Mengenal Bird Strike yang Jadi Ancaman di Dunia Penerbangan, Tak Bisa Dimitigasi?
03 January 2025 |
22:33 WIB
Belum lama ini, kabar duka menyelimuti industri penerbangan di Korea Selatan. Pesawat Jeju Air, jatuh di bandara Muan pada Minggu (29/12/24) dan menewaskan ratusan penumpang di dalamnya. Negeri Ginseng bahkan sampai melarang pesta pergantian tahun untuk menghormati mereka yang gugur.
Pesawat itu sebelumnya dijadwalkan berangkat dari Bangkok, Thailand. Namun, nahas tak bisa ditolak. Fenomena bird strike, atau tabrakan antara pesawat dan burung, diduga menjadi penyebab hilangnya 179 nyawa penumpang pesawat.
Baca juga: Kronologi Tragedi Jeju Air: Detik-Detik Kecelakaan Fatal di Bandara Internasional Muan
Lantas, apa itu bird strike, yang selain faktor cuaca ditengarai menjadi salah satu penyebab kecelakaan Jeju Air? Seperti apa sejarahnya dalam industri aviasi, atau penerbangan?
Secara harfiah, bird strike, atau tabrakan burung, adalah kejadian ketika burung bertabrakan dengan pesawat terbang selama penerbangan. Ancaman tersebut juga telah menjadi bagian dari sejarah penerbangan sejak awal perkembangannya.
Insiden dari kasus ini pertama kali tercatat pada 1912, ketika Calbraith Perry Rodgers, meninggal dunia akibat pesawatnya menabrak burung di Long Beach, California. Sejak itu, bird strike menjadi risiko nyata yang mesti dipertimbangkan dalam dunia penerbangan.
Arkian, kecelakaan serupa juga pernah terjadi pada 2009, pada US Airways. Sebelumnya, pesawat ini juga mengalami mati mesin setelah menabrak kawanan burung sehingga pilot terpaksa melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson. Untungnya, tak ada korban jiwa dalam insiden ini.
Kasus tersebut, tentu menjadi pengecualian. Sebab, bird strike kerap membawa dampak serius bagi keselamatan penerbangan. Walaupun sebagian besar insiden tidak berujung kecelakaan fatal, bird strike dapat menyebabkan kerugian finansial dan operasional yang sangat besar.
Menurut Data dari International Civil Aviation Organization (ICAO), kerugian finansial global akibat bird strike mencapai hingga US$1,2 miliar setiap tahun. Biaya itu mencakup kerusakan pesawat, penundaan penerbangan, hingga kerugian operasional lainnya.
Sekitar 3,6 persen insiden bird strike juga menyebabkan kerusakan serius pada pesawat dan beberapa di antaranya berujung pada korban jiwa. Namun, dampaknya tidak hanya bersifat finansial, semata, tetapi juga trauma psikologis yang mayoritas dialami awak pesawat.
Pegiat Konservasi Burung Indonesia Achmad Ridha Junaid, mengatakan salah satu strategi utama untuk mitigasi bird strike adalah dengan melakukan manajemen habitat burung. Menurutnya, idealnya sebuah bandara memang tidak dibangun di lahan yang menjadi habitat burung.
Namun, jika sudah terlanjur, maka area sekitar bandara dapat dikelola dengan cara mengurangi atau menghilangkan sumber daya yang menarik burung, seperti makanan, air, atau vegetasi tertentu. Pengelola dapat menjaga kebersihan area bandara dan ketinggian rumput yang menjadi habitat utama burung di bandara.
Pendekatan tersebut juga dapat diperkuat dengan pemantauan dan survei populasi burung secara berkala. Informasi tentang pola migrasi atau aktivitas burung lokal juga dapat digunakan untuk menentukan waktu dan lokasi risiko tertinggi.
"Selain itu, penggunaan alat pengusir burung juga diperlukan. Alat seperti suara predator, laser, atau burung pemangsa terlatih digunakan untuk menjauhkan burung dari area landasan pacu," katanya dalam taklimat resmi.
Menurut Achmad, bird strike merupakan pengingat bahwa manusia dan burung berbagi ruang yang sama. Sebagai penghuni bumi, burung juga memiliki peran ekologis yang tidak tergantikan, termasuk dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Memposisikan bird strike sebagai isu penting dalam dunia penerbangan, juga menjadi langkah penting untuk menjaga keselamatan penerbangan sekaligus keberlanjutan ekosistem. Kolaborasi antara industri penerbangan, pengelola bandara, dan ilmuwan juga penting dilakukan.
"Pendidikan dan pelatihan bagi staf bandara dan awak pesawat juga menjadi elemen krusial, sehingga semua pihak bisa memahami risiko bird strike dan dapat merespons secara cepat dan tepat jika ancaman terdeteksi," katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Pesawat itu sebelumnya dijadwalkan berangkat dari Bangkok, Thailand. Namun, nahas tak bisa ditolak. Fenomena bird strike, atau tabrakan antara pesawat dan burung, diduga menjadi penyebab hilangnya 179 nyawa penumpang pesawat.
Baca juga: Kronologi Tragedi Jeju Air: Detik-Detik Kecelakaan Fatal di Bandara Internasional Muan
Lantas, apa itu bird strike, yang selain faktor cuaca ditengarai menjadi salah satu penyebab kecelakaan Jeju Air? Seperti apa sejarahnya dalam industri aviasi, atau penerbangan?
Secara harfiah, bird strike, atau tabrakan burung, adalah kejadian ketika burung bertabrakan dengan pesawat terbang selama penerbangan. Ancaman tersebut juga telah menjadi bagian dari sejarah penerbangan sejak awal perkembangannya.
Jeju Air Flight 2216 crashed in South Korea.
— javed ahmed (@javedahmed992) December 29, 2024
47 people lost.
2 survivors,132 still missing.
A devastating moment for the family and the world.Thoughts and prayers go out to all those affected. Jeju Air "Bird Strike"
#JejuAir #SouthKorea #FlightCrash pic.twitter.com/KJ3F7IkCm6
Insiden dari kasus ini pertama kali tercatat pada 1912, ketika Calbraith Perry Rodgers, meninggal dunia akibat pesawatnya menabrak burung di Long Beach, California. Sejak itu, bird strike menjadi risiko nyata yang mesti dipertimbangkan dalam dunia penerbangan.
Arkian, kecelakaan serupa juga pernah terjadi pada 2009, pada US Airways. Sebelumnya, pesawat ini juga mengalami mati mesin setelah menabrak kawanan burung sehingga pilot terpaksa melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson. Untungnya, tak ada korban jiwa dalam insiden ini.
Kasus tersebut, tentu menjadi pengecualian. Sebab, bird strike kerap membawa dampak serius bagi keselamatan penerbangan. Walaupun sebagian besar insiden tidak berujung kecelakaan fatal, bird strike dapat menyebabkan kerugian finansial dan operasional yang sangat besar.
Menurut Data dari International Civil Aviation Organization (ICAO), kerugian finansial global akibat bird strike mencapai hingga US$1,2 miliar setiap tahun. Biaya itu mencakup kerusakan pesawat, penundaan penerbangan, hingga kerugian operasional lainnya.
Sekitar 3,6 persen insiden bird strike juga menyebabkan kerusakan serius pada pesawat dan beberapa di antaranya berujung pada korban jiwa. Namun, dampaknya tidak hanya bersifat finansial, semata, tetapi juga trauma psikologis yang mayoritas dialami awak pesawat.
Strategi Mitigasi Bird Strike
Meskipun bird strike tidak dapat dihilangkan, strategi mitigasi yang sistematis dapat secara signifikan mengurangi risikonya. Pengelola bandara juga memainkan peran penting dalam mengelola lingkungan, agar lebih aman bagi penerbangan dan tidak menarik bagi burung.Pegiat Konservasi Burung Indonesia Achmad Ridha Junaid, mengatakan salah satu strategi utama untuk mitigasi bird strike adalah dengan melakukan manajemen habitat burung. Menurutnya, idealnya sebuah bandara memang tidak dibangun di lahan yang menjadi habitat burung.
Namun, jika sudah terlanjur, maka area sekitar bandara dapat dikelola dengan cara mengurangi atau menghilangkan sumber daya yang menarik burung, seperti makanan, air, atau vegetasi tertentu. Pengelola dapat menjaga kebersihan area bandara dan ketinggian rumput yang menjadi habitat utama burung di bandara.
Pendekatan tersebut juga dapat diperkuat dengan pemantauan dan survei populasi burung secara berkala. Informasi tentang pola migrasi atau aktivitas burung lokal juga dapat digunakan untuk menentukan waktu dan lokasi risiko tertinggi.
"Selain itu, penggunaan alat pengusir burung juga diperlukan. Alat seperti suara predator, laser, atau burung pemangsa terlatih digunakan untuk menjauhkan burung dari area landasan pacu," katanya dalam taklimat resmi.
Menurut Achmad, bird strike merupakan pengingat bahwa manusia dan burung berbagi ruang yang sama. Sebagai penghuni bumi, burung juga memiliki peran ekologis yang tidak tergantikan, termasuk dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Memposisikan bird strike sebagai isu penting dalam dunia penerbangan, juga menjadi langkah penting untuk menjaga keselamatan penerbangan sekaligus keberlanjutan ekosistem. Kolaborasi antara industri penerbangan, pengelola bandara, dan ilmuwan juga penting dilakukan.
"Pendidikan dan pelatihan bagi staf bandara dan awak pesawat juga menjadi elemen krusial, sehingga semua pihak bisa memahami risiko bird strike dan dapat merespons secara cepat dan tepat jika ancaman terdeteksi," katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.