Pengunjung melihat arsip perjalanan Sitor Situmorang dipameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang Wajah Tak Bernama di Jakarta, Rabu (2/10/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)

Mengenang 100 Tahun Sitor Situmorang, Sang 'Penulis Berbahaya' yang Melintasi Zaman

03 October 2024   |   07:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Sitor Situmorang memulai periode emasnya dengan lincah sebagai sastrawan sejak era Orde Lama. Karya-karyanya yang berupa puisi maupun esai memenuhi media utama seni-budaya bak tanggul jebol. Sayangnya, tak lama setelah itu, dia dijegal ketika Orde Baru merangsak naik.

Namanya kemudian ditepikan dari arus utama sejarah. Lumrah bila kemudian tak banyak generasi muda yang mengenal sastrawan berjuluk ‘Penulis Berbahaya’ ini. Meskipun demikian, Sitor tetaplah punya kedudukan yang istimewa dalam kesusastraan Indonesia.

Baca juga: Pameran Arsip Wajah Tak Bernama, Perayaan Karya 100 Tahun Sastrawan Sitor Situmorang

Pameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang bertajuk Wajah Tak Bernama di lantai 4 Perpustakaan Jakarta Cikini dan PDS HB Jassin menjadi buktinya. Sajak-sajak sastrawan yang dikenal penuh kesederhanaan, tetapi hadir dalam bentuk yang lentur dan cair itu seolah bangkit kembali.

Karyanya tak hanya mampu melintas zaman. Ketika dibaca kembali, sajak-sajaknya seolah mewujud sebagai suar baru, menawarkan interpretasi anyar yang menjadi terang dari apa yang gelap saat ini.
 

Pengunjung melihat arsip perjalanan Sitor Situmorang dipameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang Wajah Tak Bernama di Jakarta, Rabu (2/10/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)

Pengunjung melihat arsip perjalanan Sitor Situmorang dipameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang Wajah Tak Bernama di Jakarta, Rabu (2/10/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)


Wakil Yayasan Sitor Situmorang, Gulon Situmorang, mengatakan karya-karya sastrawan asal Sumatera Utara itu memiliki karakter yang khas. Dirinya melihat darah Batak yang mengalir di diri Sitor telah memberikan warna yang berbeda dalam setap puisi maupun cerpen yang diciptakannya.

“Ada jangkauan pemikiran yang jauh dari Sitor ketika karya-karyanya bersifat selalu membumi pada Indonesia dan kampung halamannya,” ucap Gulon yang juga putra sulung Sitor Situmorang tersebut.

Sang ayah, lanjutnya, mungkin cukup lama bermukim di luar negeri. Namun, hal itu tak serta merta membuatnya melunturkan akarnya sebagai pria Batak Sejati. Justru dari tempatnya dilahirkan itulah, Sitor meramu puisi dan sajak-sajaknya.

Bagi Gulon, sisi keakaran yang selalu dipertahankan Sitor ini menjadi diskursus yang penting saat ini. Akar, baginya, adalah identitas yang memang semestinya menjadi pegangan dalam hidup masing-masing orang dari mana pun mereka berasal.

“Ini penting, terutama ketika melihat manusia modern yang kelihatannya makin kehilangan akar. Akar itu hubungannya dengan kampung halaman. Ciri ini memang tak bisa lepas dari Sitor,” imbuhnya.

Menurut Gulon, akar menjadi satu hal penting yang membuat karakter Sitor menjadi sangat khas. Meski karyanya telah mendunia dan dia pun telah berkeliling ke berbagai dunia, orang masih bisa dengan mudah mengenalinya juga karya-karyanya.

Di berbagai panggung dunia, Sitor pun kerap menunjukkan bahwa akar dari karya-karyanya tetaplah berasal dari Indonesia, lebih khusus lagi Tanah Batak. Visi ini semestinya juga menjadi pegangan manusia modern di tengah globalisasi yang makin menipiskan keakaran tersebut.
 

Pengunjung melihat arsip perjalanan Sitor Situmorang dipameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang Wajah Tak Bernama di Jakarta, Rabu (2/10/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)

Pengunjung melihat arsip perjalanan Sitor Situmorang dipameran Arsip 100 Tahun Sitor Situmorang Wajah Tak Bernama di Jakarta, Rabu (2/10/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)

Melalui pameran Wajah Tak Bernama ini, Gulon berharap gagasan-gagasan Sitor Situmorang bisa terus menyebar dan berlipat ganda ke generasi-generasi muda. Pameran yang digelar di lantai 4 Perpustakaan Jakarta Cikini dan PDS HB Jassin berlangsung pada 2 Oktober hingga 2 November 2024.

Dalam pameran tersebut, publik dapat kembali melihat kisah perjalanan sang penyair hingga turut mengambil satu pijakan penting dalam kesusastraan Indonesia. Publik dapat melihat foto-foto eksklusif sang sastrawan di masa-masa terakhirnya hingga kliping surat kabar besar yang menuliskan obituari.

Tak hanya memacak arsip foto, pameran yang berlangsung dari 2 Oktober hingga 2 November 2024 ini juga mempertontonkan puluhan buku-buku yang berisi puisi, prosa, maupun drama yang digarap sang sastrawan angkatan 45 tersebut.

Buku-buku legendarisnya, seperti Surat Kertas Hidjau, Di Jalan Mutiara, Triffid Mengantjam Dunia, hingga Wadjah Tak Bernama tertata dengan apik. Tulisannya tak hanya soal puisi, dia pun turut terlibat dalam kesenian lain, dari film hingga teater.

Pameran ini merupakan inisiasi dari Komunitas Bambu, Yayasan Sitor Situmorang, dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta untuk memperingati 100 tahun Sitor Situmorang.

Baca juga: Mengupas Sisi Lain Toeti Heraty di Mata Arsitek, Seniman & Sastrawan

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Legenda Barcelona Andrea Iniesta Resmi Pensiun Oktober Ini

BERIKUTNYA

Indonesia ke Perempat Final Suhandinata Cup 2024, Tantang India

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: