Eksklusif Menteri Kebudayaan Fadli Zon: Misi Menjadikan Indonesia Sebagai Ibu Kota Budaya Dunia
16 November 2024 |
14:26 WIB
Di ruangan kerjanya di Gedung E, kantor Kementerian Kebudayaan, satu kawasan dengan Kemendikbudristekdikti, Jakarta, Fadli Zon menyambut tim redaksi Hypeabis.id dengan senyum semringah. Siang itu, Menteri Kebudayaan pertama di Indonesia tersebut, tampil jatmika dengan setelan batik gelung hejo. Batu akik menghiasi jari manis tangan kanannya.
Alunan musik dari diffuser dan senarai karya seni, menyambut kedatangan kami. Dua lukisan medium karya I Wayan Kun Adyana, bergambar Candi Prambanan dan Borobudur, menghiasi ruang kerjanya yang elegan. "Baru dipindahkan dari rumah," kata Putra Minangkabau itu.
Mengemban tugas sebagai Menteri Kebudayaan di Kabinet Merah Putih, Fadli menyebut berdirinya Kementerian Kebudayaan merupakan tonggak penting bagi Bangsa Indonesia. Kepada Hypeabis.id, dia pun membeberkan sejumlah program unggulan kementeriannya yang akan segera dieksekusi. Berikut petikan obrolannya.
Dalam pidato pelantikan, sebagai menteri Kebudayaan, Anda menyebut ingin menjadikan Indonesia sebagai ibu kota budaya dunia. Bisa dijelaskan langkahnya akan seperti apa?
Pembentukan Kementerian Kebudayaan yang berdiri secara independen adalah langkah awal yang penting untuk fokus pada pengembangan kebudayaan secara menyeluruh. Kami ingin menjadikan kebudayaan sebagai paradigma utama dalam pembangunan nasional, sekaligus sebagai kekuatan strategis atau the power of culture.
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Saya telah mengunjungi lebih dari 100 negara dan tak satu pun yang dapat menandingi kekayaan budaya kita, baik dari ekspresi budaya maupun produk budaya, baik yang berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Hal ini dibuktikan oleh berbagai temuan artefak prasejarah.
Bahkan dalam teori prasejarah, banyak ilmuwan berpendapat bahwa peradaban bermula dari Afrika, tetapi Homo Erectus ditemukan di Jawa. Ada kemungkinan bahwa peradaban justru berkembang dari wilayah ini, terutama karena posisi Indonesia yang berada di garis ekuator. Dengan mempelajari ini, kita dapat menemukan kembali identitas Indonesia secara utuh.
Bagaimana strategi Kementerian Kebudayaan untuk memajukan cagar budaya di Indonesia?
Museum dan cagar budaya harus menjadi etalase peradaban kita. Langkah yang akan kami ambil meliputi pendataan, digitalisasi, dan standardisasi museum-museum di Indonesia. Proses ini mencakup museum pemerintah, provinsi, kabupaten, swasta, hingga koleksi pribadi.
Kementerian Kebudayaan bertindak sebagai fasilitator dan alat bagi para pelaku kebudayaan. Kami akan membangun ekosistem budaya, termasuk bidang film, musik, seni rupa, seni pertunjukan, teater, sastra, dan berbagai ekspresi seni lainnya. Di hilir, ekosistem ini juga bersinergi dengan sektor ekonomi kreatif.
Semua inisiatif ini berbasis pada landasan hukum seperti UUD 1945 Pasal 32, UU Pemajuan Kebudayaan, UU Perfilman, dan UU Cagar Budaya. Di Kementerian Kebudayaan, kami juga akan membentuk Direktorat Jenderal yang khusus menangani diplomasi budaya, kerja sama, dan promosi budaya internasional
Apakah ada prioritas dalam upaya repatriasi tersebut, atau semuanya dilakukan sekaligus?
Pendekatan kami bersifat simultan karena kebijakan tiap negara berbeda. Ada yang mudah, ada yang sulit, bahkan ada yang tidak bersedia mengembalikan artefak sama sekali. Namun, sejauh ini Belanda menunjukkan keterbukaan, seperti dalam pengembalian artefak-artefak kita, termasuk keris Diponegoro dan Teuku Umar.
Dalam pertemuan Menteri Kebudayaan G20 2023 di India, saya telah secara resmi meminta pengembalian Prasasti Pucangan. Saya mengusulkan agar serah terima prasasti ini dilakukan saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke India pada awal 2025.
Dari segi esensi, apa relevansi repatriasi Prasasti Pucangan bagi Indonesia?
Prasasti ini memiliki nilai penting sebagai warisan budaya takbenda. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini menjadi penanda era Airlangga, termasuk silsilah raja-raja Airlangga. Informasi yang terkandung di dalamnya penting untuk penelitian sejarah, yang selama ini mungkin belum lengkap karena artefaknya tidak berada di Indonesia.
Artefak ini dulunya dibawa oleh Sir Stamford Raffles sebagai hadiah untuk Lord Minto, yang kala itu menjabat Gubernur Jenderal di India. Lord Minto meninggalkan prasasti tersebut di Kalkuta, sementara prasasti lainnya dibawa ke Skotlandia dan dikenal sebagai Minto Stones.
Apakah hasil repatriasi tersebut akan berada di bawah Indonesian Heritage Agency?
Kami berencana mengembangkan unit pengelolaan berbasis Badan Layanan Umum (BLU) dengan skala lebih besar. Museum Nasional, Galeri Nasional, dan situs seperti Candi Prambanan idealnya dikelola secara mandiri sebagai BLU. Langkah ini akan memberikan fokus lebih besar terhadap pengembangan dan pemanfaatannya.
Banyak anak muda lebih mengenal budaya asing, seperti Korea atau Jepang, dibanding sejarah lokal. Langkah seperti apa yang akan Anda lakukan untuk menarik minat mereka terhadap budaya Indonesia?
Museum harus dibuat menarik dan mengundang minat, baik dari sisi penampilan, cerita, maupun pengalaman digital. Misalnya, melalui penyajian storyline yang menarik, edukasi berbasis literasi digital, serta elemen audio-visual. Kami akan memulai pembenahan ini di bawah Kementerian Kebudayaan dengan fokus pada 18 museum yang ada, termasuk dari sisi tampilan, narasi, dan edukasi.
Bagaimana dengan pembentukan tiga direktorat jenderal (ditjen) baru di bawah Kementerian Kebudayaan?
Kementerian Kebudyaan memang sedang menggodok hal itu, di mana nanti akan ada tiga ditjen, yakni Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi; Diplomasi dan Promosi Kebudayaan; serta Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.
Sejauh ini untuk eselon 1 sudah keluar Perpresnya, tapi orangnya yang kita usulkan masih dalam proses. Untuk eselon 2 sedang kita susun karena itu domainnya Kementerian Kebudayaan, sedangkan untuk eselon 1 domainnya Presiden. (Pewawancara: Diena Lestari, Fajar Sidik, Dika Irawan & Prasetyo Agung Ginanjar)
Editor: Fajar Sidik
Alunan musik dari diffuser dan senarai karya seni, menyambut kedatangan kami. Dua lukisan medium karya I Wayan Kun Adyana, bergambar Candi Prambanan dan Borobudur, menghiasi ruang kerjanya yang elegan. "Baru dipindahkan dari rumah," kata Putra Minangkabau itu.
Mengemban tugas sebagai Menteri Kebudayaan di Kabinet Merah Putih, Fadli menyebut berdirinya Kementerian Kebudayaan merupakan tonggak penting bagi Bangsa Indonesia. Kepada Hypeabis.id, dia pun membeberkan sejumlah program unggulan kementeriannya yang akan segera dieksekusi. Berikut petikan obrolannya.
Dalam pidato pelantikan, sebagai menteri Kebudayaan, Anda menyebut ingin menjadikan Indonesia sebagai ibu kota budaya dunia. Bisa dijelaskan langkahnya akan seperti apa?
Pembentukan Kementerian Kebudayaan yang berdiri secara independen adalah langkah awal yang penting untuk fokus pada pengembangan kebudayaan secara menyeluruh. Kami ingin menjadikan kebudayaan sebagai paradigma utama dalam pembangunan nasional, sekaligus sebagai kekuatan strategis atau the power of culture.
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Saya telah mengunjungi lebih dari 100 negara dan tak satu pun yang dapat menandingi kekayaan budaya kita, baik dari ekspresi budaya maupun produk budaya, baik yang berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Hal ini dibuktikan oleh berbagai temuan artefak prasejarah.
Bahkan dalam teori prasejarah, banyak ilmuwan berpendapat bahwa peradaban bermula dari Afrika, tetapi Homo Erectus ditemukan di Jawa. Ada kemungkinan bahwa peradaban justru berkembang dari wilayah ini, terutama karena posisi Indonesia yang berada di garis ekuator. Dengan mempelajari ini, kita dapat menemukan kembali identitas Indonesia secara utuh.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)
Museum dan cagar budaya harus menjadi etalase peradaban kita. Langkah yang akan kami ambil meliputi pendataan, digitalisasi, dan standardisasi museum-museum di Indonesia. Proses ini mencakup museum pemerintah, provinsi, kabupaten, swasta, hingga koleksi pribadi.
Kementerian Kebudayaan bertindak sebagai fasilitator dan alat bagi para pelaku kebudayaan. Kami akan membangun ekosistem budaya, termasuk bidang film, musik, seni rupa, seni pertunjukan, teater, sastra, dan berbagai ekspresi seni lainnya. Di hilir, ekosistem ini juga bersinergi dengan sektor ekonomi kreatif.
Semua inisiatif ini berbasis pada landasan hukum seperti UUD 1945 Pasal 32, UU Pemajuan Kebudayaan, UU Perfilman, dan UU Cagar Budaya. Di Kementerian Kebudayaan, kami juga akan membentuk Direktorat Jenderal yang khusus menangani diplomasi budaya, kerja sama, dan promosi budaya internasional
Apakah ada prioritas dalam upaya repatriasi tersebut, atau semuanya dilakukan sekaligus?
Pendekatan kami bersifat simultan karena kebijakan tiap negara berbeda. Ada yang mudah, ada yang sulit, bahkan ada yang tidak bersedia mengembalikan artefak sama sekali. Namun, sejauh ini Belanda menunjukkan keterbukaan, seperti dalam pengembalian artefak-artefak kita, termasuk keris Diponegoro dan Teuku Umar.
Dalam pertemuan Menteri Kebudayaan G20 2023 di India, saya telah secara resmi meminta pengembalian Prasasti Pucangan. Saya mengusulkan agar serah terima prasasti ini dilakukan saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke India pada awal 2025.
Dari segi esensi, apa relevansi repatriasi Prasasti Pucangan bagi Indonesia?
Prasasti ini memiliki nilai penting sebagai warisan budaya takbenda. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini menjadi penanda era Airlangga, termasuk silsilah raja-raja Airlangga. Informasi yang terkandung di dalamnya penting untuk penelitian sejarah, yang selama ini mungkin belum lengkap karena artefaknya tidak berada di Indonesia.
Artefak ini dulunya dibawa oleh Sir Stamford Raffles sebagai hadiah untuk Lord Minto, yang kala itu menjabat Gubernur Jenderal di India. Lord Minto meninggalkan prasasti tersebut di Kalkuta, sementara prasasti lainnya dibawa ke Skotlandia dan dikenal sebagai Minto Stones.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)
Apakah hasil repatriasi tersebut akan berada di bawah Indonesian Heritage Agency?
Kami berencana mengembangkan unit pengelolaan berbasis Badan Layanan Umum (BLU) dengan skala lebih besar. Museum Nasional, Galeri Nasional, dan situs seperti Candi Prambanan idealnya dikelola secara mandiri sebagai BLU. Langkah ini akan memberikan fokus lebih besar terhadap pengembangan dan pemanfaatannya.
Banyak anak muda lebih mengenal budaya asing, seperti Korea atau Jepang, dibanding sejarah lokal. Langkah seperti apa yang akan Anda lakukan untuk menarik minat mereka terhadap budaya Indonesia?
Museum harus dibuat menarik dan mengundang minat, baik dari sisi penampilan, cerita, maupun pengalaman digital. Misalnya, melalui penyajian storyline yang menarik, edukasi berbasis literasi digital, serta elemen audio-visual. Kami akan memulai pembenahan ini di bawah Kementerian Kebudayaan dengan fokus pada 18 museum yang ada, termasuk dari sisi tampilan, narasi, dan edukasi.
Bagaimana dengan pembentukan tiga direktorat jenderal (ditjen) baru di bawah Kementerian Kebudayaan?
Kementerian Kebudyaan memang sedang menggodok hal itu, di mana nanti akan ada tiga ditjen, yakni Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi; Diplomasi dan Promosi Kebudayaan; serta Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.
Sejauh ini untuk eselon 1 sudah keluar Perpresnya, tapi orangnya yang kita usulkan masih dalam proses. Untuk eselon 2 sedang kita susun karena itu domainnya Kementerian Kebudayaan, sedangkan untuk eselon 1 domainnya Presiden. (Pewawancara: Diena Lestari, Fajar Sidik, Dika Irawan & Prasetyo Agung Ginanjar)
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.