Pengunjung menikmati pameran Indonesia, The Oldest Civilization on Earth? 130 Years After Pithecanthropus Erectus, di MNI. (Sumber gambar: IHA)

Mengungkai Jejak Peradaban Tertua Nusantara di Museum Nasional Indonesia 

28 December 2024   |   14:45 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sebuah tengkorak terpacak rapi di salah satu ruangan di Museum Nasional Indonesia. Dengan dimensi ukuran lebih kecil dari kepala manusia modern, sebagian wajahnya terlihat masih utuh. Akan tetapi, ada sedikit keropos di bagian tulang pipinya.

Selemparan batu dari fosil itu, terpacak replika tulang-tulang manusia purba. Ada atap tengkorak, tulang paha, hingga fosil fauna di atas tatakan besi. Seorang pengunjung melihatnya dengan teliti, seperti membayangkan kehidupan dari masa lampau.

Tengkorak tersebut bukanlah benda kaleng-kaleng. Sebab, dia merupakan fosil manusia purba yang dikenal sebagai S-17. Satu-satunya fosil manusia purba Homo erectus di Asia yang memiliki “wajah” paling sempurna saat ditemukan pada 1969, di Sangiran.

Secara harfiah, Homo erectus berarti manusia kera yang berdiri tegak. S-17 sendiri, merujuk pada nomor seri penemuan yang diberikan terhadap temuan fosil tengkorak Pithecanthropus erectus, yang pertama kali dipelopori oleh geolog asal Belanda, Eugène Dubois. 

Baca juga: Profil Yos Suprapto, Seniman yang Pamerannya 'Digantung' Galeri Nasional Indonesia
 

hah

Sejumlah fosil yang dipamerkan dalam pameran Indonesia, The Oldest Civilization on Earth? 130 Years After Pithecanthropus Erectus, di MNI. (Sumber gambar: IHA) 

Setelah lama tersimpan di Museum Purba Sangiran, untuk pertama kalinya fosil asli tersebut diperlihatkan lebih luas ke publik. Tepatnya, pada pameran bertajuk Indonesia, The Oldest Civilization on Earth? 130 Years After Pithecanthropus Erectus, di MNI, hingga 20 Januari 2025. 

"Semoga pameran ini dapat menjadi langkah besar dalam menegaskan peran Indonesia di panggung dunia sebagai episentrum peradaban purba,” kata Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, saat ditemui awak media setelah pembukaan pameran pada Kamis, (20/12/24).

Sejarah mengungkap, Homo erectus muncul pertama kali pada 1,8 juta tahun silam di Pulau Jawa. Mereka diprediksi sebagai nenek moyang manusia modern, atau Homo sapiens. Akan tetapi, hingga saat ini teori tersebut masih menjadi kontroversi dalam ilmu paleoantropologi. 

Secara fisik, rangka Homo erectus lebih kekar dan kompak daripada Homo sapiens. Di sisi lain, biometrik Homo sapiens juga menunjukkan karakter yang lebih berevolutif dari Homo erectus. Akan tetapi mereka telah berjalan tegak, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan. 

"Lebih dari 60 persen fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di dunia itu ada di tanah Jawa. Ini tentu menjadi bagian yang penting untuk membuktikan bahwa Indonesia merupakan peradaban tertua di dunia,” imbuh Menbud.  
 

Didatangi Ribuan Pengunjung 

Dipamerkannya senari fosil dan replika manusia purba di Museum Nasional Indonesia, juga memberi warna baru pada musim libur Nataru tahun ini. Sebab, hingga Jumat, (27/12/24) pihak MNI mencatat pameran tersebut telah didatangi sekitar 10.000 pengunjung yang tertarik untuk melihat warisan budaya dan sejarah Indonesia.

Kepala Unit Museum Nasional Indonesia Ni Luh Putu Chandra Dewi, mengatakan, ekshibisi tersebut memang cukup istimewa. Pasalnya, selain menampilkan koleksi asli Homo erectus S-17, pameran ini juga menghadirkan fosil asli lain seperti Homo soloensis, Mastodon dan Stegodon, serta berbagai artefak lain.

Suksesnya pameran ini juga tak lepas dari dukungan sejumlah museum lain di Tanah Air. Beberapa di antaranya termasuk Museum Manusia Purba Sangiran, Museum Geologi Bandung, Museum Mpu Tantular, Museum Semedo, Museum Buton, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Fadli Zon Library. 

“Antusiasme pengunjung yang begitu besar menunjukkan bahwa publik semakin peduli terhadap pentingnya sejarah dan budaya. Ini memberikan semangat baru bagi kami untuk terus menghadirkan program-program berkualitas bagi masyarakat,” ujar Chandra.
 

VAV

Sejumlah pengunjung mengamati fosil yang dipamerkan dalam pameran Indonesia, The Oldest Civilization on Earth? 130 Years After Pithecanthropus Erectus, di MNI. (Sumber gambar: IHA) 

Untuk memberikan pengalaman terbaik, Chandra mengungkap pihaknya juga telah menyiapkan berbagai fasilitas, termasuk pemandu yang memberikan penjelasan mendalam mengenai koleksi. Selain itu ada juga jalur khusus bagi lansia dan difabel, serta sesi edukasi interaktif dengan para ahli. 

Dia berharap lewat pameran ini juga dapat menjadi momen penting untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada generasi muda. Sebab, selain berlibur pengunjung juga dapat membawa narasi mendalam tentang peran Nusantara sebagai episentrum evolusi manusia dan peradaban purba.

"Kami ingin pengunjung tidak hanya menikmati koleksi, tetapi juga memahami bagaimana peran Nusantara dalam sejarah evolusi manusia telah membentuk narasi besar peradaban dunia,” jelasnya.

Baca juga: Kaleidoskop 2024: Semarak Pameran Seni Berskala Besar di Indonesia

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

25 Ide Ucapan & Twibbon Selamat Tahun Baru 2025 yang Penuh Semangat

BERIKUTNYA

Kaleidoskop 2024: Film Paling Laris di Dunia, Dune: Part Two sampai Inside Out 2

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: