Sejarah Hari Bhakti Postel yang Diperingati Setiap 27 September
27 September 2024 |
10:54 WIB
Setiap 27 September, Indonesia memperingati Hari Bhakti Postel (Pos dan Telekomunikasi). Momen ini menandai dedikasi dan peran krusial sektor pos dan telekomunikasi dalam pembangunan negara, terutama dalam meningkatkan konektivitas dan komunikasi di seluruh wilayah Indonesia.
Mengutip laman resmi Kominfo, Hari Bhakti Postel memperingati peristiwa bersejarah pada 27 September 1945, ketika Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon (AMPTT) mengambil alih Kantor Pusat Jawatan Pos, Telegraf dan Telepon (PTT) dari kekuasaan pemerintah Jepang.
Baca juga: Interaksi dengan AI Makin Kuat, Cek 4 Prediksi Tren Komunikasi Digital 2024
Soetoko dikenal sebagai penggerak pemuda pada pertemuan AMPTT yang berlangsung pada 3 September 1945. AMPTT yang pada saat itu belum mempunyai pengurus, pada 3 September 1945 mengadakan pertemuan yang dihadiri Soetoko, Slamet Soemari, Joesoef, Agoes Salman, Nawawi Alif dan pemuda lainnya.
Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa Kantor Pusat PTT harus sudah dikuasai paling lambat akhir September 1945. Kala itu, proklamasi Kemerdekaan sudah berlangsung selama satu bulan. Para pemuda berusaha mendekati Jepang supaya menyerahkan kekuasaan di Kantor PTT.
Komandan Pasukan Jepang menginstruksikan bahwa penyerahan Kantor Pusat PTT harus dilakukan oleh sekutu. Oleh karena itu, rencana untuk merebut Kantor Pusat PTT harus lebih dimatangkan dan dirahasiakan.
Pada 23 September 1945 Soetoko berunding dengan Ismojo dan Slamet Soemari yang menghasilkan sebuah keputusan yaitu meminta kesediaan segera dari Soeharto dan R. Dijar untuk menuntut pihak Jepang supaya menyerahkan kekuasaan PTT secara damai.
Tetapi jika pihak Jepang tidak mau menyerahkannya, maka akan ditempuh jalan kekerasan dengan bantuan dari rakyat. Keesokan harinya, 24 September 1945 Soetoko meminta Mas Soeharto dan R. Dijar supaya hari itu juga, tanpa menunggu instruksi dari Jakarta, menemui pimpinan PTT Jepang, Tuan Osada. Mereka akan berunding dan mendesak agar pihak Jepang mau menyerahkan pimpinan Jawatan PTT secara terhormat kepada Bangsa Indonesia.
Namun perundingan yang dilakukan oleh Soeharto dan R. Dijar bisa dikatakan gagal, karena mereka hanya diperkenankan mengibarkan bendera Merah Putih di halaman belakang gedung di Jalan Cilaki. AMPTT segera menaikkan Sang Merah Putih secara khidmad pada sebuah tiang khusus, tepat di tempat tugu PTT sekarang.
Selanjutnya pada 26 September 1945 Soetoko memanggil Soewarno yang menjadi Komandan Cusin Tai dan Nawawi Alif untuk diberi tugas memimpin pekerjaan meruntuhkan tanggul dan mengelilingi kantor.
Sebagai upaya untuk merealisasikan misi perebutan kekuasaan Jawatan PTT dari tangan Jepang, maka ditetapkan Soetoko sebagai ketua, dengan dibantu oleh tiga wakil ketua yang terdiri dari Nawawi Alif, Hasan Zein dan Abdoel Djabar.
Pada sore hari, 26 September 1945 Soetoko menemui Soeharto untuk memberitahukan rencana perjuangan AMPTT yang akan dilaksanakan pada 27 September 1945. Soeharto menerima dan menyetujui rencana tersebut.
Malam itu juga segenap anggota AMPTT disebar untuk mencari dan mengumpulkan senjata tajam, kendaraan bermotor, senjata api dan kebutuhan lainnya. Siasat dan taktik disusun, masyarakat baik para tetua sampai anak muda, serta semua organisasi perjuangan yang berkedudukan di dekat Kantor Pusat PTT dihubungi dan menyatakan kesediaan untuk memberikan bantuan Kepada AMPTT.
Setelah tiga hari berturut-turut diadakan perundingan dengan pihak Jepang dan terus gagal, tibalah hari yang bersejarah yakni 27 September 1945. Sekali lagi Soeharto dan R. Dijar mengadakan perundingan dengan Pimpinan Jepang di Kantor Pusat PTT.
Hasilnya tetap gagal juga. Namun demikian sudah menjadi keputusan AMPTT bahwa 27 September 1945 kekuasaan atas Jawatan PTT harus direbut dengan kekerasan dari tangan Jepang.
Saat itu AMPTT sudah siap dengan senjatanya masing-masing. Rakyat sudah dikerahkan dan massa sudah berkumpul di halaman selatan. Soewarno dan pasukannya memasuki ruangan kantor yang dikuasai Jepang dan membuat mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghalangi tekad AMPTT. Secara sukarela mereka pun menyerahkan senjatanya.
Setelahnya PPT secara resmi berubah menjadi Jawatan PPT Republik Indonesia. Selanjutnya, Soeharto dan R. Dijar masing-masing resmi diangkat oleh Soetoko, Ketua AMPTT menjadi Kepala dan Wakil Kepala Jawatan PTT seluruh Indonesia.
Pada saat itu di dalam Kantor Jawatan PTT para pemuda menurunkan bendera Jepang, dan sebagai gantinya mereka mengibarkan Bendera Merah Putih pada tiang listrik.
Massa yang menjadi saksi mata dalam peristiwa yang mengakhiri kekuasaan kolonial Kantor Pusat PTT segera mengumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Seluruh Jawatan PTT dengan semua eselonnya memberikan kontribusi dalam melaksanakan amanat Proklamasi Kemerdekaan yaitu:
“Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan denga cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”
Pasukan peruntuh tanggul melanjutkan pekerjaannya. Gedung Kantor Pusat PTT siang malam dijaga oleh para pemuda. Mulai keesokan harinya bekas pimpinan Jepang tidak diperkenankan lagi masuk kantor. Mereka disuruh tinggal dirumah yang telah ditempeli tulisan : Milik Republik Indonesia.
Hari Bhakti Postel juga sekaligus menjadi momen untuk mengapresiasi para pekerja di bidang pos dan telekomunikasi yang telah berkontribusi dalam menyebarkan informasi, menghubungkan setiap manusia, dan memajukan teknologi komunikasi di Indonesia.
Biasanya, pada hari ini, dihelat sejumlah acara penting untuk memperingati Hari Bhakti Postel. Misalnya seperti seremonial, seminar, dan kegiatan sosial oleh pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), perusahaan pos, serta operator telekomunikasi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Mengutip laman resmi Kominfo, Hari Bhakti Postel memperingati peristiwa bersejarah pada 27 September 1945, ketika Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon (AMPTT) mengambil alih Kantor Pusat Jawatan Pos, Telegraf dan Telepon (PTT) dari kekuasaan pemerintah Jepang.
Baca juga: Interaksi dengan AI Makin Kuat, Cek 4 Prediksi Tren Komunikasi Digital 2024
Soetoko dikenal sebagai penggerak pemuda pada pertemuan AMPTT yang berlangsung pada 3 September 1945. AMPTT yang pada saat itu belum mempunyai pengurus, pada 3 September 1945 mengadakan pertemuan yang dihadiri Soetoko, Slamet Soemari, Joesoef, Agoes Salman, Nawawi Alif dan pemuda lainnya.
Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa Kantor Pusat PTT harus sudah dikuasai paling lambat akhir September 1945. Kala itu, proklamasi Kemerdekaan sudah berlangsung selama satu bulan. Para pemuda berusaha mendekati Jepang supaya menyerahkan kekuasaan di Kantor PTT.
Komandan Pasukan Jepang menginstruksikan bahwa penyerahan Kantor Pusat PTT harus dilakukan oleh sekutu. Oleh karena itu, rencana untuk merebut Kantor Pusat PTT harus lebih dimatangkan dan dirahasiakan.
Pada 23 September 1945 Soetoko berunding dengan Ismojo dan Slamet Soemari yang menghasilkan sebuah keputusan yaitu meminta kesediaan segera dari Soeharto dan R. Dijar untuk menuntut pihak Jepang supaya menyerahkan kekuasaan PTT secara damai.
Tetapi jika pihak Jepang tidak mau menyerahkannya, maka akan ditempuh jalan kekerasan dengan bantuan dari rakyat. Keesokan harinya, 24 September 1945 Soetoko meminta Mas Soeharto dan R. Dijar supaya hari itu juga, tanpa menunggu instruksi dari Jakarta, menemui pimpinan PTT Jepang, Tuan Osada. Mereka akan berunding dan mendesak agar pihak Jepang mau menyerahkan pimpinan Jawatan PTT secara terhormat kepada Bangsa Indonesia.
Namun perundingan yang dilakukan oleh Soeharto dan R. Dijar bisa dikatakan gagal, karena mereka hanya diperkenankan mengibarkan bendera Merah Putih di halaman belakang gedung di Jalan Cilaki. AMPTT segera menaikkan Sang Merah Putih secara khidmad pada sebuah tiang khusus, tepat di tempat tugu PTT sekarang.
Selanjutnya pada 26 September 1945 Soetoko memanggil Soewarno yang menjadi Komandan Cusin Tai dan Nawawi Alif untuk diberi tugas memimpin pekerjaan meruntuhkan tanggul dan mengelilingi kantor.
Sebagai upaya untuk merealisasikan misi perebutan kekuasaan Jawatan PTT dari tangan Jepang, maka ditetapkan Soetoko sebagai ketua, dengan dibantu oleh tiga wakil ketua yang terdiri dari Nawawi Alif, Hasan Zein dan Abdoel Djabar.
Pada sore hari, 26 September 1945 Soetoko menemui Soeharto untuk memberitahukan rencana perjuangan AMPTT yang akan dilaksanakan pada 27 September 1945. Soeharto menerima dan menyetujui rencana tersebut.
Malam itu juga segenap anggota AMPTT disebar untuk mencari dan mengumpulkan senjata tajam, kendaraan bermotor, senjata api dan kebutuhan lainnya. Siasat dan taktik disusun, masyarakat baik para tetua sampai anak muda, serta semua organisasi perjuangan yang berkedudukan di dekat Kantor Pusat PTT dihubungi dan menyatakan kesediaan untuk memberikan bantuan Kepada AMPTT.
Setelah tiga hari berturut-turut diadakan perundingan dengan pihak Jepang dan terus gagal, tibalah hari yang bersejarah yakni 27 September 1945. Sekali lagi Soeharto dan R. Dijar mengadakan perundingan dengan Pimpinan Jepang di Kantor Pusat PTT.
Hasilnya tetap gagal juga. Namun demikian sudah menjadi keputusan AMPTT bahwa 27 September 1945 kekuasaan atas Jawatan PTT harus direbut dengan kekerasan dari tangan Jepang.
Saat itu AMPTT sudah siap dengan senjatanya masing-masing. Rakyat sudah dikerahkan dan massa sudah berkumpul di halaman selatan. Soewarno dan pasukannya memasuki ruangan kantor yang dikuasai Jepang dan membuat mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghalangi tekad AMPTT. Secara sukarela mereka pun menyerahkan senjatanya.
Setelahnya PPT secara resmi berubah menjadi Jawatan PPT Republik Indonesia. Selanjutnya, Soeharto dan R. Dijar masing-masing resmi diangkat oleh Soetoko, Ketua AMPTT menjadi Kepala dan Wakil Kepala Jawatan PTT seluruh Indonesia.
Pada saat itu di dalam Kantor Jawatan PTT para pemuda menurunkan bendera Jepang, dan sebagai gantinya mereka mengibarkan Bendera Merah Putih pada tiang listrik.
Massa yang menjadi saksi mata dalam peristiwa yang mengakhiri kekuasaan kolonial Kantor Pusat PTT segera mengumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Seluruh Jawatan PTT dengan semua eselonnya memberikan kontribusi dalam melaksanakan amanat Proklamasi Kemerdekaan yaitu:
“Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan denga cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”
Pasukan peruntuh tanggul melanjutkan pekerjaannya. Gedung Kantor Pusat PTT siang malam dijaga oleh para pemuda. Mulai keesokan harinya bekas pimpinan Jepang tidak diperkenankan lagi masuk kantor. Mereka disuruh tinggal dirumah yang telah ditempeli tulisan : Milik Republik Indonesia.
Peringatan Hari Bhakti Postel Ke-79
Melalui peringatan Hari Bhakti Postel ke-79, diharapkan semua orang makin menyadari akan pentingnya layanan pos dan telekomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sampai era modern ini, ketika internet dan teknologi digital menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan manusia.Hari Bhakti Postel juga sekaligus menjadi momen untuk mengapresiasi para pekerja di bidang pos dan telekomunikasi yang telah berkontribusi dalam menyebarkan informasi, menghubungkan setiap manusia, dan memajukan teknologi komunikasi di Indonesia.
Biasanya, pada hari ini, dihelat sejumlah acara penting untuk memperingati Hari Bhakti Postel. Misalnya seperti seremonial, seminar, dan kegiatan sosial oleh pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), perusahaan pos, serta operator telekomunikasi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.