(dari kiri ke kanan) Dian Sastrowardoyo, Aktris sekaligus Founder Yayasan Dian Sastrowardoyo, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie, dan Co-Founder Perempuan Inovasi dan Markoding Amanda Simandjuntak dalam acara diskusi

Urgensi Mendukung Peran Perempuan Indonesia pada Era Digitalisasi dan AI

27 November 2024   |   14:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Digitalisasi dan penerapan kecerdasan buatan (AI) tidak bisa dihindarkan seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi. Namun, keterlibatan perempuan dalam dunia kerja digital masih minim. Padahal, perempuan punya peran dan kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 
Co-Founder Perempuan Inovasi dan Markoding Amanda Simandjuntak mengatakan partisipasi perempuan di Indonesia dalam bidang teknologi masih terbilang rendah. Proporsi partisipasi perempuan di bidang teknologi, katanya, saat ini baru sekitar 22 persen. Angka itu paling rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
 
Padahal, lanjutnya, kesempatan atau kebutuhan untuk berkarier di bidang teknologi saat ini sangat besar. Dia memaparkan sampai tahun 2030, Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar 17 juta talenta digital. Sementara itu, saat ini, jumlah gap atau kekurangan untuk memenuhi kebutuhan itu masih diperlukan sekitar 9 juta talenta. 
 
"Artinya ada 9 juta [lowongan] pekerjaan enggak terisi. Makanya kalau perempuan-perempuan Indonesia bisa punya keterampilan digital dan IT yang mumpuni, itu kesempatannya besar sekali. Jadi sayang banget kalau perempuan Indonesia enggak bisa memanfaatkan itu," ujarnya saat ditemui Hypeabis.id di The Westin Jakarta, Selasa (26/11/2024). 

Baca juga: Jumlah Perempuan di Bidang Teknologi Masih Rendah, Ternyata Ini Penyebabnya!
 
Amanda juga menguraikan masih rendahnya angka partisipasi perempuan dalam bidang teknologi dikarenakan masih adanya stigma dan stereotipe bahwa perempuan dianggap kurang layak untuk terjun ke dalam bidang yang cenderung dipandang maskulin tersebut.
 
Termasuk, ada juga anggapan bahwa keterampilan logika atau berpikir perempuan masih kalah dibandingkan laki-laki, dan cenderung lebih mengutamakan perasaan. "Itu yang sebenarnya membuat kepercayaan diri perempuan jadi rendah untuk belajar dan terjun ke dunia teknologi," ucapnya.
 
Anggapan itu pun langsung dibantah oleh Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie. Dia memaparkan bahwa berdasarkan bukti-bukti penelitian ilmiah, perempuan sama sekali tidak berbeda dengan laki-laki dalam kemampuan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Termasuk, tidak ada perbedaan gender dalam hal kemampuan otak.
 
"Pada waktu bayi itu lahir, kita sudah mempunyai kemampuan matematika yang menjadi dasar dari suatu inovasi dan pertimbangan. Sama sekali tidak ada perbedaan gender di dalam kemampuan otak. Jadi kalau selama ini mungkin pernah dengar bahwa ada perbedaan gender, itu sama sekali tidak benar dalam bentuk saintifik," katanya dalam acara diskusi Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI di Jakarta, Selasa (26/11/2024).
 
Stella menambahkan inovasi baik di bidang digital maupun teknologi, datang dari pengalaman melihat atau observasi masalah-masalah yang ada di sekitar seseorang maupun kelompok. Menurutnya, perempuan memiliki kemampuan yang sangat jeli dalam melihat masalah-masalah di sekitarnya.
 
"Itulah yang harus kita ambil untuk mempertanyakan bagaimana dengan masalah-masalah atau isu-isu yang ada itu bisa kita olah menjadi inovasi-inovasi digital yang baru. Karena yang namanya inovasi digital itu tetap menuju kepada apa sebenarnya sesuatu yang baru itu bisa diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia," ujarnya. 

Baca juga: Hypereport: Memetik Inspirasi dari Para Kartini Masa Kini 
 

Para pembicara dalam acara diskusi

Para pembicara dalam acara diskusi "Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI" di The Westin Jakarta, Selasa (26/11/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Pentingnya Peran Perempuan

Kekurangan representasi perempuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak berantai. Secara khusus, dalam ranah kecerdasan buatan (AI), terutama dengan model bahasa besar (LLM), teknologi ini belajar dari data-data yang sering kali mencerminkan bias yang ada dalam masyarakat. 

Dia mencontohkan dengan pertanyaan sederhana yang diajukan kepada LLM, "berdasarkan data pendapatan orang-orang dengan latar belakang akademis dan pengalaman saya, berapa seharusnya gaji Stella Christie?".

Karena LLM dilatih dengan data dari dunia nyata, dan karena data tersebut mencerminkan pola sosial—seperti kesenjangan gaji yang terus ada di mana perempuan, meskipun dengan kualifikasi dan pengalaman yang setara, dibayar lebih rendah daripada laki-laki—model ini hampir pasti akan menyarankan gaji yang lebih rendah untuk Stella.

"Inilah yang menunjukkan mengapa representasi, keterlibatan, dan kepemimpinan perempuan dalam pengembangan AI bukan hanya penting, tetapi sangat krusial. Tanpa perspektif yang beragam dalam mengarahkan penciptaan teknologi ini, kita berisiko memperkuat bias-bias yang justru ingin kita hilangkan," kata perempuan lulusan Harvard University itu.
 
Stella juga menjelaskan salah satu tantangan terbesar perempuan pada era digitalisasi dan teknologi berbasis AI berkaitan dengan pendidikan tinggi di Indonesia yang belum optimal. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, paparnya, pemerintah akan segera menjalankan program yang berfokus pada pengembangan keterampilan digital mahasiswa, dengan prioritas khusus bagi perempuan.

"Oleh karena itu, pemerintah bersama mitra strategis berupaya menyediakan akses pelatihan coding, analisis data, dan pengelolaan proyek digital melalui platform daring bersubsidi atau gratis," katanya.

Dia menambahkan, pemerintah Indonesia harus mengambil peluang pekerjaan baru yang muncul pada era perkembangan teknologi AI yang semakin masif. Menurutnya, AI dapat membantu dalam mengatasi masalah-masalah seperti kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan dengan memberikan data dan analisis yang lebih baik.

"Pemanfaatan AI harus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, memperbaiki kualitas layanan publik, serta mendukung inovasi dan kreativitas," imbuhnya.
 
Amanda menuturkan pada era digital, keterampilan teknis seperti pemrograman, analisis data, dan pemahaman dasar AI adalah hal yang penting. Namun, soft skill seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, adaptasi terhadap perubahan, serta kemampuan bekerja dalam tim juga sangat esensial.
 
Menurutnya, agar perempuan bisa lebih berdaya di era digital, mereka harus mengedukasi diri sendiri untuk tidak sekadar menjadi konsumen, tetapi juga mempelajari bagaimana kerja sebuah teknologi seperti AI, termasuk apa saja yang menjadi keterbatasan dari teknologi tersebut.
 
Tak kalah penting ialah mengasah pemikiran yang kritis dan analitis untuk bisa membedakan atau mengecek fakta di era digital yang penuh dengan informasi bias. Termasuk, mengembangkan kemampuan kreativitas dan berkomunikasi.
 
"Jadi penting banget bagi perempuan untuk mengedukasi dirinya dengan perkembangan teknologi yang ada, sehingga nantinya bahkan enggak cuma sebagai pengguna atau konsumen, tapi bisa jadi kreatornya," ucapnya.
 
Dian Sastrowardoyo, Aktris sekaligus Founder Yayasan Dian Sastrowardoyo, menilai perkembangan teknologi dan AI seperti penggunaan Chat GPT dalam berbagai aspek kehidupan, perlu disikapi dengan bijak dan kritis.
 
Dia tidak menampik bahwa AI bisa membantu pekerjaan manusia di berbagai bidang. Namun, kerja dan kreativitas yang murni dari hasil daya cipta manusia, kata Dian, tetap diperlukan untuk menciptakan penemuan dan dobrakan baru dalam kehidupan.
 
"Pemanfaatan AI harus didasarkan pada nilai moral dan regulasi yang kuat untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, melainkan optimalisasi demi kemajuan bersama. Penting bagi kita untuk terus meningkatkan literasi digital agar semua orang dapat memahami dan menggunakan AI secara bertanggung jawab," katanya. 

Baca juga: Strategi Tingkatkan Daya Saing Perempuan Pelaku Usaha

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Demure yang Viral di TikTok Jadi Word of The Year 2024, Begini Maknanya

BERIKUTNYA

Cinta Tak Seindah Drama Korea Jadi Produksi Film Luar Negeri Pertama Sung Byoung-sook

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: