Ini Penyebab Cuaca Dingin pada Musim Kemarau yang Melanda Indonesia
17 July 2024 |
11:15 WIB
Walaupun sebagian besar wilayah Indonesia sedang dilanda musim kemarau, beberapa daerah terutama di kawasan dataran tinggi merasakan cuaca dingin pada malam hingga pagi hari. Adapun suhu dingin tersebut salah satunya tampak dalam bentuk fenomena embun es di Dieng, Jawa Tengah.
Akhirnya kompleks Candi Arjuna, yang berada di Kawasan Wisata Dataran Tinggi (KWDT) Dieng, Kabupaten Banjarnegara, diselimuti cuaca dingin dalam 3 hari terakhir. Suhu udara di sekitar kompleks kawasan tersebut pada Minggu (14/7/2024) pukul 05.30 WIB mencapai minus 1 derajat Celcius.
Baca juga: Beredar Informasi tentang Aphelion, Ini Penjelasan BMKG
Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan pada Prospek Cuaca Mingguan Periode 16–22 Juli, wilayah Indonesia khususnya bagian selatan masih berada pada musim kemarau. Terlihat dalam tiga hari terakhir, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
Meski begitu, dijelaskan lebih lanjut oleh BMKG, cuaca dingin sebetulnya merupakan fenomena alami yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau, terutama pada Juli-September. Saat kemarau, angin yang dominan dari arah timur membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia.
Kondisi ini tidak mendukung pertumbuhan awan hingga menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari. Sementara pada malam hari, kurangnya tutupan awan menyebabkan radiasi panas dari permukaan Bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, sehingga mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. Inilah yang kemudian membuat suhu jadi lebih dingin pada malam sampai pagi hari.
Fenomena ini kerap disebut sebagai bediding di musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan radiasi Matahari yang diterima Bumi lebih besar sehingga suhu udara meningkat drastis di siang hari, kemudian panas Bumi akan dilepaskan Kembali ke atmosfer dengan cepat sehingga udara menjadi lebih dingin pada malam hari.
BMKG menyebut faktor lain yang mendukung udara dingin tersebut adalah angin yang tenang di malam hari yang menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan Bumi.
Selain itu, daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah. Ini membuat beberapa wilayah pegunungan seperti Dieng mengalami fenomena embun es (embun upas) yang dikira salju.
Selain itu, cuaca dingin juga disebabkan oleh faktor angin monsun Australia dari Benua Australia yang sedang mengalami musim dingin. Udara kutub yang dingin berhembus ke arah Australia dan membentuk sel-sel tekanan udara tinggi dari suhu dingin. Massa udara polar yang bersifat dingin dan kering turut terbawa dalam perjalanan monsun Australia saat melewati wilayah Bali.
Sel-sel tekanan tinggi yang terbentuk di Benua Australia tersebut menimbulkan terjadinya perbedaan atau gradient tekanan yang signifikan dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Hasilnya, peningkatan kecepatan aliran yang dirasakan sebagai peningkatan kecepatan angin atau angin kencang.
Baca juga: BMKG Sebut El Nino Surut La Nina Datang, Apa Dampaknya di Indonesia?
Angin yang bersifat kering, dingin, dan memiliki kecepatan yang lebih tinggi tersebut, mengakibatkan proses pendinginan permukaan Bumi khususnya pada malam dini hari berlangsung cepat. Sehingga terjadi penurunan suhu permukaan yang signifikan dan terasa sebagai suhu dingin.
Editor: Fajar Sidik
Akhirnya kompleks Candi Arjuna, yang berada di Kawasan Wisata Dataran Tinggi (KWDT) Dieng, Kabupaten Banjarnegara, diselimuti cuaca dingin dalam 3 hari terakhir. Suhu udara di sekitar kompleks kawasan tersebut pada Minggu (14/7/2024) pukul 05.30 WIB mencapai minus 1 derajat Celcius.
Baca juga: Beredar Informasi tentang Aphelion, Ini Penjelasan BMKG
Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan pada Prospek Cuaca Mingguan Periode 16–22 Juli, wilayah Indonesia khususnya bagian selatan masih berada pada musim kemarau. Terlihat dalam tiga hari terakhir, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
Meski begitu, dijelaskan lebih lanjut oleh BMKG, cuaca dingin sebetulnya merupakan fenomena alami yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau, terutama pada Juli-September. Saat kemarau, angin yang dominan dari arah timur membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia.
Kondisi ini tidak mendukung pertumbuhan awan hingga menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari. Sementara pada malam hari, kurangnya tutupan awan menyebabkan radiasi panas dari permukaan Bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, sehingga mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. Inilah yang kemudian membuat suhu jadi lebih dingin pada malam sampai pagi hari.
Fenomena ini kerap disebut sebagai bediding di musim kemarau. Kondisi tersebut menyebabkan radiasi Matahari yang diterima Bumi lebih besar sehingga suhu udara meningkat drastis di siang hari, kemudian panas Bumi akan dilepaskan Kembali ke atmosfer dengan cepat sehingga udara menjadi lebih dingin pada malam hari.
BMKG menyebut faktor lain yang mendukung udara dingin tersebut adalah angin yang tenang di malam hari yang menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan Bumi.
Selain itu, daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah. Ini membuat beberapa wilayah pegunungan seperti Dieng mengalami fenomena embun es (embun upas) yang dikira salju.
Selain itu, cuaca dingin juga disebabkan oleh faktor angin monsun Australia dari Benua Australia yang sedang mengalami musim dingin. Udara kutub yang dingin berhembus ke arah Australia dan membentuk sel-sel tekanan udara tinggi dari suhu dingin. Massa udara polar yang bersifat dingin dan kering turut terbawa dalam perjalanan monsun Australia saat melewati wilayah Bali.
Sel-sel tekanan tinggi yang terbentuk di Benua Australia tersebut menimbulkan terjadinya perbedaan atau gradient tekanan yang signifikan dibandingkan dengan daerah di sekitarnya. Hasilnya, peningkatan kecepatan aliran yang dirasakan sebagai peningkatan kecepatan angin atau angin kencang.
Baca juga: BMKG Sebut El Nino Surut La Nina Datang, Apa Dampaknya di Indonesia?
Angin yang bersifat kering, dingin, dan memiliki kecepatan yang lebih tinggi tersebut, mengakibatkan proses pendinginan permukaan Bumi khususnya pada malam dini hari berlangsung cepat. Sehingga terjadi penurunan suhu permukaan yang signifikan dan terasa sebagai suhu dingin.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.