Review Film Racun Sangga, Horor Atmosferik yang Asyik Diikuti
13 December 2024 |
17:30 WIB
Tidak semua film horor semata mengandalkan visualisasi makhluk gaib untuk memancing rasa ketakutan penonton. Film Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga karya sutradara Rizal Mantovani misalnya, lebih berfokus pada pembangunan suasana atau atmosfer dengan balutan cerita yang gelap.
Dalam film ini, Rizal tidak lagi menyuguhkan unsur thriller dan gore. Adegan jumpscare yang terkadang tidak penting pun lebih minim. Rizal kali ini berfokus pada sisi atmosferik dengan sentuhan body horror yang terasa memberi penyegaran.
Kolaborasi ke sekian bersama studio Soraya Intercine Films dan diproduseri langsung oleh Sunil Soraya tampak memberikan sentuhan yang spesial. Naskah skenario film ini yang ditulis Gusti Gina, orang pertama yang menyebarkan cerita lewat utas media sosial, juga memberi warna baru.
Baca juga: Kenalan dengan Para Pemain Film Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga
Gusti mampu menaruh fondasi yang apik pada naskah yang berbasis utas ini. Gaya pendekatan ceritanya yang hanya berfokus pada sudut pandang korban, membuat penonton menjadi lebih mudah membangun empati.
Dalam penulisannya, pelaku pun tak dipertontonkan dengan gamblang. Dia lebih memilih untuk membuatnya berada di ranah abu-abu. Formula misteri yang membuat cerita dengan klaim “kisah nyata” ini punya daya magnet kuat.
Rizal Mantovani mengeksekusi film ini dengan membangun worldbuilding atau dunia latar dengan apik. Mulanya, dengan memanfaatkan arsip dokumen lawas, lalu disusul dengan narasi tentang sihir, visual lokasi yang penuh hutan, yang membuat kesan misteri “kisah nyata” makin kuat.
Saat film dimulai, pengenalan karakter di dalamnya juga terkesan mulus. Secara perlahan, penonton dapat menyusun benang merah antara hubungan satu tokoh dengan tokoh lain.
Film Racun Sangga mengikuti kisah Maya (diperankan oleh Frederica Cull) yang bertemu dengan Andi di sebuah majelis. Keduanya akhirnya menikah. Akan tetapi, bukannnya bahagia, keduanya justru diterpa berbagai ujian.
Tubuh Andi mendadak penuh luka. Dia rupanya terkena santet Racun Sangga yang terkenal mematikan. Pasutri ini kemudian saling bahu-membahu mengobati santet dengan berbagai cara.
Hal menarik dari film ini bukan terletak pada misteri siapa pelaku yang mengirim santet. Fokus filmnya justru pada bagaimana cara kerja santet, efek buruk bagi yang terkena, dan upaya para korban untuk mengatasinya.
Latar belakang dua tokoh utama, yakni Maya dan Andi, yang berasal dari keluarga religius membuat tantangan penyelesaian makin kompleks. Keduanya, tentu tak bisa mencari penyembuhan dengan cara-cara yang tidak sesuai ajaran.
Kendati demikian, film ini mampu mencari jalan tengah menarik untuk menyeimbangkan aspek klenik dan agamis dari masalah yang ada. Keduanya tak saling bertentangan, bahkan pesan soal keimanan tetap jadi nilai yang penting.
Dalam film ini, Rizal membangun aspek ketakutan lewat suasana yang mencekam. Secara perlahan, santet yang telah ada di tubuh Andi makin menyebar dan menguat. Karakter ini pun mendapat perubahan fisik dan psikis yang kuat.
Secara visual, efek santet membuat tubuh penuh luka. Terjadi transformasi tubuh yang makin mencekam pada diri Andi. Elemen body horror menjadi sajian yang apik sepanjang menonton film ini. Terlebih, permainan SFX makeup juga dibuat serealistis mungkin dan tidak berlebihan.
Secara psikologis, Andi juga mulai menunjukkan tanda-tanda keanehan. Dimulai dari sering bengong, terkadang impulsif dengan menyakiti diri sendiri, sampai melakukan gerakan tertentu ketika tidur.
Baca juga: Produser Sunil Soraya Potong Adegan 1 Jam di Film Racun Sangga, Kenapa?
Film ini meramu berbagai kejadian aneh dengan beragam variasi, terkadang menggunakan kamera dengan teknik bidikan POV, di sisi lain juga memanfaatkan kamera CCTV. Hal ini seolah membuat kejadian itu lebih realistis.
Semua hal itu didukung dengan sound design yang dibangun oleh komposer Aghi Narottama. Scoring dengan ambience statis, terkadang naik bergaya Shepard Tone mampu menjaga ketegangan penonton terjaga sepanjang film.
Hal menarik lain dari film ini ialah perihal penokohan. Sebagai sebuah film yang menceritakan keluarga muda, gambaran peran dalam hubungan suami istri kali ini juga menarik. Andi dan Maya tampak memberi gambaran kaum urban.
Keduanya tinggal di sebuah kehidupan yang sudah modern. Karakter Maya, yang menjadi istri, tidak digambarkan sebagai ibu rumah tangga. Dia turut bekerja di sebuah instansi kelurahan.
Bahkan, ketika suaminya terkena santet, peran kepala keluarga tampak diambil alih Maya. Dia yang memimpin berbagai hal, dari ekonomi, itu ditunjukan dengan dia masih bekerja, sampai keputusan penting, itu ditunjukan ketika Maya ingin membawa Andi ke pengobatan alternatif.
Dua karakter ini, benar-benar dihidupkan dengan baik oleh Frederica Cull dan Fahad Haydra. Keduanya terbilang pendatang baru dan terasa pas untuk tipikal film kisah nyata, yang membutuhkan aspek-aspek tertentu untuk membuatnya terasa lebih membumi.
Film Racun Sangga pada akhirnya mampu memberikan perpaduan horor atmosferik, misteri, dan kengerian lewat body horror dengan sentuhan kelokalan. Film ini mulai tayang di bioskop pada 12 Desember 2024.
Baca juga: Review Film My Annoying Brother, Melawan Keterpurukan dengan Support System
.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dalam film ini, Rizal tidak lagi menyuguhkan unsur thriller dan gore. Adegan jumpscare yang terkadang tidak penting pun lebih minim. Rizal kali ini berfokus pada sisi atmosferik dengan sentuhan body horror yang terasa memberi penyegaran.
Kolaborasi ke sekian bersama studio Soraya Intercine Films dan diproduseri langsung oleh Sunil Soraya tampak memberikan sentuhan yang spesial. Naskah skenario film ini yang ditulis Gusti Gina, orang pertama yang menyebarkan cerita lewat utas media sosial, juga memberi warna baru.
Baca juga: Kenalan dengan Para Pemain Film Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga
Still Photo film Racun Sangga (Sumber gambar: Instagram/racunsanggafilm)
Dalam penulisannya, pelaku pun tak dipertontonkan dengan gamblang. Dia lebih memilih untuk membuatnya berada di ranah abu-abu. Formula misteri yang membuat cerita dengan klaim “kisah nyata” ini punya daya magnet kuat.
Rizal Mantovani mengeksekusi film ini dengan membangun worldbuilding atau dunia latar dengan apik. Mulanya, dengan memanfaatkan arsip dokumen lawas, lalu disusul dengan narasi tentang sihir, visual lokasi yang penuh hutan, yang membuat kesan misteri “kisah nyata” makin kuat.
Saat film dimulai, pengenalan karakter di dalamnya juga terkesan mulus. Secara perlahan, penonton dapat menyusun benang merah antara hubungan satu tokoh dengan tokoh lain.
Film Racun Sangga mengikuti kisah Maya (diperankan oleh Frederica Cull) yang bertemu dengan Andi di sebuah majelis. Keduanya akhirnya menikah. Akan tetapi, bukannnya bahagia, keduanya justru diterpa berbagai ujian.
Still Photo film Racun Sangga (Sumber gambar: Instagram/racunsanggafilm)
Hal menarik dari film ini bukan terletak pada misteri siapa pelaku yang mengirim santet. Fokus filmnya justru pada bagaimana cara kerja santet, efek buruk bagi yang terkena, dan upaya para korban untuk mengatasinya.
Latar belakang dua tokoh utama, yakni Maya dan Andi, yang berasal dari keluarga religius membuat tantangan penyelesaian makin kompleks. Keduanya, tentu tak bisa mencari penyembuhan dengan cara-cara yang tidak sesuai ajaran.
Kendati demikian, film ini mampu mencari jalan tengah menarik untuk menyeimbangkan aspek klenik dan agamis dari masalah yang ada. Keduanya tak saling bertentangan, bahkan pesan soal keimanan tetap jadi nilai yang penting.
Dalam film ini, Rizal membangun aspek ketakutan lewat suasana yang mencekam. Secara perlahan, santet yang telah ada di tubuh Andi makin menyebar dan menguat. Karakter ini pun mendapat perubahan fisik dan psikis yang kuat.
Secara visual, efek santet membuat tubuh penuh luka. Terjadi transformasi tubuh yang makin mencekam pada diri Andi. Elemen body horror menjadi sajian yang apik sepanjang menonton film ini. Terlebih, permainan SFX makeup juga dibuat serealistis mungkin dan tidak berlebihan.
Secara psikologis, Andi juga mulai menunjukkan tanda-tanda keanehan. Dimulai dari sering bengong, terkadang impulsif dengan menyakiti diri sendiri, sampai melakukan gerakan tertentu ketika tidur.
Baca juga: Produser Sunil Soraya Potong Adegan 1 Jam di Film Racun Sangga, Kenapa?
Still Photo film Racun Sangga (Sumber gambar: Instagram/racunsanggafilm)
Semua hal itu didukung dengan sound design yang dibangun oleh komposer Aghi Narottama. Scoring dengan ambience statis, terkadang naik bergaya Shepard Tone mampu menjaga ketegangan penonton terjaga sepanjang film.
Hal menarik lain dari film ini ialah perihal penokohan. Sebagai sebuah film yang menceritakan keluarga muda, gambaran peran dalam hubungan suami istri kali ini juga menarik. Andi dan Maya tampak memberi gambaran kaum urban.
Keduanya tinggal di sebuah kehidupan yang sudah modern. Karakter Maya, yang menjadi istri, tidak digambarkan sebagai ibu rumah tangga. Dia turut bekerja di sebuah instansi kelurahan.
Bahkan, ketika suaminya terkena santet, peran kepala keluarga tampak diambil alih Maya. Dia yang memimpin berbagai hal, dari ekonomi, itu ditunjukan dengan dia masih bekerja, sampai keputusan penting, itu ditunjukan ketika Maya ingin membawa Andi ke pengobatan alternatif.
Dua karakter ini, benar-benar dihidupkan dengan baik oleh Frederica Cull dan Fahad Haydra. Keduanya terbilang pendatang baru dan terasa pas untuk tipikal film kisah nyata, yang membutuhkan aspek-aspek tertentu untuk membuatnya terasa lebih membumi.
Film Racun Sangga pada akhirnya mampu memberikan perpaduan horor atmosferik, misteri, dan kengerian lewat body horror dengan sentuhan kelokalan. Film ini mulai tayang di bioskop pada 12 Desember 2024.
Baca juga: Review Film My Annoying Brother, Melawan Keterpurukan dengan Support System
.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.