Jangan Anggap Sepele Catcalling yang Justru Jadi Isu Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
30 June 2024 |
21:00 WIB
Masalah pelecehan seksual tidak hanya terjadi di tempat umum, tapi banyak kasus juga terjadi di tempat kerja. Dalam Survei terbaru terungkap bahwa mayoritas karyawan pernah mengalami perlakukan tidak menyenangkan saat bekerja namun umumnya tidak menyadarinya.
Dalam riset yang dilakukan Populix, 73% responden yang terdiri dari para pekerja formal mengaku pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja dengan bentuk perlakuan yang beragam.
Dalam survei terhadap 1.412 pekerja itu, perlakuan tidak menyenangkan yang mereka alami mulai dari berbentuk verbal (76%), diskriminasi (63%), pemaksaan kerja (61%), pelecehan seksual (41%) maupun kekerasan fisik (25%). Jumlah ini muncul akibat mereka baru melihat daftar pengalaman tidak menyenangkan dan baru mengetahui bahwa yang mereka alami adalah tergolong perlakuan tidak menyenangkan.
Baca juga: Cosplayer Rawan Pelecehan Seksual, Ini yang Dilakukan Elite Cosplay Club
Menurut Wayan Aristana, Senior Executive Social Research Populix perlakuan tidak menyenangkan berbentuk verbal paling sering dialami pekerja adalah kata-kata menghina atau meremehkan (76%), lalu makian, teriakan dan bentakan (47%), candaan tidak senonoh (40%), fitnah/gosip (40%), penghinaan fisik/body shaming (38%), ancaman dan tekanan (27%), serta bullying atau perundungan (19%).
Dalam survei ini, pekerja yang mengaku pernah mendapatkan pelecehan seksual mencapai 40%, dengan 76% diantaranya berbentuk catcalling (godaan, candaan, siulan berbau seksual). Bentuk pelecehan lain adalah memperhatikan bagian tubuh tertentu secara terus menerus (42%), lalu mendapatkan gesture seksual (kedipan, gestur mencium) dan disentuh, dicium, dipeluk tanpa persetujuan yang dialami oleh 22% korban pelecehan seksual di tempat kerja.
Tingginya angka pekerja yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja, sayangnya diperburuk dengan penanganan kasus yang cenderung tak maksimal.
“Berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban, sebanyak 35% penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan. Ditambah lagi, sebanyak 21% penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban,” jelas Aristana.
Meskipun, secara umum banyak responden yang mengetahui bahwa tempat bekerjanya memiliki mekanisme penanganan untuk perlakuan tidak menyenangkan.
Dalam riset ini, peneliti juga menggali mengenai upaya pencegahan dan penanganan kasus semacam ini. Terdapat 35% responden mengatakan bahwa perusahaannya memiliki peraturan khusus untuk menangani kasus semacam ini.
Bahkan, ada yang menyediakan aturan sanksi yang cukup tegas bagi pelaku (28%) dan juga mekanisme pelaporannya (25%). Namun di sisi lain, sebanyak 22% responden menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak memiliki mekanisme apapun.
Aristana mengatakan penanganan tidak maksimal pada kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menyebabkan kasus yang sama terus berulang.
Saat ditanyakan mengenai hasil negatif atau tidak berpihak pada korban yang mereka dapatkan berujung pada pelaku kembali melakukan perbuatannya (91%) dan korban/saksi dapat ancaman (67%), serta dampak negatif lainnya. “Hingga bahkan ada pekerja yang mengaku korban justru berujung diberhentikan dari pekerjaannya,” tutur Aristana pada Senin (24/6/2024).
Jonas Danny, Head of Human Resources Populix mengatakan kasus dan peristiwa pelecehan di tempat kerja menjadi salah satu tugas bagian Human Resources (HR) yang cukup pelik.
"Memang hampir seluruh mekanisme penanganan perlakuan tidak menyenangkan ini sifatnya delik aduan, yaitu harus ada pengaduan dari pihak korban. Sedangkan dalam kasus ini seringkali korban juga merasa enggan untuk melapor karena ada ketakutan akan bocornya informasi mengenai identitas pelapor. Bahkan ketika mereka melapor pun, belum tentu hasilnya akan berpihak kepada mereka, karena bisa jadi pelaku justru dilindungi oleh pihak perusahaan karena satu dan lain hal," jelasnya.
Ulasan hasil riset tentang pengalaman tidak menyenangkan yang dialami para pekerja dilakukan melalui diskusi Populix berjudul Gen Z and Millennial Under Pressure: Uncovering Negative Experience and Unpleasant Treatment in the Workplace, pada Senin, 24 Juni 2024.
Survei dilakukan terhadap 1.412 pekerja secara online dengan responden tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pekerja yang menjawab survei ini didominasi oleh pegawai swasta (66%), pekerja lepas/freelance (19%), sisanya ASN/PNS/Pegawai Pemerintah, karyawan BUMN, profesional dan lainnya. Survei dilakukan pada 28 Mei-4 Juni, 2024.
Dalam riset yang dilakukan Populix, 73% responden yang terdiri dari para pekerja formal mengaku pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja dengan bentuk perlakuan yang beragam.
Dalam survei terhadap 1.412 pekerja itu, perlakuan tidak menyenangkan yang mereka alami mulai dari berbentuk verbal (76%), diskriminasi (63%), pemaksaan kerja (61%), pelecehan seksual (41%) maupun kekerasan fisik (25%). Jumlah ini muncul akibat mereka baru melihat daftar pengalaman tidak menyenangkan dan baru mengetahui bahwa yang mereka alami adalah tergolong perlakuan tidak menyenangkan.
Baca juga: Cosplayer Rawan Pelecehan Seksual, Ini yang Dilakukan Elite Cosplay Club
Menurut Wayan Aristana, Senior Executive Social Research Populix perlakuan tidak menyenangkan berbentuk verbal paling sering dialami pekerja adalah kata-kata menghina atau meremehkan (76%), lalu makian, teriakan dan bentakan (47%), candaan tidak senonoh (40%), fitnah/gosip (40%), penghinaan fisik/body shaming (38%), ancaman dan tekanan (27%), serta bullying atau perundungan (19%).
Pelecehan dalam Bentuk Catcalling
Dalam survei ini, pekerja yang mengaku pernah mendapatkan pelecehan seksual mencapai 40%, dengan 76% diantaranya berbentuk catcalling (godaan, candaan, siulan berbau seksual). Bentuk pelecehan lain adalah memperhatikan bagian tubuh tertentu secara terus menerus (42%), lalu mendapatkan gesture seksual (kedipan, gestur mencium) dan disentuh, dicium, dipeluk tanpa persetujuan yang dialami oleh 22% korban pelecehan seksual di tempat kerja. Tingginya angka pekerja yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja, sayangnya diperburuk dengan penanganan kasus yang cenderung tak maksimal.
“Berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban, sebanyak 35% penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan. Ditambah lagi, sebanyak 21% penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban,” jelas Aristana.
Meskipun, secara umum banyak responden yang mengetahui bahwa tempat bekerjanya memiliki mekanisme penanganan untuk perlakuan tidak menyenangkan.
Dampak Penanganan Tak Maksimal
Dalam riset ini, peneliti juga menggali mengenai upaya pencegahan dan penanganan kasus semacam ini. Terdapat 35% responden mengatakan bahwa perusahaannya memiliki peraturan khusus untuk menangani kasus semacam ini.Bahkan, ada yang menyediakan aturan sanksi yang cukup tegas bagi pelaku (28%) dan juga mekanisme pelaporannya (25%). Namun di sisi lain, sebanyak 22% responden menyatakan bahwa perusahaan mereka tidak memiliki mekanisme apapun.
Aristana mengatakan penanganan tidak maksimal pada kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menyebabkan kasus yang sama terus berulang.
Saat ditanyakan mengenai hasil negatif atau tidak berpihak pada korban yang mereka dapatkan berujung pada pelaku kembali melakukan perbuatannya (91%) dan korban/saksi dapat ancaman (67%), serta dampak negatif lainnya. “Hingga bahkan ada pekerja yang mengaku korban justru berujung diberhentikan dari pekerjaannya,” tutur Aristana pada Senin (24/6/2024).
Jonas Danny, Head of Human Resources Populix mengatakan kasus dan peristiwa pelecehan di tempat kerja menjadi salah satu tugas bagian Human Resources (HR) yang cukup pelik.
"Memang hampir seluruh mekanisme penanganan perlakuan tidak menyenangkan ini sifatnya delik aduan, yaitu harus ada pengaduan dari pihak korban. Sedangkan dalam kasus ini seringkali korban juga merasa enggan untuk melapor karena ada ketakutan akan bocornya informasi mengenai identitas pelapor. Bahkan ketika mereka melapor pun, belum tentu hasilnya akan berpihak kepada mereka, karena bisa jadi pelaku justru dilindungi oleh pihak perusahaan karena satu dan lain hal," jelasnya.
Ulasan hasil riset tentang pengalaman tidak menyenangkan yang dialami para pekerja dilakukan melalui diskusi Populix berjudul Gen Z and Millennial Under Pressure: Uncovering Negative Experience and Unpleasant Treatment in the Workplace, pada Senin, 24 Juni 2024.
Survei dilakukan terhadap 1.412 pekerja secara online dengan responden tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pekerja yang menjawab survei ini didominasi oleh pegawai swasta (66%), pekerja lepas/freelance (19%), sisanya ASN/PNS/Pegawai Pemerintah, karyawan BUMN, profesional dan lainnya. Survei dilakukan pada 28 Mei-4 Juni, 2024.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.