Buku No Limits: Reformasi dengan Hati Ungkap Liku-liku Sri Mulyani Benahi Kemenkeu
21 September 2024 |
06:58 WIB
Bagi masyarakat Indonesia, nama Sri Mulyani Indrawati tentu sudah tidak asing lagi di telinga. Satu dari 100 perempuan paling berpengaruh di dunia itu juga dikenal sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) Indonesia, dan sempat menerima penghargaan sebagai Menkeu terbaik di dunia.
Sri Mulyani menjabat sebagai Menkeu pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) dan dilanjutkan pada masa Presiden Joko Widodo (2014-2024). lebih dari satu dekade menjabat, menjadikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan terlama, setelah Ali Wardhana (1968-1983).
Terbaru, kisah perjalanan Sri Mulyani dalam mengarungi samudra hidup itu, berhasil diejawantahkan dengan sangkil oleh penulis Metta Dharmasaputra. Yaitu lewat buku bertajuk Sri Mulyani Indrawati The Authorized Biography, No Limits, Reformasi dengan Hati yang diterbitkan oleh Gramedia.
Baca juga: Industri Penerbitan Buku Terjepit Regulasi dan Penurunan Minat Baca
Secara umum, buku setebal 600 halaman ini mengisahkan tentang biografi Sri Mulyani sejak mahasiswa hingga menjadi Menkeu terlama sejak era Reformasi. Kelindan buku ini juga berkutat mengenai bagaimana Sri Mulyani mereformasi tata kelola keuangan negara secara penuh integritas, selama menjabat sebagai Menkeu.
Dalam diskusi yang dihelat di Jakarta, Jumat (20/9/2024) Sri Mulyani mengungkap, momen tersebut terjadi pada 2005. Yaitu saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan kabinet, dan menempatkan Sri Mulyani sebagai Menkeu, untuk menggantikan Jusuf Anwar. Padahal, saat itu dia sedang berada di luar negeri.
"Saya juga enggak tahu kenapa ketika di luar negeri selalu disuruh pulang. Bahkan, ketika pak Joko Widodo menelepon saya untuk pulang, [dan menjadi menteri] waktu itu saya lagi mengurusi project di IMF," katanya saat ditanya Silalahi Rosi mengenai momen pertamanya saat menjadi Menkeu.
Sebagai Menkeu, Ani, panggilan akrab Sri Mulyani, mengaku tidak mudah saat mereformasi Kemenkeu. Pasalnya saat itu salah satu institusi negara tersebut memiliki predikat yang tidak cukup baik. Bahkan, beberapa kebijakan awal yang telah digodok untuk mengubah sistem kerja di Kemenkeu juga tidak begitu populer dan diterima pegawai.
Walakin, kerja keras tidak pernah mengkhianati hasil. Sebab, seiring berjalannya waktu, bersama beberapa pegawai inti di Kemenkeu yang bertekad mengubah lanskap kerja jadi lebih baik berhasil menjadikan kementerian ini sebagai salah satu institusi peraih badan publik informatif oleh Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia.
"Saat pertama kali menjabat itu, banyak pegawai Kemenkeu yang berjalan itu selalu menunduk dan minder. Dari sinilah saya membuat diskusi dengan para pejabat struktural. Kita bikin tim reformasi, salah satunya dengan memanggil para dirjen dengan rapat pukul 7 pagi, biar enggak ada alasan mangkir,"imbuhnya.
Sementara itu, penulis Metta Dharmasaputra mengatakan, proses penciptaan buku ini juga membutuhkan waktu yang lama. Sebab, buku ini telah direncanakan sejak 2019, akan tetapi karena kesibukan Si Mulyani, dia hanya dapat bertemu sang menteri hanya sekitar 10 kali untuk dapat mewawancarainya sebagai bahan untuk pembuatan buku.
Metta menjelaskan, ihwal pembuatan buku ini memang telah menjadi tradisi di kemenkeu sejak Sri Mulyani menjabat sebagai Menkeu. Yaitu atas dasar permintaan wanita kelahiran 26 Agustus 1962 itu untuk mendokumentasikan pemikiran para pegawai di Kemenkeu sebelum mereka dipensiunkan, agar ilmunya tetap bisa disalurkan pada generasi yang lebih muda.
Baca juga: "Membaca" Beragam Buku & Melintasi Dunia Imajinasi Dalam Pertunjukan Teater Misteri Pembaca Terakhir
"Karena keterbatasan waktu tadi, saya bahkan banyak mengambil ide cerita dari foto-foto yang diberikan Bu Ani. Ini saya lega sekali karena berhasil dibukukan. Buku ini sebenarnya bukan untuk mengagung-agungkan beliau, tetapi untuk mentransfer knowledge pada generasi mendatang," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Sri Mulyani menjabat sebagai Menkeu pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) dan dilanjutkan pada masa Presiden Joko Widodo (2014-2024). lebih dari satu dekade menjabat, menjadikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan terlama, setelah Ali Wardhana (1968-1983).
Terbaru, kisah perjalanan Sri Mulyani dalam mengarungi samudra hidup itu, berhasil diejawantahkan dengan sangkil oleh penulis Metta Dharmasaputra. Yaitu lewat buku bertajuk Sri Mulyani Indrawati The Authorized Biography, No Limits, Reformasi dengan Hati yang diterbitkan oleh Gramedia.
Baca juga: Industri Penerbitan Buku Terjepit Regulasi dan Penurunan Minat Baca
Secara umum, buku setebal 600 halaman ini mengisahkan tentang biografi Sri Mulyani sejak mahasiswa hingga menjadi Menkeu terlama sejak era Reformasi. Kelindan buku ini juga berkutat mengenai bagaimana Sri Mulyani mereformasi tata kelola keuangan negara secara penuh integritas, selama menjabat sebagai Menkeu.
Dalam diskusi yang dihelat di Jakarta, Jumat (20/9/2024) Sri Mulyani mengungkap, momen tersebut terjadi pada 2005. Yaitu saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan kabinet, dan menempatkan Sri Mulyani sebagai Menkeu, untuk menggantikan Jusuf Anwar. Padahal, saat itu dia sedang berada di luar negeri.
"Saya juga enggak tahu kenapa ketika di luar negeri selalu disuruh pulang. Bahkan, ketika pak Joko Widodo menelepon saya untuk pulang, [dan menjadi menteri] waktu itu saya lagi mengurusi project di IMF," katanya saat ditanya Silalahi Rosi mengenai momen pertamanya saat menjadi Menkeu.
Sebagai Menkeu, Ani, panggilan akrab Sri Mulyani, mengaku tidak mudah saat mereformasi Kemenkeu. Pasalnya saat itu salah satu institusi negara tersebut memiliki predikat yang tidak cukup baik. Bahkan, beberapa kebijakan awal yang telah digodok untuk mengubah sistem kerja di Kemenkeu juga tidak begitu populer dan diterima pegawai.
Walakin, kerja keras tidak pernah mengkhianati hasil. Sebab, seiring berjalannya waktu, bersama beberapa pegawai inti di Kemenkeu yang bertekad mengubah lanskap kerja jadi lebih baik berhasil menjadikan kementerian ini sebagai salah satu institusi peraih badan publik informatif oleh Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia.
"Saat pertama kali menjabat itu, banyak pegawai Kemenkeu yang berjalan itu selalu menunduk dan minder. Dari sinilah saya membuat diskusi dengan para pejabat struktural. Kita bikin tim reformasi, salah satunya dengan memanggil para dirjen dengan rapat pukul 7 pagi, biar enggak ada alasan mangkir,"imbuhnya.
Proses Penulisan
Sementara itu, penulis Metta Dharmasaputra mengatakan, proses penciptaan buku ini juga membutuhkan waktu yang lama. Sebab, buku ini telah direncanakan sejak 2019, akan tetapi karena kesibukan Si Mulyani, dia hanya dapat bertemu sang menteri hanya sekitar 10 kali untuk dapat mewawancarainya sebagai bahan untuk pembuatan buku.Metta menjelaskan, ihwal pembuatan buku ini memang telah menjadi tradisi di kemenkeu sejak Sri Mulyani menjabat sebagai Menkeu. Yaitu atas dasar permintaan wanita kelahiran 26 Agustus 1962 itu untuk mendokumentasikan pemikiran para pegawai di Kemenkeu sebelum mereka dipensiunkan, agar ilmunya tetap bisa disalurkan pada generasi yang lebih muda.
Baca juga: "Membaca" Beragam Buku & Melintasi Dunia Imajinasi Dalam Pertunjukan Teater Misteri Pembaca Terakhir
"Karena keterbatasan waktu tadi, saya bahkan banyak mengambil ide cerita dari foto-foto yang diberikan Bu Ani. Ini saya lega sekali karena berhasil dibukukan. Buku ini sebenarnya bukan untuk mengagung-agungkan beliau, tetapi untuk mentransfer knowledge pada generasi mendatang," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.