Implementasi UU Pemajuan Kebudayaan Jadi Tugas Penting Menbud Fadli Zon
06 November 2024 |
06:11 WIB
Setelah lama diinisiasi, Indonesia akhirnya memiliki kementerian khusus bidang kebudayaan pada era Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Urgensi pembentukan kementerian ini, salah satunya didorong perubahan lanskap sosial masyarakat yang terus berkembang pada era mutakhir ini.
Wacana pembentukan Kementerian Kebudayaan sebenarnya bukan isu baru. Sebab, pada akhir Desember 1945, atau empat bulan setelah kemerdekaan Indonesia, sejumlah budayawan, seniman, dan tokoh masyarakat pernah menggelar musyawarah kebudayaan di Sukabumi, Jawa Barat. Namun, isu itu menguap.
Baca juga: Borobudur Writers and Cultural Festival 2024 Gali Khazanah Kebudayaan Muarajambi
Kini, setelah bidang kebudayaan memiliki lembaga tersendiri, pengembangan sektor ini diharapkan bisa lebih fokus dan optimal. Kendati begitu, sejumlah pekerjaan rumah masih menunggu kementerian yang dipimpin oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon, dan wakilnya, Giring Ganesha.
Setelah resmi dilantik, pada Senin, (21/10/24) di Istana Negara, Fadli Zon, diketahui langsung tancap gas menemui sejumlah insan kreatif di Indonesia untuk 'belanja masalah'. Putra Minang itu, juga aktif melakukan lawatan ke sejumlah acara seni dan kebudayaan, seperti Festival Budaya Panji, hingga Indonesia Dance Festival.
Pada 100 hari program kerjanya, Fadli mengaku akan terlebih dahulu fokus pada konsolidasi dan pembacaan atas berbagai kebutuhan di kementeriannya. Selain itu, dia juga akan menemui para insan kreatif seperti seniman musik, lukis, tari, dan asosiasi di bidang kebudayaan lain di Tanah Air.
"Sebagai kementerian baru, kami sedang membuat struktur organisasi dan tata kelola. Jadi rencananya nanti akan ada tiga Dirjen di dalam kementerian ini. Ada juga sejumlah direktur yang sedang kita susun, sekaligus merancang program ke depan," katanya di acara Ngopi Pagi bareng insan film pada Senin, (4/11/24) di Jakarta.
Tidak mudah untuk memetakan berbagai persoalan terkait kebudayaan seiring kompleksnya dinamika di masyarakat. Oleh karena itu sejumlah pekerjaan rumah telah menunggu Kementerian Kebudayaan, mulai tata kelola lembaga hingga regulasi untuk mendukung upaya pemajuan kebudayaan di Tanah Air
Pada masa akhir jabatannya, Presiden Joko Widodo juga telah menandatangani Perpres Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK). Regulasi turunan dari UU Nomor 5 Tahun 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan itu, juga perlu segera diimplementasikan oleh Kementrian Kebudayaan.
Hasil Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan Dewan Kebudayaan se-Indonesia pada 2023, salah satunya juga mendesak adanya transformasi tata kelola Taman Budaya dan ruang publik kesenian. Dalam maklumat Resolusi Ancol itu, para pegiat budaya juga mendesak negara untuk membuat Perpu terkait tata kelola dewan kesenian di Tanah Air.
Hasil Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) juga menyoroti berbagai persoalan yang tak kalah penting. Salah satunya adalah krisis iklim dan kerusakan lingkungan berikut semua bentuk dampaknya, yang mendesak Indonesia untuk segera menyiapkan transformasi sistem pangan berbasis karakter negara kepulauan dengan segala keanekaragamannya.
Kongres yang digelar pada 23-27 Oktober tahun lalu itu juga melahirkan sejumlah gagasan penting. Mulai dari kebebasan berekspresi, perjumpaan budaya lintas batas di tataran desa dan kota, hingga pemanfaat teknologi digital, sebagai sebuah keniscayaan untuk dimanfaatkan dalam memajukan kebudayaan.
Fadli mengatakan, terkait rekomendasi hasil Munas Dewan kesenian dan KKI akan menjadi masukan bagi pihaknya untuk segera direalisasikan. Ke depannya, dia juga akan membuat berbagai program sesuai dengan amanat UU Pemajuan Kebudayaan, RIPK, Cagar Budaya, dan usulan dari para insan kreatif di Tanah Air.
"Kementerian Kebudayaan akan ikut mendorong revitalisasi taman budaya dengan berkolaborasi bersama pemerintah provinsi, dan kemendagri. Karena ini otoritasnya ada di pemerintah provinsi, tentu saja akhirnya terkait dengan kemendagri," katanya.
Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi mengatakan, kolaborasi aktif antara pusat dan daerah dalam menyusun program kebudayaan memang perlu didorong lebih aktif lagi. Sebab, selama ini koordinasi antara stakeholder dari hulu ke hilir selalu berjalan timpang, yang mengakibatkan masyarakat kesenian menjadi korban.
"Kita saat ini membutuhkan bagasi yang lebih besar untuk mengelola kebudayaan. Jadi tidak lagi sebatas Direktorat Jenderal. Karena lewat Kementrian [kebudayaan] paling tidak bisa mengkoordinir 19 kementerian lain untuk melakukan konsolidasi dengan cepat," katanya.
Akademisi Melani Budianta mengatakan, terdapat sejumlah tantangan untuk mengaktualisasikan program-program kebudayaan. Salah satunya adalah keragaman budaya Indonesia, yang di satu sisi menjadi pelung, tapi sisi lain juga termarjinalkan karena belum dikelola dengan baik.
Di sisi lain, tantangan yang cukup berat adalah masih banyak paradigma kebudayaan hanya dilihat sekadar pelengkap dan hiasan. Seringkali, kebudayaan menurutnya hanya dianggap sebagai ekspresi seni, dan hanya dipertontonkan di acara-acara seremonial semata. Artinya, kebudayaan hanya dianggap sebagai objek, bukan subjek.
"Daya tawar untuk kebudayaan kita sendiri, sering kali terpinggirkan. Kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, pegunungan dan pesisir, pulau besar dan pulau kecil, serta hal-hal lain yang masih kentara. Ini jelas tak bisa lepas dari relasi kuasa,” tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Wacana pembentukan Kementerian Kebudayaan sebenarnya bukan isu baru. Sebab, pada akhir Desember 1945, atau empat bulan setelah kemerdekaan Indonesia, sejumlah budayawan, seniman, dan tokoh masyarakat pernah menggelar musyawarah kebudayaan di Sukabumi, Jawa Barat. Namun, isu itu menguap.
Baca juga: Borobudur Writers and Cultural Festival 2024 Gali Khazanah Kebudayaan Muarajambi
Kini, setelah bidang kebudayaan memiliki lembaga tersendiri, pengembangan sektor ini diharapkan bisa lebih fokus dan optimal. Kendati begitu, sejumlah pekerjaan rumah masih menunggu kementerian yang dipimpin oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon, dan wakilnya, Giring Ganesha.
Setelah resmi dilantik, pada Senin, (21/10/24) di Istana Negara, Fadli Zon, diketahui langsung tancap gas menemui sejumlah insan kreatif di Indonesia untuk 'belanja masalah'. Putra Minang itu, juga aktif melakukan lawatan ke sejumlah acara seni dan kebudayaan, seperti Festival Budaya Panji, hingga Indonesia Dance Festival.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri) dan Wakil Menteri Giring Ganesha berbincang di sela-sela acara Ngopi Pagi di Jakarta, Senin (4/11/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani )
Pada 100 hari program kerjanya, Fadli mengaku akan terlebih dahulu fokus pada konsolidasi dan pembacaan atas berbagai kebutuhan di kementeriannya. Selain itu, dia juga akan menemui para insan kreatif seperti seniman musik, lukis, tari, dan asosiasi di bidang kebudayaan lain di Tanah Air.
"Sebagai kementerian baru, kami sedang membuat struktur organisasi dan tata kelola. Jadi rencananya nanti akan ada tiga Dirjen di dalam kementerian ini. Ada juga sejumlah direktur yang sedang kita susun, sekaligus merancang program ke depan," katanya di acara Ngopi Pagi bareng insan film pada Senin, (4/11/24) di Jakarta.
Tidak mudah untuk memetakan berbagai persoalan terkait kebudayaan seiring kompleksnya dinamika di masyarakat. Oleh karena itu sejumlah pekerjaan rumah telah menunggu Kementerian Kebudayaan, mulai tata kelola lembaga hingga regulasi untuk mendukung upaya pemajuan kebudayaan di Tanah Air
Pada masa akhir jabatannya, Presiden Joko Widodo juga telah menandatangani Perpres Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK). Regulasi turunan dari UU Nomor 5 Tahun 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan itu, juga perlu segera diimplementasikan oleh Kementrian Kebudayaan.
Transformasi & Tata Kelola Taman Budaya
Hasil Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan Dewan Kebudayaan se-Indonesia pada 2023, salah satunya juga mendesak adanya transformasi tata kelola Taman Budaya dan ruang publik kesenian. Dalam maklumat Resolusi Ancol itu, para pegiat budaya juga mendesak negara untuk membuat Perpu terkait tata kelola dewan kesenian di Tanah Air.Hasil Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) juga menyoroti berbagai persoalan yang tak kalah penting. Salah satunya adalah krisis iklim dan kerusakan lingkungan berikut semua bentuk dampaknya, yang mendesak Indonesia untuk segera menyiapkan transformasi sistem pangan berbasis karakter negara kepulauan dengan segala keanekaragamannya.
Kongres yang digelar pada 23-27 Oktober tahun lalu itu juga melahirkan sejumlah gagasan penting. Mulai dari kebebasan berekspresi, perjumpaan budaya lintas batas di tataran desa dan kota, hingga pemanfaat teknologi digital, sebagai sebuah keniscayaan untuk dimanfaatkan dalam memajukan kebudayaan.
Fadli mengatakan, terkait rekomendasi hasil Munas Dewan kesenian dan KKI akan menjadi masukan bagi pihaknya untuk segera direalisasikan. Ke depannya, dia juga akan membuat berbagai program sesuai dengan amanat UU Pemajuan Kebudayaan, RIPK, Cagar Budaya, dan usulan dari para insan kreatif di Tanah Air.
"Kementerian Kebudayaan akan ikut mendorong revitalisasi taman budaya dengan berkolaborasi bersama pemerintah provinsi, dan kemendagri. Karena ini otoritasnya ada di pemerintah provinsi, tentu saja akhirnya terkait dengan kemendagri," katanya.
Sejumlah pengunjung melintas di depan instalasi berjudul Dari 10 Mata Air dalam pameran Festival Budaya Panji (FBP) 2024 di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta, Rabu (23/10/2024). (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)
Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi mengatakan, kolaborasi aktif antara pusat dan daerah dalam menyusun program kebudayaan memang perlu didorong lebih aktif lagi. Sebab, selama ini koordinasi antara stakeholder dari hulu ke hilir selalu berjalan timpang, yang mengakibatkan masyarakat kesenian menjadi korban.
"Kita saat ini membutuhkan bagasi yang lebih besar untuk mengelola kebudayaan. Jadi tidak lagi sebatas Direktorat Jenderal. Karena lewat Kementrian [kebudayaan] paling tidak bisa mengkoordinir 19 kementerian lain untuk melakukan konsolidasi dengan cepat," katanya.
Akademisi Melani Budianta mengatakan, terdapat sejumlah tantangan untuk mengaktualisasikan program-program kebudayaan. Salah satunya adalah keragaman budaya Indonesia, yang di satu sisi menjadi pelung, tapi sisi lain juga termarjinalkan karena belum dikelola dengan baik.
Di sisi lain, tantangan yang cukup berat adalah masih banyak paradigma kebudayaan hanya dilihat sekadar pelengkap dan hiasan. Seringkali, kebudayaan menurutnya hanya dianggap sebagai ekspresi seni, dan hanya dipertontonkan di acara-acara seremonial semata. Artinya, kebudayaan hanya dianggap sebagai objek, bukan subjek.
"Daya tawar untuk kebudayaan kita sendiri, sering kali terpinggirkan. Kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, pegunungan dan pesisir, pulau besar dan pulau kecil, serta hal-hal lain yang masih kentara. Ini jelas tak bisa lepas dari relasi kuasa,” tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.