Menilik Cuplikan Kancah Seni Singapura dalam Pameran Urban Pulse di WTC Jakarta
20 November 2024 |
21:30 WIB
Kabar gembira buat para penikmat seni rupa di Jakarta. Kedutaan Besar Singapura di Jakarta, bekerja sama dengan Singapore Tourism Board, Jakarta Land, dan ISA Art and Design, menggelar pameran URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore pada Rabu, (20/11/24).
Dihelat di World Trade Centre (WTC) 2 Jakarta pada 18 November sampai 13 Desember 2024, seteleng ini menghadirkan senarai karya perupa kontemporer Singapura. Ekshibisi ini dibuka dan diresmikan oleh Duta Besar Republik Singapura untuk Indonesia, Kwok Fook Seng.
Total, terdapat 7 seniman asal Negeri Tumasek, itu yang karya-karyanya dipacak dalam pameran ini. Mereka adalah Aiman, Nathan Tan, Natasha Lim, Sophia Dominguez, Tammylyn Tuang, Xiaocong Ge, dan Ripple Root, sebuah kolektif seni yang digawangi oleh Liquan Liew dan Estella Ng.
Baca juga: Merefleksikan Pemikiran Sastrawan Kritis Era Kiwari di Pameran 100 Tahun AA Navis
Kwok Fook Seng mengatakan, karya-karya yang sebelumnya dipamerkan di Art Subs itu ingin mengeksplorasi berbagai medium seni rupa termutakhir. Ekshibisi ini juga mengkaji bagaimana realitas yang berubah memengaruhi kehidupan sehari-hari, nilai-nilai sosial, dan pengalaman kolektif penduduk Singapura.
"Pameran ini juga menyoroti posisi unik Singapura sebagai salah satu destinasi seni kontemporer terkemuka di Asia Tenggara, dengan mencari peluang dialog artistik lintas negara dan memperdalam apresiasi budaya regional antara Indonesia dan Singapura," katanya.
Selaras, Presiden Direktur ISA Art and Design, Deborah Iskandar mengatakan, karya para seniman yang ditampilkan merefleksikan bagaimana kehidupan kota membentuk persepsi, pengalaman, dan identitas manusia. Oleh mereka, gagasan tersebut kemudian diejawantahkan dalam berbagai medium seni, baik lukisan hingga karya video.
Deborah menjelaskan, seiring dengan ekosistem seni Asia Tenggara yang terus berkembang, pameran ini juga menawarkan gambaran sekilas tentang masa depan seni kontemporer di kawasan ini. Terlebih dunia seni Singapura juga merefleksikan warisan multikultural dan perspektif yang beragam.
Merujuk pada prinsip-prinsip fenomenologis yang dicetuskan oleh Maurice Merleau-Ponty tentang "raga yang dihidupi", senarai karya dalam seteleng ini mengajak audiens untuk mempertimbangkan pengalaman hidup metropolitan, di mana garis antara batas pribadi dan kolektif serta tradisi dan modernitas senantiasa bergerak
"Kami sangat senang dapat membawa beberapa contoh karya seni terbaru Singapura ke Indonesia. Tema-tema kontemporer dan pendekatan kreatif para seniman di Indonesia dan Singapura memiliki banyak kesamaan," katanya.
Mohamed Hafez Marican, Area Director, Singapore Tourism Board (STB), Indonesia, mengatakan pameran URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore juga dihelat sebagai jembatan budaya antara Indonesia dan Singapura untuk lebih mendekatkan hubungan antar negara lewat kesenian.
Lain dari itu, pameran ini juga sekaligus menjadi pendahuluan untuk Singapore Art Week (SAW) 2025. Dia berharap lewat pameran ini para penggemar seni dari Indonesia dapat lebih membenamkan diri dalam rangkaian acara dan pengalaman seni yang unik dan beragam di Singapura.
"Pemeran ini diharap dapat berfungsi sebagai jembatan antara visi artistik Indonesia dan Singapura. Semoga ekshibisi ini dapat menginspirasi lebih banyak pengunjung Indonesia untuk menjelajahi lanskap kreatif Singapura serta berbagai kesempatan yang kota kami tawarkan," katanya.
Salah satu karya yang pantang dilewatkan dalam pameran ini adalah karya bertajuk #555c5e dan #666562 dari perupa Aiman. Lewat karya menggunakan medium cat minyak di atas linen itu, sang seniman berusaha menyatukan alam dan urbanitas di Singapura menggunakan desain biofilik.
Dalam dua karyanya, Aiman tak hanya memadukan antara lanskap gurun dan laut, atau lautan yang satu dengan lautan yang lain laiknya puzzle. Lebih dari itu, sang seniman juga mengeksplorasi sintesis antar keduanya dengan memotong, dan menyusun kembali fragmen gambar yang terintegrasi satu sama lain.
"Lanskap yang terjalin antara adegan malam dan gurun, berfungsi sebagai metafora untuk memahami dan mengharmonisasikan ekosistem yang internal dan eksternal," kata sang seniman.
Pameran URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore berusaha memberikan gambaran mengenai SAW 2025, pada 17 hingga 26 Januari 2025. Memasuki edisi yang ke-13, SAW akan menjadi musim seni visual terlama di Asia Tenggara, dengan lebih dari 100 acara tersebar di seluruh Singapura.
Berlangsung selama 10 hari, SAW 2025 akan menampilkan karya dari seniman Singapura dan internasional, termasuk di antaranya S.E.A. Focus, ART SG, Light to Night Singapore dan Seeing Forest oleh Robert Zhao Renhui yang sebelumnya dipamerkan di Paviliun Singapura pada Biennale Arte 2024.
Baca juga: Pameran Primate Visions: Macaque Macabre & Dunia Fiksi Natasha Tontey
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dihelat di World Trade Centre (WTC) 2 Jakarta pada 18 November sampai 13 Desember 2024, seteleng ini menghadirkan senarai karya perupa kontemporer Singapura. Ekshibisi ini dibuka dan diresmikan oleh Duta Besar Republik Singapura untuk Indonesia, Kwok Fook Seng.
Total, terdapat 7 seniman asal Negeri Tumasek, itu yang karya-karyanya dipacak dalam pameran ini. Mereka adalah Aiman, Nathan Tan, Natasha Lim, Sophia Dominguez, Tammylyn Tuang, Xiaocong Ge, dan Ripple Root, sebuah kolektif seni yang digawangi oleh Liquan Liew dan Estella Ng.
Baca juga: Merefleksikan Pemikiran Sastrawan Kritis Era Kiwari di Pameran 100 Tahun AA Navis
Kwok Fook Seng mengatakan, karya-karya yang sebelumnya dipamerkan di Art Subs itu ingin mengeksplorasi berbagai medium seni rupa termutakhir. Ekshibisi ini juga mengkaji bagaimana realitas yang berubah memengaruhi kehidupan sehari-hari, nilai-nilai sosial, dan pengalaman kolektif penduduk Singapura.
"Pameran ini juga menyoroti posisi unik Singapura sebagai salah satu destinasi seni kontemporer terkemuka di Asia Tenggara, dengan mencari peluang dialog artistik lintas negara dan memperdalam apresiasi budaya regional antara Indonesia dan Singapura," katanya.
Dari kiri: Mohamed Hafez Marican, Area Director, Singapore Tourism Board, Duta Besar Republik Singapura untuk Indonesia, Kwok Fook Seng, Presiden Direktur ISA Art and Design, Deborah Iskandar, Seniman Aiman,saat pembukaan pameran Rabu (20/11/24). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Deborah menjelaskan, seiring dengan ekosistem seni Asia Tenggara yang terus berkembang, pameran ini juga menawarkan gambaran sekilas tentang masa depan seni kontemporer di kawasan ini. Terlebih dunia seni Singapura juga merefleksikan warisan multikultural dan perspektif yang beragam.
Merujuk pada prinsip-prinsip fenomenologis yang dicetuskan oleh Maurice Merleau-Ponty tentang "raga yang dihidupi", senarai karya dalam seteleng ini mengajak audiens untuk mempertimbangkan pengalaman hidup metropolitan, di mana garis antara batas pribadi dan kolektif serta tradisi dan modernitas senantiasa bergerak
"Kami sangat senang dapat membawa beberapa contoh karya seni terbaru Singapura ke Indonesia. Tema-tema kontemporer dan pendekatan kreatif para seniman di Indonesia dan Singapura memiliki banyak kesamaan," katanya.
Jembatan Budaya
Mohamed Hafez Marican, Area Director, Singapore Tourism Board (STB), Indonesia, mengatakan pameran URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore juga dihelat sebagai jembatan budaya antara Indonesia dan Singapura untuk lebih mendekatkan hubungan antar negara lewat kesenian. Lain dari itu, pameran ini juga sekaligus menjadi pendahuluan untuk Singapore Art Week (SAW) 2025. Dia berharap lewat pameran ini para penggemar seni dari Indonesia dapat lebih membenamkan diri dalam rangkaian acara dan pengalaman seni yang unik dan beragam di Singapura.
"Pemeran ini diharap dapat berfungsi sebagai jembatan antara visi artistik Indonesia dan Singapura. Semoga ekshibisi ini dapat menginspirasi lebih banyak pengunjung Indonesia untuk menjelajahi lanskap kreatif Singapura serta berbagai kesempatan yang kota kami tawarkan," katanya.
Salah satu karya yang pantang dilewatkan dalam pameran ini adalah karya bertajuk #555c5e dan #666562 dari perupa Aiman. Lewat karya menggunakan medium cat minyak di atas linen itu, sang seniman berusaha menyatukan alam dan urbanitas di Singapura menggunakan desain biofilik.
Katya Aiman bertajuk #555c5e dalam pameran URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
"Lanskap yang terjalin antara adegan malam dan gurun, berfungsi sebagai metafora untuk memahami dan mengharmonisasikan ekosistem yang internal dan eksternal," kata sang seniman.
Pameran URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore berusaha memberikan gambaran mengenai SAW 2025, pada 17 hingga 26 Januari 2025. Memasuki edisi yang ke-13, SAW akan menjadi musim seni visual terlama di Asia Tenggara, dengan lebih dari 100 acara tersebar di seluruh Singapura.
Berlangsung selama 10 hari, SAW 2025 akan menampilkan karya dari seniman Singapura dan internasional, termasuk di antaranya S.E.A. Focus, ART SG, Light to Night Singapore dan Seeing Forest oleh Robert Zhao Renhui yang sebelumnya dipamerkan di Paviliun Singapura pada Biennale Arte 2024.
Baca juga: Pameran Primate Visions: Macaque Macabre & Dunia Fiksi Natasha Tontey
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.