Pengamat Sebut PPN 12% untuk Netflix Cs Kurang Tepat, Usul Cara Lain
18 December 2024 |
19:34 WIB
Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen terhadap layanan streaming seperti Netflix, Disney+ Hotstar, Viu, dan lainnya dinilai tidak tepat. Alih-alih menaikkan PPN, pemerintah diminta memaksa perusahaan tersebut membentuk badan usaha tetap agar memperoleh pendapatan yang lebih besar.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology Institute Heru Sutadi menilai bahwa layanan over the top (OTT) seperti Netflix, Disney+ Hotstar, Viu, bukan termasuk kategori barang atau jasa mewah, mengingat biaya untuk berlangganannya yang tidak mahal, yakni tidak sampai jutaan rupiah per tahun.
”Sehingga memang perlu dipertimbangkan kembali kalau misalnya dikenakan pajak 12 persen, apalagi misalnya nanti internet kena juga 12 persen,” katanya kepada Hypeabis.id pada Rabu (18/12/2024).
Baca juga: Cek Perincian Barang dan Jasa Premium yang Kena PPN 12% per 1 Januari 2025
Heru mengatakan, PPN 12 persen seharusnya hanya untuk jenis barang atau jasa yang masuk dalam kategori mewah jika mengacu kepada pernyataan Presiden Prabowo Subianto.
Dia menyarankan pemerintah agar mendesak para platform layanan OTT yang ada di dalam negeri untuk memiliki badan usaha tetap di Indonesia, jika ingin menarik pajak yang lebih besar dari para pelaku usaha tersebut.
Pemerintah dapat memperoleh pemasukan selain PPN ketika pelaku usaha OTT membentuk badan usaha tetap yang nilainya jauh lebih besar. Selain itu, tenaga kerja di dalam negeri juga dapat terserap saat mereka membentuk badan usaha di lingkup wilayah Indonesia.
“Ini kan yang masih belum dijalankan, dengan kewajiban misalnya mereka memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” ujarnya.
Heru menilai, Direktorat Pajak perlu mencari model-model baru yang dapat membuat pendapatan negara bisa menjadi lebih besar lagi dari platform over the top yang eksis saat ini. ”Ini kan yang selama ini saya suarakan, agar memaksa mereka OTT-OTT itu memiliki badan usaha tetap di Indonesia dan dikenakan pajak,” imbuhnya.
Untuk diketahui, sebelumnya, pemerintah mengungkapkan platform video streaming seperti Netflix, Viu, Disney+ Hotstar, dan yang lainnya akan terkena pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen.
Sementara itu, dalam video konferensi pers paket kebijakan ekonomi di akun YouTube Kementerian Keuangan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah tidak mengenakan PPN terhadap barang yang masuk dalam kategori kebutuhan pokok.
”Beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, rumah sederhana, dan pemakaian air bebas PPN,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyisir barang dan jasa yang masuk dalam kategori premium untuk dikenakan PPN 12 persen.
Dia mencontohkan, barang dan jasa yang masuk dalam kategori premium atau mewah seperti rumah sakit kelas VIP, pendidikan standar internasional dengan biaya yang mahal hingga ratusan juta, listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600V, dan produk premium lainnya.
Baca juga: Daftar Barang dan Jasa yang Bebas PPN 12 Persen Mulai Januari 2025
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology Institute Heru Sutadi menilai bahwa layanan over the top (OTT) seperti Netflix, Disney+ Hotstar, Viu, bukan termasuk kategori barang atau jasa mewah, mengingat biaya untuk berlangganannya yang tidak mahal, yakni tidak sampai jutaan rupiah per tahun.
”Sehingga memang perlu dipertimbangkan kembali kalau misalnya dikenakan pajak 12 persen, apalagi misalnya nanti internet kena juga 12 persen,” katanya kepada Hypeabis.id pada Rabu (18/12/2024).
Baca juga: Cek Perincian Barang dan Jasa Premium yang Kena PPN 12% per 1 Januari 2025
Heru mengatakan, PPN 12 persen seharusnya hanya untuk jenis barang atau jasa yang masuk dalam kategori mewah jika mengacu kepada pernyataan Presiden Prabowo Subianto.
Dia menyarankan pemerintah agar mendesak para platform layanan OTT yang ada di dalam negeri untuk memiliki badan usaha tetap di Indonesia, jika ingin menarik pajak yang lebih besar dari para pelaku usaha tersebut.
Pemerintah dapat memperoleh pemasukan selain PPN ketika pelaku usaha OTT membentuk badan usaha tetap yang nilainya jauh lebih besar. Selain itu, tenaga kerja di dalam negeri juga dapat terserap saat mereka membentuk badan usaha di lingkup wilayah Indonesia.
“Ini kan yang masih belum dijalankan, dengan kewajiban misalnya mereka memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” ujarnya.
Heru menilai, Direktorat Pajak perlu mencari model-model baru yang dapat membuat pendapatan negara bisa menjadi lebih besar lagi dari platform over the top yang eksis saat ini. ”Ini kan yang selama ini saya suarakan, agar memaksa mereka OTT-OTT itu memiliki badan usaha tetap di Indonesia dan dikenakan pajak,” imbuhnya.
Untuk diketahui, sebelumnya, pemerintah mengungkapkan platform video streaming seperti Netflix, Viu, Disney+ Hotstar, dan yang lainnya akan terkena pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen.
Sementara itu, dalam video konferensi pers paket kebijakan ekonomi di akun YouTube Kementerian Keuangan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah tidak mengenakan PPN terhadap barang yang masuk dalam kategori kebutuhan pokok.
”Beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, rumah sederhana, dan pemakaian air bebas PPN,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyisir barang dan jasa yang masuk dalam kategori premium untuk dikenakan PPN 12 persen.
Dia mencontohkan, barang dan jasa yang masuk dalam kategori premium atau mewah seperti rumah sakit kelas VIP, pendidikan standar internasional dengan biaya yang mahal hingga ratusan juta, listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600V, dan produk premium lainnya.
Baca juga: Daftar Barang dan Jasa yang Bebas PPN 12 Persen Mulai Januari 2025
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.