Deretan Film Indonesia Menembus 3 Festival Film Bergengsi Dunia
31 August 2021 |
14:09 WIB
Belum lama ini film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas memenangkan Golden Leopard dari ajang Locarno Film Festival. Penghargaan tersebut jelas amat bergengsi. Namun, meski punya tradisi panjang dan merupakan salah satu festival film tertua di dunia, Locarno Film Festival belum sebesar sejumlah festival film yang kerap disebut sebagai Big 3.
Menurut berbagai sumber, salah satunya buku Film Festivals: History, Theory, Method, Practice, tiga festival film terbesar adalah: Venice, Cannes, dan Berlin.
GenHype mungkin kemudian akan bertanya-tanya, apakah ada film-film Indonesia yang berkompetisi bahkan memenangkan penghargaan di festival-festival tersebut? Jawabannya tentu saja ada. Berikut pembahasan festival-festival tersebut sekaligus film-film Indonesia yang berkiprah di sana.
1. Cannes Film Festival
Cannes Film Festival bermula dari keinginan Prancis menandingi Venice Film Festival yang dikuasai ideologi fasisme. Sempat dihelat pada 1939, Cannes terpaksa dihentikan, sebelum kemudian absen hingga Perang Dunia II berakhir. Baru pada 1946, Cannes menuntaskan perhelatan perdananya, dan bertahan hingga kini mencapai penyelenggaraannya yang ke-74.
Bagi kebanyakan orang, Cannes Film Festival adalah festival film paling bergengsi di dunia. Ribuan film yang dikirim ke festival ini disaring secara ketat untuk kemudian masuk ke dalam berbagai program pemutaran dan kategori kompetisi yang ada. Palme d’or adalah kategori tertinggi, menyusul berikutnya Grand Prix sebagai yang paling bergengsi kedua. Beberapa film dari Indonesia pernah masuk Cannes, meski tidak berkompetisi untuk kategori tertinggi.
Setidaknya ada tiga section yang pernah diisi film Indonesia, yakni Un Certain Regard (kategori yang menampilkan film-film dengan gaya cerita yang unik), La Semaine de la Critique (film-film pilihan International Critics’ week), dan Directors’ Fortnight. Film pendek Prenjak, yang masuk dalam La Semaine de la Critique, bahkan keluar sebagai pemenang.
Beberapa film Indonesia yang pernah berkiprah di Cannes di antaranya adalah:
- Tjoet Nja’ Dhien (La Semaine de la Critique)
- Daun di Atas Bantal (Un Certain Regard)
- Serambi (Un Certain Regard)
- Marlina Pembunuh dalam Empat Babak (Directors’ Fortnight)
- Kara Anak Sebatang Pohon (Directors’ Fortnight)
- The Fox Exploits The Tiger’s Might (La Semaine de la Critique)
- Prenjak (La Semaine de la Critique)—memenangkan Leica Cine Discovery Prize
2. Venice Film Festival
Venice Film Festival merupakan festival film tertua di dunia. Diadakan pada 1932 sebagai bagian dari ajang Venice Biennale, Venice Film Festival terus berkembang hingga akhirnya kerap dilihat sebagai satu entitas festival yang mandiri.
Meski menjadi yang tertua, jalan Venice Film Festival tidaklah mulus. Diadakan di Italia yang beraliansi dengan Jepang dan Jerman, Venice Film Festival dipengaruhi oleh cara pandang fasisme, yang mana Benito Mussolini bahkan Adolf Hitler ikut campur dalam keputusan festival.
Hal inilah yang kemudian membuat Venice Film Festival sempat dihindari, dan tergantikan posisinya oleh Cannes Film Festival. Venice Film Festival baru kembali bangkit pada 1980-an, berkat berbagai pembaharuan. Kini, festival ini bahkan terkenal sebagai pijakan film-film dunia yang ingin menarik perhatian di ajang Oscars.
Tentu, seperti halnya Cannes, Venice juga pernah memutarkan film-film Indonesia. Bahkan, film pendek karya Sidi Saleh, Maryam, memenangkan penghargaan film pendek terbaik pada section Horizons (kategori yang mengangkat karya dari talenta-talenta baru).
Beberapa film yang pernah berkiprah di Venice Film Festival antara lain:
- A Copy of My Mind (Horizons)
- Opera Jawa (Horizons)
- Kucumbu Tubuh Indahku (Horizons)
- Kado (Horizons)
- Maryam (Horizons)—memenangkan penghargaan film pendek terbaik
- Penggantian (Venice VR Expanded)
3. Berlin International Film Festival
Berlin International Film Festival adalah yang paling muda di antara ‘Big 3’ festival film. Festival yang jamak disebut Berlinale ini diadakan pada 1951, ketika Berlin masih terpecah menjadi Berlin Barat (Inggris, Prancis, Amerika Serikat) dan Berlin Timur (Uni Soviet).
Diadakan di Berlin Barat, Berlinale dicanangkan sebagai “showcase of the free world”, dengan maksud menyindir Berlin Timur yang kebebasannya cenderung terbatas karena dikuasai oleh Uni Soviet.
Lantaran motif politik pada masa itulah, Berlinale sering dibilang sebagai festival film paling politis. Walaupun, seiring berjalannya waktu, tembok Berlin akhirnya runtuh, dan Berlinale pun kini menjadi festival film dengan pengunjung publik terbanyak.
Pada festival ini, ada film Indonesia pernah berkompetisi untuk memperebutkan penghargaan tertinggi, yakni Postcards from the Zoo karya Edwin. Sayangnya, film panjang kedua Edwin tersebut tidak berhasil merebut penghargaan tertinggi Golden Bear.
Adapun, berikut film Indonesia yang berkiprah di Berlinale antara lain adalah:
- Bulan Tertusuk Ilalang (memenangkan FIREPRESCI Prize)
- Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (mendapat special mention pada Netpac Award)
- Laut Bercermin (Generation Kplus)
- Sekala Niskala (memenangkan Grand Prix of the Generation Kplus International Jury)
- Postcards from the Zoo (in competition for Golden Bear)
- Lembusura (kompetisi film pendek terbaik)
- Onomastika (Generation Kplus)
Editor: Fajar Sidik
Menurut berbagai sumber, salah satunya buku Film Festivals: History, Theory, Method, Practice, tiga festival film terbesar adalah: Venice, Cannes, dan Berlin.
GenHype mungkin kemudian akan bertanya-tanya, apakah ada film-film Indonesia yang berkompetisi bahkan memenangkan penghargaan di festival-festival tersebut? Jawabannya tentu saja ada. Berikut pembahasan festival-festival tersebut sekaligus film-film Indonesia yang berkiprah di sana.
1. Cannes Film Festival
Cannes Film Festival bermula dari keinginan Prancis menandingi Venice Film Festival yang dikuasai ideologi fasisme. Sempat dihelat pada 1939, Cannes terpaksa dihentikan, sebelum kemudian absen hingga Perang Dunia II berakhir. Baru pada 1946, Cannes menuntaskan perhelatan perdananya, dan bertahan hingga kini mencapai penyelenggaraannya yang ke-74.
Bagi kebanyakan orang, Cannes Film Festival adalah festival film paling bergengsi di dunia. Ribuan film yang dikirim ke festival ini disaring secara ketat untuk kemudian masuk ke dalam berbagai program pemutaran dan kategori kompetisi yang ada. Palme d’or adalah kategori tertinggi, menyusul berikutnya Grand Prix sebagai yang paling bergengsi kedua. Beberapa film dari Indonesia pernah masuk Cannes, meski tidak berkompetisi untuk kategori tertinggi.
Setidaknya ada tiga section yang pernah diisi film Indonesia, yakni Un Certain Regard (kategori yang menampilkan film-film dengan gaya cerita yang unik), La Semaine de la Critique (film-film pilihan International Critics’ week), dan Directors’ Fortnight. Film pendek Prenjak, yang masuk dalam La Semaine de la Critique, bahkan keluar sebagai pemenang.
Beberapa film Indonesia yang pernah berkiprah di Cannes di antaranya adalah:
- Tjoet Nja’ Dhien (La Semaine de la Critique)
- Daun di Atas Bantal (Un Certain Regard)
- Serambi (Un Certain Regard)
- Marlina Pembunuh dalam Empat Babak (Directors’ Fortnight)
- Kara Anak Sebatang Pohon (Directors’ Fortnight)
- The Fox Exploits The Tiger’s Might (La Semaine de la Critique)
- Prenjak (La Semaine de la Critique)—memenangkan Leica Cine Discovery Prize
2. Venice Film Festival
Venice Film Festival merupakan festival film tertua di dunia. Diadakan pada 1932 sebagai bagian dari ajang Venice Biennale, Venice Film Festival terus berkembang hingga akhirnya kerap dilihat sebagai satu entitas festival yang mandiri.
Meski menjadi yang tertua, jalan Venice Film Festival tidaklah mulus. Diadakan di Italia yang beraliansi dengan Jepang dan Jerman, Venice Film Festival dipengaruhi oleh cara pandang fasisme, yang mana Benito Mussolini bahkan Adolf Hitler ikut campur dalam keputusan festival.
Hal inilah yang kemudian membuat Venice Film Festival sempat dihindari, dan tergantikan posisinya oleh Cannes Film Festival. Venice Film Festival baru kembali bangkit pada 1980-an, berkat berbagai pembaharuan. Kini, festival ini bahkan terkenal sebagai pijakan film-film dunia yang ingin menarik perhatian di ajang Oscars.
Tentu, seperti halnya Cannes, Venice juga pernah memutarkan film-film Indonesia. Bahkan, film pendek karya Sidi Saleh, Maryam, memenangkan penghargaan film pendek terbaik pada section Horizons (kategori yang mengangkat karya dari talenta-talenta baru).
Beberapa film yang pernah berkiprah di Venice Film Festival antara lain:
- A Copy of My Mind (Horizons)
- Opera Jawa (Horizons)
- Kucumbu Tubuh Indahku (Horizons)
- Kado (Horizons)
- Maryam (Horizons)—memenangkan penghargaan film pendek terbaik
- Penggantian (Venice VR Expanded)
3. Berlin International Film Festival
Berlin International Film Festival adalah yang paling muda di antara ‘Big 3’ festival film. Festival yang jamak disebut Berlinale ini diadakan pada 1951, ketika Berlin masih terpecah menjadi Berlin Barat (Inggris, Prancis, Amerika Serikat) dan Berlin Timur (Uni Soviet).
Diadakan di Berlin Barat, Berlinale dicanangkan sebagai “showcase of the free world”, dengan maksud menyindir Berlin Timur yang kebebasannya cenderung terbatas karena dikuasai oleh Uni Soviet.
Lantaran motif politik pada masa itulah, Berlinale sering dibilang sebagai festival film paling politis. Walaupun, seiring berjalannya waktu, tembok Berlin akhirnya runtuh, dan Berlinale pun kini menjadi festival film dengan pengunjung publik terbanyak.
Pada festival ini, ada film Indonesia pernah berkompetisi untuk memperebutkan penghargaan tertinggi, yakni Postcards from the Zoo karya Edwin. Sayangnya, film panjang kedua Edwin tersebut tidak berhasil merebut penghargaan tertinggi Golden Bear.
Adapun, berikut film Indonesia yang berkiprah di Berlinale antara lain adalah:
- Bulan Tertusuk Ilalang (memenangkan FIREPRESCI Prize)
- Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (mendapat special mention pada Netpac Award)
- Laut Bercermin (Generation Kplus)
- Sekala Niskala (memenangkan Grand Prix of the Generation Kplus International Jury)
- Postcards from the Zoo (in competition for Golden Bear)
- Lembusura (kompetisi film pendek terbaik)
- Onomastika (Generation Kplus)
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.