Satelit Kayu Pertama yang Dirakit di Jepang Meluncur ke Luar Angkasa
05 November 2024 |
19:42 WIB
Peneliti Jepang berhasil meluncurkan satelit kayu pertama di dunia, LignoSat, ke luar angkasa dalam misi uji coba untuk mengeksplorasi potensi kayu sebagai material konstruksi ruang angkasa masa depan. Satelit kayu ini dikembangkan Universitas Kyoto dan perusahaan pembangun rumah Sumitomo Forestry.
LignoSat nantinya akan menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional melalui misi SpaceX dan bakal dilepaskan ke orbit setinggi 400 kilometer di atas Bumi. Satelit ini memiliki ukuran sebesar telapak tangan dan dirancang untuk menampilkan keunggulan bahan terbarukan dalam lingkungan ekstrem di luar angkasa.
Astronaut Jepang yang juga melakukan penelitian pada kehidupan manusia luar angkasa di Universitas Kyoto, Takao Doi menyatakan bahwa motivasi awalnya membangun satelit berbahan kayu adalah untuk menunjukkan bahwa kayu mampu bertahan di luar angkasa.
"Dengan kayu, bahan yang dapat kita produksi sendiri, kita bisa membangun rumah dan hidup di luar angkasa untuk jangka waktu lama," ujarnya melansir Space, Selasa (05/11/2024).
Baca juga: Polaris Dawn, Misi Antariksa untuk Periksa Kesehatan Manusia di Luar Angkasa
Dalam rencana jangka panjang, tim Takao Doi ingin mewujudkan pembangunan rumah kayu di Bulan dan Mars.
Profesor ilmu kehutanan Universitas Kyoto, Koji Murata, menjelaskan bahwa kayu merupakan material yang lebih awet di luar angkasa ketimbang di Bumi. Di luar atmosfer, kayu tidak akan terpengaruh oleh air atau oksigen, sehingga tidak akan membusuk atau mudah terbakar.
Selain itu, satelit kayu juga dapat mengurangi dampak lingkungan saat masa pakainya habis. Dibandingkan dengan satelit logam konvensional yang menghasilkan partikel aluminium oksida berbahaya saat memasuki atmosfer, satelit kayu dapat terbakar dengan polusi yang lebih rendah.
Dalam industri antariksa, material kayu juga menawarkan potensi menarik. Tim peneliti memilih jenis kayu Honoki, pohon Magnolia asal Jepang yang biasa digunakan dalam pembuatan sarung pedang tradisional. Kayu itu dipilih karena punya ketahanan yang tinggi.
Seluruh konstruksi LignoSat dibuat tanpa menggunakan sekrup atau lem, mengandalkan teknik kerajinan kayu tradisional Jepang. Setelah dilepaskan ke orbit, LignoSat akan beroperasi selama enam bulan, menguji kemampuan kayu menghadapi perubahan suhu ekstrem dari -100 hingga 100 derajat Celsius setiap 45 menit.
Satelit ini juga akan mengukur efektivitas kayu dalam melindungi komponen elektronik dari radiasi luar angkasa, yang berpotensi berguna untuk aplikasi teknologi seperti pusat data.
Kenji Kariya dari Sumitomo Forestry juga menyatakan bahwa kayu justru merupakan inovasi modern seiring peradaban menuju ke Bulan dan Mars. “Ekspansi ke luar angkasa dapat memperkuat industri perkayuan,” ujarnya.
Jika berhasil, LignoSat dapat membuka jalan bagi penggunaan kayu dalam berbagai aplikasi industri luar angkasa di masa depan.
Baca juga: Hewan-hewan Ini Sudah Pernah ke Luar Angkasa, Apa Misinya?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
LignoSat nantinya akan menuju Stasiun Luar Angkasa Internasional melalui misi SpaceX dan bakal dilepaskan ke orbit setinggi 400 kilometer di atas Bumi. Satelit ini memiliki ukuran sebesar telapak tangan dan dirancang untuk menampilkan keunggulan bahan terbarukan dalam lingkungan ekstrem di luar angkasa.
Astronaut Jepang yang juga melakukan penelitian pada kehidupan manusia luar angkasa di Universitas Kyoto, Takao Doi menyatakan bahwa motivasi awalnya membangun satelit berbahan kayu adalah untuk menunjukkan bahwa kayu mampu bertahan di luar angkasa.
"Dengan kayu, bahan yang dapat kita produksi sendiri, kita bisa membangun rumah dan hidup di luar angkasa untuk jangka waktu lama," ujarnya melansir Space, Selasa (05/11/2024).
Baca juga: Polaris Dawn, Misi Antariksa untuk Periksa Kesehatan Manusia di Luar Angkasa
Dalam rencana jangka panjang, tim Takao Doi ingin mewujudkan pembangunan rumah kayu di Bulan dan Mars.
Profesor ilmu kehutanan Universitas Kyoto, Koji Murata, menjelaskan bahwa kayu merupakan material yang lebih awet di luar angkasa ketimbang di Bumi. Di luar atmosfer, kayu tidak akan terpengaruh oleh air atau oksigen, sehingga tidak akan membusuk atau mudah terbakar.
Selain itu, satelit kayu juga dapat mengurangi dampak lingkungan saat masa pakainya habis. Dibandingkan dengan satelit logam konvensional yang menghasilkan partikel aluminium oksida berbahaya saat memasuki atmosfer, satelit kayu dapat terbakar dengan polusi yang lebih rendah.
Dalam industri antariksa, material kayu juga menawarkan potensi menarik. Tim peneliti memilih jenis kayu Honoki, pohon Magnolia asal Jepang yang biasa digunakan dalam pembuatan sarung pedang tradisional. Kayu itu dipilih karena punya ketahanan yang tinggi.
Seluruh konstruksi LignoSat dibuat tanpa menggunakan sekrup atau lem, mengandalkan teknik kerajinan kayu tradisional Jepang. Setelah dilepaskan ke orbit, LignoSat akan beroperasi selama enam bulan, menguji kemampuan kayu menghadapi perubahan suhu ekstrem dari -100 hingga 100 derajat Celsius setiap 45 menit.
Satelit ini juga akan mengukur efektivitas kayu dalam melindungi komponen elektronik dari radiasi luar angkasa, yang berpotensi berguna untuk aplikasi teknologi seperti pusat data.
Kenji Kariya dari Sumitomo Forestry juga menyatakan bahwa kayu justru merupakan inovasi modern seiring peradaban menuju ke Bulan dan Mars. “Ekspansi ke luar angkasa dapat memperkuat industri perkayuan,” ujarnya.
Jika berhasil, LignoSat dapat membuka jalan bagi penggunaan kayu dalam berbagai aplikasi industri luar angkasa di masa depan.
Baca juga: Hewan-hewan Ini Sudah Pernah ke Luar Angkasa, Apa Misinya?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.