Pemeran Kawah Ojol Seniman Hyun Nahm, Kritik Kerentanan Tenaga Kerja Kontemporer
16 November 2024 |
22:29 WIB
Galeri seni ROH kembali menggelar pameran tunggal seniman asal Korea Selatan, Hyun Nahm bertajuk Kawah Ojol. Dibuka untuk publik mulai 20 November 2024 hingga 5 Januari 2025, pameran ini menampilkan koleksi 12 karya dengan beragam bentuk, dari dua dimensi, tiga dimensi, hingga instalasi.
Karya-karya yang ditampilkan merupakan hasil residensi sang seniman selama menjelajahi Indonesia dari Oktober 2023 hingga Februari 2024 lalu. Selama masa residensinya, Hyun Nahm mengunjungi beberapa tempat seperti Kawah Putih, Museum Geologi dan Tangkuban Perahu di Bandung, gunung Merapi di Yogyakarta, dan Kawah Ijen di Banyuwangi.
Perjalanannya ke sejumlah tempat, yang seluruhnya memiliki benang merah terkait gunung berapi itu, rupanya membawanya satu perenungan tentang kerentanan dan ketidakpastian. Dua hal ini pun tampak melandasi praktik keseniannya pada pameran ini.
Baca juga: Hidupkan Jejak Founding Father, Munasprok Gelar Pameran Memori Antik Tokoh Proklamasi
Satu karya yang mencuri perhatian adalah The Mine (2024). Pada karya instalasi tersebut, terpampang sebuah bercak, yang sekilas seperti sebuah cairan yang meleleh di lantai berbahan sulfur, di sudut ruangan tersebut.
Di bagian tengah karya tersebut, terdapat pecahan-pecahan helm motor dalam berbagai kondisi. Ada yang pecah menjadi bagian kecil-kecil, sedangkan yang lainnya masih menunjukkan bentuk setengah helm.
Jika diperhatikan, pecahan helm tersebut bukanlah helm biasa. Di bagian-bagian tertentunya, masih bisa kita temukan sejumlah logo maupun tulisan yang merujuk pada perusahaan-perusahaan ojek online.
Lewat visualisasi tersebut, sang seniman seolah tengah membicarakan ‘penambangan jenis baru’ yang komoditasnya bukan lagi batu bara, minyak bumi, atau emas, tetapi manusia.
Narasi kerentanan dan ketidakpastian itu juga misalnya muncul pada karya instalasi lain berjudul Puppeteer (Archipelago). Fokus karya ini memperluatkan visual motor yang tengah tergeletak di lantai.
Di motor dengan balutan corak hijau dan putih tersebut, tampak ada beberapa bagian cat yang mengelupas. Di Instalasi tersebut, beberapa sisinya tampak diikat sebuah tali yang menarik benda lain di ujungnya.
Instalasi ini cukup menarik karena seperti menempatkan motor sebagai dalang yang mengendalikan berbagai benda-benda di ujungnya melalui tali-tali tersebut.
Lain dari itu, Hyun Nahm kemudian juga mengeksplorasi water barrier, yang biasanya berada di pinggir jalan, menjadi instalasi yang reflektif. Berjudul Erupted (2024), bentuk water barrier itu tidak lagi utuh, sudah meleleh seumpama seperti terkena magna, yang tentu saja menjadikannya kehilangan fungsinya.
Padahal, secara fungsi aslinya, benda tersebut biasanya dipakai untuk mencegah pengendara memasuki jalur berlawanan arah. Di dalam karya itu, terdapat beberapa detail menarik, seperti kembali ditemukan bercak cairan berwarna kuning. Di dalamnya, juga terdapat sejumlah potongan kerangka mesin.
Dalam pameran ini, Hyun Nahm banyak menggabungkan bahan baku masa kini seperti epoksi, jesmonite, dan polistirena dengan teknik tradisional yang membuat intensi menarik tentang sesuatu yang akrab, tetapi sekaligus asing.
Lanskap-lanskap yang dipresentasikannya juga menyerukan ketidakpastian dan kehidupan di kota dengan beragam pembacaan.
Seniman Hyun Nahm mengatakan sebelum mengikuti program residensi bersama ROH, dirinya mengaku belum tahu banyak tentang Indonesia. Dalam sebuah pertemuan sebelum keberangkatan, dirinya dan galeri banyak membahas kemungkinan tema, satu yang kemudian muncul ialah tentang gunung berapi.
Dirinya ingin meneliti gunung berapi dengan keingintahunan sensoris sederhana, yang diharapkannya bisa jadi penghubung material karyanya dengan karakteritsik geologis gunung berapi.
“Saat menjelajahi gunung berapi di sini, saya menyadari bahwa yang meninggalkan kesan lebih kuat pada saya bukanlah pemandangan alamnya yang spektakuler, melainkan objek dan tempat yang saya temui,” ucapnya.
Hyun Nahm mengatakan ide pameran ini berangkat dari hal-hal tersebut juga berbagai peristiwa yang ditemuinya selama masa residensi. Di Yogyakarta misalnya, meski saat dirinya datang cuaca mendung, menurutnya ada banyak hal yang meninggalkan kesan kuat baginya.
Sang seniman menyebut soal arsip bencana muram dari benda-benda biasa yang diubah oleh alam, menyampaikan suasana apokaliptik ketika di dalamnya. Namun, di dekatnya, pariwisata yang berlebihan justru mendominasi.
Di Ijen, Hyun menemui buruh harian yang dibayar berdasarkan berat belerang yang mereka bawa tanpa perlengkapan keselamatan dan asuransi memadai. Kisah semacam itu, yang mungkin telah terjadi bertahun-tahun, terus diadopsi sedemikian rupa.
Kini, lanjutnya, di kota isu kerentanan serupa juga menyeruak pada perusahaan layanan platform yang mengklasifikan pekerjanya sebagai mitra, bukan karyawan, dengan upah dan perlindungan yang diperdebatkan keadilannya.
“Ketidakstabilan ini, bersamaan dengan lingkungan tambang belerang yang tidak stabil, menunjukkan kerentanan pekerja modern,” imbuhnya.
Pameran Kawah Ojol akan terbuka untuk umum mulai 20 November 2024 hingga 5 Januari 2025. Pameran ini digelar di Galeri Roh di Jl. Surabaya No.66, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca juga: Ragam Wastra dan Budaya Batak di Pameran The Flying Cloth Merdi Sihombing
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Karya-karya yang ditampilkan merupakan hasil residensi sang seniman selama menjelajahi Indonesia dari Oktober 2023 hingga Februari 2024 lalu. Selama masa residensinya, Hyun Nahm mengunjungi beberapa tempat seperti Kawah Putih, Museum Geologi dan Tangkuban Perahu di Bandung, gunung Merapi di Yogyakarta, dan Kawah Ijen di Banyuwangi.
Perjalanannya ke sejumlah tempat, yang seluruhnya memiliki benang merah terkait gunung berapi itu, rupanya membawanya satu perenungan tentang kerentanan dan ketidakpastian. Dua hal ini pun tampak melandasi praktik keseniannya pada pameran ini.
Baca juga: Hidupkan Jejak Founding Father, Munasprok Gelar Pameran Memori Antik Tokoh Proklamasi
The Mine (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Di bagian tengah karya tersebut, terdapat pecahan-pecahan helm motor dalam berbagai kondisi. Ada yang pecah menjadi bagian kecil-kecil, sedangkan yang lainnya masih menunjukkan bentuk setengah helm.
Jika diperhatikan, pecahan helm tersebut bukanlah helm biasa. Di bagian-bagian tertentunya, masih bisa kita temukan sejumlah logo maupun tulisan yang merujuk pada perusahaan-perusahaan ojek online.
Lewat visualisasi tersebut, sang seniman seolah tengah membicarakan ‘penambangan jenis baru’ yang komoditasnya bukan lagi batu bara, minyak bumi, atau emas, tetapi manusia.
|
Puppeteer (Archipelago) (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Di motor dengan balutan corak hijau dan putih tersebut, tampak ada beberapa bagian cat yang mengelupas. Di Instalasi tersebut, beberapa sisinya tampak diikat sebuah tali yang menarik benda lain di ujungnya.
Instalasi ini cukup menarik karena seperti menempatkan motor sebagai dalang yang mengendalikan berbagai benda-benda di ujungnya melalui tali-tali tersebut.
Lain dari itu, Hyun Nahm kemudian juga mengeksplorasi water barrier, yang biasanya berada di pinggir jalan, menjadi instalasi yang reflektif. Berjudul Erupted (2024), bentuk water barrier itu tidak lagi utuh, sudah meleleh seumpama seperti terkena magna, yang tentu saja menjadikannya kehilangan fungsinya.
Padahal, secara fungsi aslinya, benda tersebut biasanya dipakai untuk mencegah pengendara memasuki jalur berlawanan arah. Di dalam karya itu, terdapat beberapa detail menarik, seperti kembali ditemukan bercak cairan berwarna kuning. Di dalamnya, juga terdapat sejumlah potongan kerangka mesin.
Erupted (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Lanskap-lanskap yang dipresentasikannya juga menyerukan ketidakpastian dan kehidupan di kota dengan beragam pembacaan.
Seniman Hyun Nahm mengatakan sebelum mengikuti program residensi bersama ROH, dirinya mengaku belum tahu banyak tentang Indonesia. Dalam sebuah pertemuan sebelum keberangkatan, dirinya dan galeri banyak membahas kemungkinan tema, satu yang kemudian muncul ialah tentang gunung berapi.
Dirinya ingin meneliti gunung berapi dengan keingintahunan sensoris sederhana, yang diharapkannya bisa jadi penghubung material karyanya dengan karakteritsik geologis gunung berapi.
“Saat menjelajahi gunung berapi di sini, saya menyadari bahwa yang meninggalkan kesan lebih kuat pada saya bukanlah pemandangan alamnya yang spektakuler, melainkan objek dan tempat yang saya temui,” ucapnya.
Hyun Nahm mengatakan ide pameran ini berangkat dari hal-hal tersebut juga berbagai peristiwa yang ditemuinya selama masa residensi. Di Yogyakarta misalnya, meski saat dirinya datang cuaca mendung, menurutnya ada banyak hal yang meninggalkan kesan kuat baginya.
Sang seniman menyebut soal arsip bencana muram dari benda-benda biasa yang diubah oleh alam, menyampaikan suasana apokaliptik ketika di dalamnya. Namun, di dekatnya, pariwisata yang berlebihan justru mendominasi.
Di Ijen, Hyun menemui buruh harian yang dibayar berdasarkan berat belerang yang mereka bawa tanpa perlengkapan keselamatan dan asuransi memadai. Kisah semacam itu, yang mungkin telah terjadi bertahun-tahun, terus diadopsi sedemikian rupa.
Kini, lanjutnya, di kota isu kerentanan serupa juga menyeruak pada perusahaan layanan platform yang mengklasifikan pekerjanya sebagai mitra, bukan karyawan, dengan upah dan perlindungan yang diperdebatkan keadilannya.
“Ketidakstabilan ini, bersamaan dengan lingkungan tambang belerang yang tidak stabil, menunjukkan kerentanan pekerja modern,” imbuhnya.
Pameran Kawah Ojol akan terbuka untuk umum mulai 20 November 2024 hingga 5 Januari 2025. Pameran ini digelar di Galeri Roh di Jl. Surabaya No.66, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca juga: Ragam Wastra dan Budaya Batak di Pameran The Flying Cloth Merdi Sihombing
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.