Film Dokumenter Memijak Jiwa Angkat Isu Dilema 'Kemegahan' Bali
28 December 2024 |
07:00 WIB
Film berjudul Memijak Jiwa tengah digarap dalam bentuk full documentary oleh komunitas Jiwa Community Garden yang baru saja mengeluarkan trailer resmi dalam bentuk puisi audiovisual berdurasi kurang dari 4 menit. Karya puisi yang digarap dalam bentuk video ini terinspirasi dari puisi asli milik penulis Daniel Saputra.
Meski baru cuplikan, tayangan ini mampu menyentuh penonton dengan latar belakang lokasi di Bali yang dipilihnya. Karya ini berusaha mengeksplorasi hubungan yang rumit antara alam, masyarakat, dan dampak dari pembangunan yang berlebihan di provinsi yang jadi kiblat wisatawan dunia tersebut.
Baca juga: Sosok Baik Indonesia, Serial Dokumenter Inspiratif dari Sutradara Wisnu Surya Pratama
Narasi film bicara soal betapa tersohornya Bali dengan bentang alamnya yang menakjubkan dan warisan budayanya yang kaya. Namun semakin terancam oleh kekuatan modernisasi dan urbanisasi yang mulai mengikis kearifan lokal tersebut. Dokumenter ini dipublikasikan dengan judul lengkap Memijak Jiwa - A Journey of Hope in Community: Battling Habitat Loss in Bali.
Jiwa Community Garden, sebagai penggarap film, adalah sebuah inisiatif akar rumput yang bertujuan untuk memerangi hilangnya habitatnflora dan fauna dan menumbuhkan kesadaran lingkungan masyarakat, utamanya di kawasan Bali.
Proyek ini digagas sebagai bentuk protes atas semakin minimnya tempat perlindungan bagi flora dan fauna lokal, serta masyarakat yang mengandalkan sumber daya alam untuk mata pencaharian mereka.
Melalui penceritaan yang kuat dan visual yang memukau, film Memijak Jiwa menyoroti perjuangan masyarakat dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pembangunan yang merajalela dan sering kali lebih mengedepankan keuntungan daripada kelestarian lingkungan alam.
Proyek film ini dipublikasikan 1 bulan lalu di akun YouTube Jiwa Community Garden dengan lebih dari seribu penayangan saat ini. Di dalam trailer Memijak Jiwa digambarkan kehidupan berbagai karakter yang sangat terhubung dengan tanah dan tradisi masyarakat di Pulau Dewata.
Mereka terpaksa menghadapi dilema yang mencerminkan isu-isu sosial yang lebih luas, hanya sebatas untuk menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pengelolaan lingkungannya.
Ketika masyarakat bergulat dengan tantangan-tantangan ini, mereka menemukan kekuatan dalam persatuan, dengan memanfaatkan nilai-nilai dan praktik-praktik budaya yang mereka anut untuk mengadvokasi hak-hak mereka dan melindungi lingkungan mereka.
Sinematografi dalam film Memijak Jiwa memainkan peran penting dalam menyampaikan pesannya. Film ini menyandingkan adegan-adegan tanaman hijau yang subur dan lanskap yang tenang dengan gambar-gambar yang mencolok dari deforestasi dan perluasan kota yang semakin banyak mengubah tatanan Pulau Bali itu sendiri.
Kontras ini berfungsi untuk menekankan urgensi dari situasi yang ada. Visualnya dilengkapi dengan pilihan musik artistik yang membangkitkan rasa nostalgia dan kerinduan akan kehidupan yang lebih harmonis. Cuplikan dokumenter ini berusaha menggambarkan bagaimana globalisasi merambah cara-cara hidup tradisional orang Bali dan apa artinya menjadi orang Bali di dunia yang berubah dengan cepat.
Baca juga: Film Dokumenter 17 Surat Cinta Serukan Perlindungan Hutan
Kisah-kisah mereka beresonansi dengan penonton yang berada di luar Bali, mendorong penonton untuk mempertimbangkan hubungan mereka sendiri dengan alam dan masyarakat di wilayah tinggalnya sendiri.
Memijak Jiwa juga mengundang bahasan soal konsumerisme dan pilihan gaya hidup. Pada era di mana kenyamanan hidup manusia sering kali mengalahkan aspek keberlanjutan. Film ini menantang penonton untuk mempertanyakan kebiasaan mereka sendiri dan mempertimbangkan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Editor: Fajar Sidik
Meski baru cuplikan, tayangan ini mampu menyentuh penonton dengan latar belakang lokasi di Bali yang dipilihnya. Karya ini berusaha mengeksplorasi hubungan yang rumit antara alam, masyarakat, dan dampak dari pembangunan yang berlebihan di provinsi yang jadi kiblat wisatawan dunia tersebut.
Baca juga: Sosok Baik Indonesia, Serial Dokumenter Inspiratif dari Sutradara Wisnu Surya Pratama
Narasi film bicara soal betapa tersohornya Bali dengan bentang alamnya yang menakjubkan dan warisan budayanya yang kaya. Namun semakin terancam oleh kekuatan modernisasi dan urbanisasi yang mulai mengikis kearifan lokal tersebut. Dokumenter ini dipublikasikan dengan judul lengkap Memijak Jiwa - A Journey of Hope in Community: Battling Habitat Loss in Bali.
Jiwa Community Garden, sebagai penggarap film, adalah sebuah inisiatif akar rumput yang bertujuan untuk memerangi hilangnya habitatnflora dan fauna dan menumbuhkan kesadaran lingkungan masyarakat, utamanya di kawasan Bali.
Proyek ini digagas sebagai bentuk protes atas semakin minimnya tempat perlindungan bagi flora dan fauna lokal, serta masyarakat yang mengandalkan sumber daya alam untuk mata pencaharian mereka.
Melalui penceritaan yang kuat dan visual yang memukau, film Memijak Jiwa menyoroti perjuangan masyarakat dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pembangunan yang merajalela dan sering kali lebih mengedepankan keuntungan daripada kelestarian lingkungan alam.
Proyek film ini dipublikasikan 1 bulan lalu di akun YouTube Jiwa Community Garden dengan lebih dari seribu penayangan saat ini. Di dalam trailer Memijak Jiwa digambarkan kehidupan berbagai karakter yang sangat terhubung dengan tanah dan tradisi masyarakat di Pulau Dewata.
Mereka terpaksa menghadapi dilema yang mencerminkan isu-isu sosial yang lebih luas, hanya sebatas untuk menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pengelolaan lingkungannya.
Ketika masyarakat bergulat dengan tantangan-tantangan ini, mereka menemukan kekuatan dalam persatuan, dengan memanfaatkan nilai-nilai dan praktik-praktik budaya yang mereka anut untuk mengadvokasi hak-hak mereka dan melindungi lingkungan mereka.
Sinematografi dalam film Memijak Jiwa memainkan peran penting dalam menyampaikan pesannya. Film ini menyandingkan adegan-adegan tanaman hijau yang subur dan lanskap yang tenang dengan gambar-gambar yang mencolok dari deforestasi dan perluasan kota yang semakin banyak mengubah tatanan Pulau Bali itu sendiri.
Kontras ini berfungsi untuk menekankan urgensi dari situasi yang ada. Visualnya dilengkapi dengan pilihan musik artistik yang membangkitkan rasa nostalgia dan kerinduan akan kehidupan yang lebih harmonis. Cuplikan dokumenter ini berusaha menggambarkan bagaimana globalisasi merambah cara-cara hidup tradisional orang Bali dan apa artinya menjadi orang Bali di dunia yang berubah dengan cepat.
Baca juga: Film Dokumenter 17 Surat Cinta Serukan Perlindungan Hutan
Kisah-kisah mereka beresonansi dengan penonton yang berada di luar Bali, mendorong penonton untuk mempertimbangkan hubungan mereka sendiri dengan alam dan masyarakat di wilayah tinggalnya sendiri.
Memijak Jiwa juga mengundang bahasan soal konsumerisme dan pilihan gaya hidup. Pada era di mana kenyamanan hidup manusia sering kali mengalahkan aspek keberlanjutan. Film ini menantang penonton untuk mempertanyakan kebiasaan mereka sendiri dan mempertimbangkan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.