Begini Proses Kreatif Eka Kurniawan saat Menulis Cerpen Mat Pisau
17 December 2024 |
18:32 WIB
Nama Eka Kurniawan di dunia sastra Indonesia tentu sudah tidak asing lagi. Terbaru, peraih Prince Clause Awards itu kembali menerbitkan ulang karyanya, Lelaki Harimau (2004). Uniknya, dalam perilisan ulang ini, Eka juga menyertakan cerpen bertajuk Mat Pisau, sebagai hadiah bagi para penggemar.
Ditulis pertama kali pada 2004, penerbitan ulang ini juga menandai 20 tahun Lelaki Harimau setelah dirilis ke publik. Berbeda dari sampul sebelumnya, Eka kali ini kembali meminta seniman Wulang Sunu, setelah sempat menggambar sampul untuk Novel terakhirnya, Anjing Mengeong Kucing Menggonggong (AMKM) pada 2024.
Berkisah tentang remaja yang diabaikan, Mat Pisau hanya terdiri dari 24 lembar halaman. Hampir mirip dengan AMKM, Eka sepertinya ingin memberi gambaran bagaimana seharusnya seseorang bersikap dalam memandang liyan, atau bertenggang rasa lebih tepatnya. Terutama dalam memaknai kesenjangan sosial.
Baca juga: Eka Kurniawan Rayakan Dua Dekade Novel Lelaki Harimau dengan Cover dan Cerpen Baru
Menurut Eka, cerita Mat Pisau sebenarnya terinspirasi dari penjaja pisau keliling yang sering dilihat di lingkungan rumahnya. Akan tetapi, pada titik tertentu, sebagaimana tugas seorang pengarang, Eka kemudian memasukkan karakter lain yang dirasa tepat untuk menggambarkan kegelisahannya.
"Nah proses perubahan sudut pandang inilah yang membuat aku merasa senang untuk penulis. Sebab buatku proses menulis itu proses penemuan juga, karena menulis itu memang harus dibuat semenyenangkan mungkin," katanya saat ditemui Hypeabis.id di kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Senin, (16/12/2024).
Penulis Cantik Itu Luka, itu mengungkap ketika seseorang menulis, inspirasi memang bisa berasal dari mana saja. Akan tetapi untuk dapat menerjemahkan ide tersebut, diperlukan pemantik. Membaca buku, menurutnya, juga bisa menjadi cara yang pas untuk memecah kebuntuan saat gagasan mampat.
Terkait simbolisasi pisau yang digunakan dalam karakter cerpen terbarunya, Eka juga memiliki pandangan menarik. Menurutnya, setiap orang juga memiliki pisaunya masing-masing yang harus diasah setiap hari agar semakin mahir, tapi mereka juga harus berhati-hati dalam menggunakan kelebihan tersebut.
Seturut jalannya penulisan cerpen, Eka tetap fokus pada simbolisasi pisau untuk premis cerita. Simbol piasu ini menurutnya juga bisa berarti apa saja dalam realitas sosial, terutama saat mengaitkan karakter dalam cerpen tersebut dengan kisah perundungan yang dialami oleh sang persona utama.
"Proses penulisan cerpen ini juga mengalir saja, bukan berarti tidak ada struktur. Sebab, struktur itu bisa diciptakan sambil jalan juga, termasuk dengan beat pembukaan cerpen, yang nantinya bisa diedit saat naskahnya sudah selesai," imbuhnya.
Cerpen Mat Pisau berkisah tentang seorang remaja yang terbuang dari masyarakat dan tidak dianggap oleh sekelilingnya. Bahkan dia sering bertanya pada dirinya sendiri, apakah kehadirannya adalah sebuah gangguan atau anugerah, baik oleh keluarga ataupun teman-temannya.
Sebagai seorang anak, Mat juga yakin jika dia pergi ibunya tak akan mencarinya. Ibunya mungkin sedikit sedih, tapi kesedihan tersebut akan sembuh karena tertimbun oleh kesedihan lain. sementara itu, di tempatnya bersekolah, dia juga tidak pernah dianggap, atau sebatas angin lalu.
Namun, momen tersebut akhirnya berubah setelah dia menemukan sebilah pisau pramuka berkarat di gerbang sekolah. Berkat pisau inilah Mat akhirnya populer di kalangan teman-teman sekelas dan tempat tinggalnya. Terlebih setelah dia berhasil bermain akrobat dengan belasan pisau di tangannya.
Adapun, Eka Kurniawan merupakan salah satu penulis Indonesia yang karya-karyanya sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Novelnya yang sudah terbit adalah Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), dan O (2016).
Selain menulis sastra, dia juga menerbitkan kumpulan cerita pendek Sumur (2021), kumpulan esai Tragedi Komediku (2023), dan menulis beberapa skenario film bagi para sineas di Tanah Air. Pada 2016, dia terpilih sebagai penulis Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize.
Baca juga: Menilik Proses Penggarapan Naskah Sutradara Edwin & Novelis Eka Kurniawan di Film Monster Pabrik Rambut
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Ditulis pertama kali pada 2004, penerbitan ulang ini juga menandai 20 tahun Lelaki Harimau setelah dirilis ke publik. Berbeda dari sampul sebelumnya, Eka kali ini kembali meminta seniman Wulang Sunu, setelah sempat menggambar sampul untuk Novel terakhirnya, Anjing Mengeong Kucing Menggonggong (AMKM) pada 2024.
Berkisah tentang remaja yang diabaikan, Mat Pisau hanya terdiri dari 24 lembar halaman. Hampir mirip dengan AMKM, Eka sepertinya ingin memberi gambaran bagaimana seharusnya seseorang bersikap dalam memandang liyan, atau bertenggang rasa lebih tepatnya. Terutama dalam memaknai kesenjangan sosial.
Baca juga: Eka Kurniawan Rayakan Dua Dekade Novel Lelaki Harimau dengan Cover dan Cerpen Baru
Menurut Eka, cerita Mat Pisau sebenarnya terinspirasi dari penjaja pisau keliling yang sering dilihat di lingkungan rumahnya. Akan tetapi, pada titik tertentu, sebagaimana tugas seorang pengarang, Eka kemudian memasukkan karakter lain yang dirasa tepat untuk menggambarkan kegelisahannya.
"Nah proses perubahan sudut pandang inilah yang membuat aku merasa senang untuk penulis. Sebab buatku proses menulis itu proses penemuan juga, karena menulis itu memang harus dibuat semenyenangkan mungkin," katanya saat ditemui Hypeabis.id di kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Senin, (16/12/2024).
Penulis Cantik Itu Luka, itu mengungkap ketika seseorang menulis, inspirasi memang bisa berasal dari mana saja. Akan tetapi untuk dapat menerjemahkan ide tersebut, diperlukan pemantik. Membaca buku, menurutnya, juga bisa menjadi cara yang pas untuk memecah kebuntuan saat gagasan mampat.
Terkait simbolisasi pisau yang digunakan dalam karakter cerpen terbarunya, Eka juga memiliki pandangan menarik. Menurutnya, setiap orang juga memiliki pisaunya masing-masing yang harus diasah setiap hari agar semakin mahir, tapi mereka juga harus berhati-hati dalam menggunakan kelebihan tersebut.
Seturut jalannya penulisan cerpen, Eka tetap fokus pada simbolisasi pisau untuk premis cerita. Simbol piasu ini menurutnya juga bisa berarti apa saja dalam realitas sosial, terutama saat mengaitkan karakter dalam cerpen tersebut dengan kisah perundungan yang dialami oleh sang persona utama.
"Proses penulisan cerpen ini juga mengalir saja, bukan berarti tidak ada struktur. Sebab, struktur itu bisa diciptakan sambil jalan juga, termasuk dengan beat pembukaan cerpen, yang nantinya bisa diedit saat naskahnya sudah selesai," imbuhnya.
Cerpen Mat Pisau berkisah tentang seorang remaja yang terbuang dari masyarakat dan tidak dianggap oleh sekelilingnya. Bahkan dia sering bertanya pada dirinya sendiri, apakah kehadirannya adalah sebuah gangguan atau anugerah, baik oleh keluarga ataupun teman-temannya.
Sebagai seorang anak, Mat juga yakin jika dia pergi ibunya tak akan mencarinya. Ibunya mungkin sedikit sedih, tapi kesedihan tersebut akan sembuh karena tertimbun oleh kesedihan lain. sementara itu, di tempatnya bersekolah, dia juga tidak pernah dianggap, atau sebatas angin lalu.
Namun, momen tersebut akhirnya berubah setelah dia menemukan sebilah pisau pramuka berkarat di gerbang sekolah. Berkat pisau inilah Mat akhirnya populer di kalangan teman-teman sekelas dan tempat tinggalnya. Terlebih setelah dia berhasil bermain akrobat dengan belasan pisau di tangannya.
Adapun, Eka Kurniawan merupakan salah satu penulis Indonesia yang karya-karyanya sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Novelnya yang sudah terbit adalah Cantik Itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), dan O (2016).
Selain menulis sastra, dia juga menerbitkan kumpulan cerita pendek Sumur (2021), kumpulan esai Tragedi Komediku (2023), dan menulis beberapa skenario film bagi para sineas di Tanah Air. Pada 2016, dia terpilih sebagai penulis Indonesia pertama yang dinominasikan untuk Man Booker International Prize.
Baca juga: Menilik Proses Penggarapan Naskah Sutradara Edwin & Novelis Eka Kurniawan di Film Monster Pabrik Rambut
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.