Ilustrasi badai matahari. (Sumber gambar: Freepik/AI Generated)

Bintik Matahari Terpantau Eksplosif, Ilmuwan Khawatir Peristiwa Carrington Terulang Lagi

05 September 2024   |   21:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Jumlah bintik hitam di permukaan matahari terus meningkat pada Agustus 2024 dan menjadi yang tertinggi selama hampir 23 tahun. Kondisi ini membuat matahari semakin aktif dan bisa saja membombardir Bumi dengan badai matahari kuat, seperti Peristiwa Carrington yang terjadi pada 2 September 1859. 

Mengutip Earthsky, Peristiwa Carrington 1859 terjadi ketika Bumi merasakan dampak dari badai matahari yang sangat kuat. Letusan dahsyat di dekat permukaan matahari mendorong kacaunya medan magnet di bintang induk dari tata surya itu. 

Guncangannya lantas merambat ke seluruh tata surya. Dampak nyatanya yakni membuat sejumlah alat teknologi error alias tidak berfungsi. Kompas di laut tidak berfungsi, menyebabkan beberapa kapal hilang. Sementara jaringan telegraf mengalami gangguan lantaran kabelnya terbakar. 

Baca Juga: Begini 5 Cara Menyaksikan Gerhana Matahari Total

Bahkan, seorang operator telegraf tersengat listrik dari mesinnya hingga pingsan dan lengannya lumpuh. Banyak orang melaporkan tersengat listrik dari gagang pintu maupun benda berbahan logam akibat badai geometrik yang ekstrem ini. 

Dari laporan terbaru Pusat Prediksi Cuaca Antariksa (SWPC) Amerika Serikat, terdapat rata-rata 215,5 bintik matahari harian di permukaannya. Terakhir kali, jumlah bintik matahari bulanan setinggi ini terjadi pada September 2001, selama puncak siklus matahari dengan rata-rata 238,2 bintik hitam.

Jumlah bintik matahari mencapai puncaknya pada 8 Agustus 2024. Ilmuwan mengamati ada 337 bintik hitam di matahari, yang merupakan jumlah tertinggi dalam periode 24 jam sejak Maret 2001.

Mengutip Live Science, bintik matahari adalah daerah permukaan matahari tempat gelombang radiasi elektromagnetik menerobos medan magnet bintang besar ini, menciptakan bercak yang relatif dingin dan tampak hitam jika dilihat dari alat antariksa manusia. Seiring dengan ukuran dan frekuensi semburan matahari dan lontaran massa koronal, jumlah bintik matahari menunjukkan kemajuan siklus matahari sekitar 11 tahun.

Selama fase paling tidak aktif matahari atau solar minimum, jumlah bintik hitam ini sangat sedikit atau terkadang tidak ada sama sekali. Misalnya, pada akhir 2019, sesaat sebelum dimulainya siklus matahari saat ini yang disebut ilmuwan sebagai Siklus Matahari 25. Kala itu, matahari tanpa bintik matahari selama 40 hari berturut-turut. 

Kendati demikian, saat medan magnet matahari terjerat dengan dirinya sendiri dan melemah, jumlah bintik matahari dengan cepat meningkat sebelum mencapai puncaknya selama solar maksimum. 

Selama fase aktif ini, medan magnet matahari akhirnya putus dan sepenuhnya terbalik. Kondisi ini memicu periode penurunan aktivitas matahari dan penurunan bintik matahari hingga seluruh siklus dimulai kembali.

Melihat peningkatan bintik matahari yang eksplosif, para ilmuwan memprediksi bahwa matahari sedang memasuki fase solar maximum. Diketahui, Siklus Matahari 25 yang terjadi saat ini dimulai pada 2020.

Sekelompok ilmuwan SWPC memperkirakan bahwa Siklus Matahari 25 akan relatif lemah dibandingkan dengan siklus-siklus sebelumnya, seperti halnya Siklus Matahari 24, yang mencapai puncaknya sekitar 2014 dan merupakan yang terlemah selama sekitar 90 tahun. 

Kendati demikian, sejak awal siklus berlangsung, jumlah bintik matahari tidak sesuai dengan prakiraan awal. Jumlahnya mulai meningkat pada awal 2022, mencapai titik tertinggi dalam delapan tahun terakhir. Pada Juni 2023, jumlah rata-ratanya melampaui bulan mana pun dari Siklus Matahari 24 dan terus meningkat sejak saat itu.

Oleh karena itu, SWPC mengeluarkan revisi atas prediksi Siklus Matahari 25 pada Oktober tahun lalu. Para ilmuwan memperkirakan bahwa puncak matahari kemungkinan akan tiba pada pertengahan 2024 dan akan lebih aktif. 

Meningkatnya jumlah bintik matahari bukan satu-satunya indikasi bahwa Bumi tengah mengalami solar maximum. Pada awal Mei, Bumi dilanda badai geomagnetik terkuat selama lebih dari 21 tahun, dan membuat planet ini dipenuhi aurora. Beberapa hari kemudian, bintang induk ata surya ini memuntahkan solar flare berkekuatan X8,7, menjadi ledakan solar terkuat sejak 2017.

Para ilmuwan memprediksi puncak aktivitas matahari ini dapat berlangsung selama satu hingga dua tahun, bahkan lebih. Artinya, masih ada peluang yang cukup besar bahwa aktivitasnya terus meningkat selama 12 bulan ke depan atau lebih. 

Jika aktivitas matahari terus meningkat dan Bumi dibombardir dengan badai matahari yang lebih kuat, tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya ini bukan hanya berdampak tidak berfungsinya teknologi seperti kompas dan memicu aurora yang tersebar luas di lintang rendah, namun juga menyebabkan satelit jatuh kembali ke Bumi.

Baca Juga: Simak Penjelasan NASA tentang Aurora di Polandia yang Disebut Ada Kekacauan Magnetik

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Pasar Senggol 2024 Hadirkan Sensasi Liburan Tropis dengan Aneka Kuliner dan Hiburan Menarik

BERIKUTNYA

5 Karya Mencuri Perhatian dalam Pameran Bersama Strangely Familiar di Can's Gallery

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: