Menengok 3 Wastra Tenun Karya Oscar Lawalata Culture sampai Era Soekamto di JFW 2025
29 October 2024 |
18:50 WIB
Cita Tenun Indonesia mempersembahkan peragaan busana bertajuk Dialektika, yang dipresentasikan di Jakarta Fashion Week 2025 di City Hall, Pondok Indah Mall 3, Jakarta. Koleksi ini mengeksplorasi wastra tenun, menegaskan pentingnya warisan budaya Indonesia dalam konteks kehidupan modern.
Para desainer menuangkan kreativitasnya dalam wastra tenun, lalu mengubahnya menjadi deretan busana siap pakai yang menawan. Perancang mode yang terlibat dalam peragaan busana Dialektika mulai dari, Asha Samara Darra untuk rumah mode Oscar Lawalata Culture, Felicia Budi untuk label fbudi, dan Era Soekamto.
Tajuk Dialektika mengacu pada perbedaan konsep atau filsafat yang akan menelurkan sebuah gagasan baru. Ini merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk mencapai sebuah kesimpulan dari dua hal yang bertentangan.
Baca juga: Fesyen Glamor Songket Palembang Rancangan Maya Ratih dan Temma Prasetio Hadir di JFW 2025
Filsafat ini merujuk pada interpretasi para perancang mode terhadap wastra tenun yang menjadi media dalam berkarya. Tenun merupakan wastra warisan budaya Indonesia, pada era modern kain ini sering kali dianggap kuno.
Namun, tenun dan era modern kini tak lagi menjadi dua hal yang bertentangan. Melalui tangan-tangan kreatif desainer, tenun kini ditransformasikan menjadi busana-busana trendi yang cocok untuk penggunaan sehari-hari.
"Kita tahu tenun memiliki jati diri tradisional, sebagai identitas daerah dan ciri khas bangsa Indonesia, sedang saat ini kita juga sedang memodernisasi tenun menjadi pakaian sehari-hari, penggabungan dua hal tersebutlah yang dinamakan dialektika," ujar Aliya Rajasa, pengurus Cita Tenun Indonesia.
Berikut adalah koleksi busana desainer Asha Samara Darra, Felicia Budi, dan Era Soekamto yang menggunakan tiga jenis wastra tenun berbeda dalam peragaan busana Dialektika. Yuk, intip koleksi busananya.
Tenun Songket Halaban merupakan kain Tenun dari Sumatera Barat yang memiliki karakteristik timbul diperoleh dengan cara penambahan benang Pakan (benang horizontal) di atas benang Lungsi (benang vertikal) dengan cara disungkit atau dikait dan dicungkil. Ciri khas tenun ini memiliki warna-warna metalik, seperti emas dan perak.
Koleksi Oscar Lawalata Culture terdiri dari atasan dengan kerah V dan detail rawis pada bagian bawahnya. Atasan dengan palet warna pastel seperti sage, biru muda, pink, dan krem tersebut dipadukan dengan celana lebar yang warnanya senada.
Karakteristik ini ini tercipta dari proses Teknik Pakan Mengambang, yakni ketika benang pakan dimasukkan, benang lungsi diturunkan dan diselingkan di bawahnya.
Sesuai dengan ciri khas tenun Sobi, umumnya wastra ini didominasi warna-warna menyala sebagaimana kain tenun daerah pesisir. Tenun Sobi menampilkan beragam motif dan pola yang variatif, seperti flora, fauna, dan abstrak.
Pada koleksi fbudi, tenun Sobi diubahnya menjadi deretan busana siap pakai, mulai dari atasan kemeja, blazer, mini dress, sampai aksesori seperti topi. Warna-warnanya pun cukup berani seperti oranye, toska, navi, dan lainnya.
Era Soekamto yang dikenal sebagai perancang batik dan kebaya, menyampaikan pesan tentang adat, martabat, dan status sosial yang berkaitan erat dengan wastra. Koleksinya kali ini terinspirasi dari baju kebesaran adat Melayu yang dikenakan pria dan wanita. Baju ini memiliki makna budi pekerti, serta mengasah rasa dan adab.
"Kecantikan bukan hanya rupa, tapi kehormatan dan budi pekerti, kain Cual Sambas mencerminkan harmoni keindahan lahir dan batin, yang mana pemakainya harus menjaga nilai-nilai adat dan kehormatan keluarga," katanya.
Era Soekamto juga secara subtil menyematkan energi maskulin pada deretan busananya yang terdiri dari kebaya-kebaya dan kain. Palet warnanya terdiri dari krem, merah, biru, dan sejumlah detail emas yang mengkilap.
Baca juga: Eksplorasi Kain Ramah Lingkungan Karya Adrie Basuki sampai Digo Designs di JFW 2025
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Para desainer menuangkan kreativitasnya dalam wastra tenun, lalu mengubahnya menjadi deretan busana siap pakai yang menawan. Perancang mode yang terlibat dalam peragaan busana Dialektika mulai dari, Asha Samara Darra untuk rumah mode Oscar Lawalata Culture, Felicia Budi untuk label fbudi, dan Era Soekamto.
Tajuk Dialektika mengacu pada perbedaan konsep atau filsafat yang akan menelurkan sebuah gagasan baru. Ini merupakan sebuah metodologi yang digunakan untuk mencapai sebuah kesimpulan dari dua hal yang bertentangan.
Baca juga: Fesyen Glamor Songket Palembang Rancangan Maya Ratih dan Temma Prasetio Hadir di JFW 2025
Filsafat ini merujuk pada interpretasi para perancang mode terhadap wastra tenun yang menjadi media dalam berkarya. Tenun merupakan wastra warisan budaya Indonesia, pada era modern kain ini sering kali dianggap kuno.
Namun, tenun dan era modern kini tak lagi menjadi dua hal yang bertentangan. Melalui tangan-tangan kreatif desainer, tenun kini ditransformasikan menjadi busana-busana trendi yang cocok untuk penggunaan sehari-hari.
"Kita tahu tenun memiliki jati diri tradisional, sebagai identitas daerah dan ciri khas bangsa Indonesia, sedang saat ini kita juga sedang memodernisasi tenun menjadi pakaian sehari-hari, penggabungan dua hal tersebutlah yang dinamakan dialektika," ujar Aliya Rajasa, pengurus Cita Tenun Indonesia.
Berikut adalah koleksi busana desainer Asha Samara Darra, Felicia Budi, dan Era Soekamto yang menggunakan tiga jenis wastra tenun berbeda dalam peragaan busana Dialektika. Yuk, intip koleksi busananya.
1. Oscar Lawalata Culture - Tenun Songket Halaban
Peragaan busana Dialektika sesi pertama, menyuguhkan kain Tenun Songket Halaban yang digubah menjadi koleksi busana siap pakai oleh Asha Samara Darra untuk rumah mode Oscar Lawalata Culture.Koleksi Oscar Lawalata Culture (Sumber Foto: JFW 2025)
Koleksi Oscar Lawalata Culture terdiri dari atasan dengan kerah V dan detail rawis pada bagian bawahnya. Atasan dengan palet warna pastel seperti sage, biru muda, pink, dan krem tersebut dipadukan dengan celana lebar yang warnanya senada.
2. fbudi - Tenun Sobi
Dialektika sesi kedua menampilkan interpretasi Felicia Budi pada kain tenun Sobi dari Sulawesi Tenggara untuk label besutannya, fbudi. Tenun Sobi merupakan jenis tenun khas Suku Bugis yang motifnya hanya terlihat di bagian depan kain sedangkan bagian belakangnya polos tanpa motif.Karakteristik ini ini tercipta dari proses Teknik Pakan Mengambang, yakni ketika benang pakan dimasukkan, benang lungsi diturunkan dan diselingkan di bawahnya.
Koleksi fbudi dengan Tenun Sobi (Sumber Foto: JFW 2025)
Pada koleksi fbudi, tenun Sobi diubahnya menjadi deretan busana siap pakai, mulai dari atasan kemeja, blazer, mini dress, sampai aksesori seperti topi. Warna-warnanya pun cukup berani seperti oranye, toska, navi, dan lainnya.
3. Era Soekamto - Tenun Cual Sambas dan Batik Tulis Jawa
Dialektika sesi ketiga dibawakan oleh Era Soekamto yang menggabungkan Tenun Cual Sambas dengan Batik Tulis Jawa lewat sebuah presentasi bertajuk Pakerti. Tenun Cual Sambas merupakan hasil akulturasi antara Suku Melayu yang terkenal akan Tenun Songket dengan metalik, dengan Teknik Ikat Lungsi khas Suku Dayak.Koleksi Era Soekamto (Sumber Foto: JFW 2025)
"Kecantikan bukan hanya rupa, tapi kehormatan dan budi pekerti, kain Cual Sambas mencerminkan harmoni keindahan lahir dan batin, yang mana pemakainya harus menjaga nilai-nilai adat dan kehormatan keluarga," katanya.
Era Soekamto juga secara subtil menyematkan energi maskulin pada deretan busananya yang terdiri dari kebaya-kebaya dan kain. Palet warnanya terdiri dari krem, merah, biru, dan sejumlah detail emas yang mengkilap.
Baca juga: Eksplorasi Kain Ramah Lingkungan Karya Adrie Basuki sampai Digo Designs di JFW 2025
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.