Editor Aline Jusria: Regenerasi Penyunting Film Panjang Belum Ideal
15 September 2024 |
15:00 WIB
1
Like
Like
Like
Di tengah semarak perkembangan perfilman Tanah Air, baik dari kekaryaan, apresiasi, maupun penghargaan, ada cerita lain yang masih jarang terdengar dari mereka yang bekerja di balik layar. Salah satunya terkait bayang-bayang regenerasi, terutama di bidang-bidang spesifik seperti editor film.
Salah satu editor film Indonesia, Aline Jusria, merasa industri perfilman dalam negeri masih kekurangan profesi penyunting film panjang. Padahal, profesi penyunting film ini menjadi salah satu posisi penting, terutama di tengah peningkatan jumlah produksi dalam negeri.
Aline mengatakan regenerasi profesi penyunting film panjang dinilainya berjalan cukup lambat. Setiap tahunnya sangat sedikit sekali editor-editor baru yang mentas ke ekosistem perfilman.
Baca juga: Prospek Gacor dari Bisnis Jasa Video Editor
Aline kemudian juga menganalogikannya dengan jumlah keanggotaan di INAFed (Indonesian Film Editor), sebuah asosiasi profesi editor film panjang di Indonesia. Hasilnya, perkembangan regenerasinya masih belum berada pada tahap yang ideal.
“INAFed sudah berdiri sejak 2011, saat itu jumlahnya 7 orang. Sampai 2023 kemarin, anggota kami hanya 20 orang. Sekarang itu bertambah hampir 30 orang pada tahun lalu. Ini lambat dong, sangat lambat,” jelas Aline saat ditemui Hypeabis.id di kawasan Cinere, Depok, baru-baru ini.
Perempuan kelahiran Semarang ini mengatakan ada beberapa asalan mengapa regenerasi editor film berjalan cukup lambat. Salah satunya karena profesi penyunting film panjang ini dianggap bukan sebagai bidang pekerjaan yang seksi.
Sebab, bidang pekerjaan editor memang lebih banyak berada di belakang layar. Selain itu, dalam sebuah film, spotlight utama biasanya akan selalu berada sisi audio dan visual.
“Editing adalah ilmu yang tidak terlihat, tetapi ada. Tidak semua orang bisa membaca editing, tetapi perannya penting sebagai bagian dari pencerita di sebuah film,” ungkapnya.
Meski perannya kadang tidak terlihat, peraih Piala Citra 3 kali ini mengatakan editor film sebenarnya bisa dibilang sebagai sutradara kedua. Sebab, editor kerap kali memposisikan diri sebagai pencerita dan penyambung visi sutradara sebelum akhirnya bisa sampai serta dinikmati oleh penonton.
Menurutnya, editor punya peran besar dalam menjahit struktur cerita. Terkadang, kata Aline, orang masih salah mengartikan editor sebatas color grading maupun visual effect. Padahal, kerja editor bukan seperti itu.
Menurut Aline, edukasi tentang ilmu editing memang perlu digalakkan lagi. Hal ini tidak hanya bagi calon editor saja, tetapi juga awam yang memang tertarik dengan dunia penyuntingan film.
“Bahkan, yang kerap saya dengar, di sekolah-sekolah film, orang-orang lebih tertarik jadi editor konten. Ya, ini berkaitan dengan langsung kerja dan dapat uang cepat, sedangkan jadi editor film prosesnya panjang lagi,” imbuhnya.
Aline mengatakan seorang editor film memang terkadang membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk mematangkan diri. Mereka mesti menempa diri dengan magang atau menjadi asisten editor sebelum akhirnya menjadi editor utama.
Sebab, menjadi editor film sangat berbeda dengan editor konten. Ada proses di dalamnya yang mesti dilalui. Hal ini dirasa Aline menjadi fondasi yang penting sebelum akhirnya seorang editor dipercaya mengedit film.
Menurutnya, proses yang tak sebentar ini memang sebagai bentuk membentuk integritas, relasi, dan kepercayaan sebelum akhirnya benar-benar memegang satu film penuh. Namun, jika jeli, proses ini sebenarnya bisa dimulai jauh-jauh hari, bahkan saat sedang berkuliah.
“Makanya aku dan teman-teman di INAFed sangat terbuka untuk siapa pun yang mau belajar, magang, atau apa pun itu. Kita dengan senang hati sampai akhirnya orang ini jadi editor, wah itu senang banget sih,” tuturnya.
Aline berharap regenerasi editor film bisa terus menggeliat, terutama seiring dengan perkembangan produksi film di Indonesia. Menurutnya, editor film adalah salah satu posisi yang sangat menjanjikan.
Dengan jumlah produksi film yang mencapai ratusan dan editor film panjang hanya sekitar 30-an, tentu ini jadi prospek yang menarik. Namun, di luar itu, tetap saja yang terpenting adalah menjaga kualitas diri di tengah arus geliat perfilman ini.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Salah satu editor film Indonesia, Aline Jusria, merasa industri perfilman dalam negeri masih kekurangan profesi penyunting film panjang. Padahal, profesi penyunting film ini menjadi salah satu posisi penting, terutama di tengah peningkatan jumlah produksi dalam negeri.
Aline mengatakan regenerasi profesi penyunting film panjang dinilainya berjalan cukup lambat. Setiap tahunnya sangat sedikit sekali editor-editor baru yang mentas ke ekosistem perfilman.
Baca juga: Prospek Gacor dari Bisnis Jasa Video Editor
Aline kemudian juga menganalogikannya dengan jumlah keanggotaan di INAFed (Indonesian Film Editor), sebuah asosiasi profesi editor film panjang di Indonesia. Hasilnya, perkembangan regenerasinya masih belum berada pada tahap yang ideal.
“INAFed sudah berdiri sejak 2011, saat itu jumlahnya 7 orang. Sampai 2023 kemarin, anggota kami hanya 20 orang. Sekarang itu bertambah hampir 30 orang pada tahun lalu. Ini lambat dong, sangat lambat,” jelas Aline saat ditemui Hypeabis.id di kawasan Cinere, Depok, baru-baru ini.
Perempuan kelahiran Semarang ini mengatakan ada beberapa asalan mengapa regenerasi editor film berjalan cukup lambat. Salah satunya karena profesi penyunting film panjang ini dianggap bukan sebagai bidang pekerjaan yang seksi.
Sebab, bidang pekerjaan editor memang lebih banyak berada di belakang layar. Selain itu, dalam sebuah film, spotlight utama biasanya akan selalu berada sisi audio dan visual.
“Editing adalah ilmu yang tidak terlihat, tetapi ada. Tidak semua orang bisa membaca editing, tetapi perannya penting sebagai bagian dari pencerita di sebuah film,” ungkapnya.
Meski perannya kadang tidak terlihat, peraih Piala Citra 3 kali ini mengatakan editor film sebenarnya bisa dibilang sebagai sutradara kedua. Sebab, editor kerap kali memposisikan diri sebagai pencerita dan penyambung visi sutradara sebelum akhirnya bisa sampai serta dinikmati oleh penonton.
Menurutnya, editor punya peran besar dalam menjahit struktur cerita. Terkadang, kata Aline, orang masih salah mengartikan editor sebatas color grading maupun visual effect. Padahal, kerja editor bukan seperti itu.
Menurut Aline, edukasi tentang ilmu editing memang perlu digalakkan lagi. Hal ini tidak hanya bagi calon editor saja, tetapi juga awam yang memang tertarik dengan dunia penyuntingan film.
“Bahkan, yang kerap saya dengar, di sekolah-sekolah film, orang-orang lebih tertarik jadi editor konten. Ya, ini berkaitan dengan langsung kerja dan dapat uang cepat, sedangkan jadi editor film prosesnya panjang lagi,” imbuhnya.
Aline mengatakan seorang editor film memang terkadang membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk mematangkan diri. Mereka mesti menempa diri dengan magang atau menjadi asisten editor sebelum akhirnya menjadi editor utama.
Sebab, menjadi editor film sangat berbeda dengan editor konten. Ada proses di dalamnya yang mesti dilalui. Hal ini dirasa Aline menjadi fondasi yang penting sebelum akhirnya seorang editor dipercaya mengedit film.
Menurutnya, proses yang tak sebentar ini memang sebagai bentuk membentuk integritas, relasi, dan kepercayaan sebelum akhirnya benar-benar memegang satu film penuh. Namun, jika jeli, proses ini sebenarnya bisa dimulai jauh-jauh hari, bahkan saat sedang berkuliah.
“Makanya aku dan teman-teman di INAFed sangat terbuka untuk siapa pun yang mau belajar, magang, atau apa pun itu. Kita dengan senang hati sampai akhirnya orang ini jadi editor, wah itu senang banget sih,” tuturnya.
Aline berharap regenerasi editor film bisa terus menggeliat, terutama seiring dengan perkembangan produksi film di Indonesia. Menurutnya, editor film adalah salah satu posisi yang sangat menjanjikan.
Dengan jumlah produksi film yang mencapai ratusan dan editor film panjang hanya sekitar 30-an, tentu ini jadi prospek yang menarik. Namun, di luar itu, tetap saja yang terpenting adalah menjaga kualitas diri di tengah arus geliat perfilman ini.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.