang yang paling umum dan memiliki tingkat morbiditas serta mortalitas yang tinggi," ujar Yoshi.
Pemberian penanganan yang cepat seperti mobilisasi dini dan pemberian dukungan struktural melalui penggantian panggul bisa membantu pasien pulih dengan lebih cepat dan mengurangi dampak jangka panjang.
Baca juga: 7 Makanan yang Bisa Menguatkan Tulang, Bisa Cegah Osteoporosis Sejak Dini
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.