5 Dampak Negatif Eggshell Parenting untuk Tumbuh Kembang Anak
28 May 2024 |
07:30 WIB
Ketika anak-anak merasa harus selalu berjinjit dan berjalan di atas kulit telur untuk menjaga suasana aman di rumah dan menghindari pemicu reaksi emosional orang tua, hal ini menciptakan dinamika hubungan orang tua-anak yang tidak sehat yang dapat berdampak signifikan pada kesejahteraan anak.
Sebagai orang tua, wali, atau pengasuh, Genhype mungkin terlibat dalam gaya pengasuhan ini tanpa menyadarinya. Ungkapan eggshell parenting menjadi sangat populer karena psikolog terkenal TikTok Dr. Kim Sage yang video viralnya tentang eggshell parenting telah ditonton sebanyak 4 juta kali dan terus bertambah.
Baca juga: 5 Kiat Parenting Jadi Orang Tua di Era Modern
Mengasuh anak bukanlah hal yang mudah. Selain memenuhi kebutuhan fisik anak, mengasuh anak juga tentang membentuk perasaan dan pertumbuhan emosional mereka. Cara orang tua berperilaku di sekitar anak-anak dan bereaksi terhadap perilaku mereka dapat berdampak besar pada kesejahteraan emosional mereka, bahkan di kemudian hari.
Dilansir melalui Charlie Health, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi Saba Harouni Lurie mengatakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh eggshell parenting biasanya memiliki emosi yang tidak menentu.
“Meskipun kadang-kadang mereka penuh perhatian dan berempati, mereka sering kali meledak ke arah anak-anak mereka dan menyalahkan anak-anak atas ledakan emosi yang mereka alami. Anak-anak tidak dapat memprediksi kapan orang tua mereka akan menjadi reaktif dan meledak-ledak,” katanya.
Setiap anak tumbuh berbeda-beda, tetapi secara umum, pola asuh yang sederhana dapat berdampak serius pada kesejahteraan mental anak-anak saat mereka tumbuh dewasa. Berikut adalah dampak eggshell parenting yang dinilai tidak baik untuk masa depan anak.
Dalam banyak kasus, anak-anak ini sering mengalami keterikatan negatif dengan orang tua mereka, karena ketidakmampuan orang tua untuk menjaga hierarki emosional dan relasional yang terpisah dan sehat antara orang tua dan anak, serta ketidakmampuan mereka untuk memberikan perilaku dan respons keterikatan yang lebih aman.
Pada akhirnya, ketika anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang emosinya tidak stabil menyalahkan diri sendiri atas perilaku orang tuanya, mereka mungkin mengalami PTSD kompleks atau trauma relasional saat dewasa.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebagai orang tua, wali, atau pengasuh, Genhype mungkin terlibat dalam gaya pengasuhan ini tanpa menyadarinya. Ungkapan eggshell parenting menjadi sangat populer karena psikolog terkenal TikTok Dr. Kim Sage yang video viralnya tentang eggshell parenting telah ditonton sebanyak 4 juta kali dan terus bertambah.
Baca juga: 5 Kiat Parenting Jadi Orang Tua di Era Modern
Mengasuh anak bukanlah hal yang mudah. Selain memenuhi kebutuhan fisik anak, mengasuh anak juga tentang membentuk perasaan dan pertumbuhan emosional mereka. Cara orang tua berperilaku di sekitar anak-anak dan bereaksi terhadap perilaku mereka dapat berdampak besar pada kesejahteraan emosional mereka, bahkan di kemudian hari.
Dilansir melalui Charlie Health, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi Saba Harouni Lurie mengatakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh eggshell parenting biasanya memiliki emosi yang tidak menentu.
“Meskipun kadang-kadang mereka penuh perhatian dan berempati, mereka sering kali meledak ke arah anak-anak mereka dan menyalahkan anak-anak atas ledakan emosi yang mereka alami. Anak-anak tidak dapat memprediksi kapan orang tua mereka akan menjadi reaktif dan meledak-ledak,” katanya.
Setiap anak tumbuh berbeda-beda, tetapi secara umum, pola asuh yang sederhana dapat berdampak serius pada kesejahteraan mental anak-anak saat mereka tumbuh dewasa. Berikut adalah dampak eggshell parenting yang dinilai tidak baik untuk masa depan anak.
1. Kecemasan
Ketika anak-anak tumbuh dengan orang tua yang emosinya tidak dapat diprediksi, kecemasan sering kali timbul. Anak-anak tidak pernah tahu versi orang tua mana yang akan mereka temui, sehingga mereka sering kali bingung dan takut, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kecemasan.
2. Keterikatan Negatif
Anak-anak dengan orang tua yang emosinya tidak dapat diprediksi dapat menjadi terlalu terlibat dalam suasana hati, hubungan, dan dunia orang tuanya. Pada dasarnya, emosi, pikiran, perilaku, dan suasana hati orang tua menyebar ke dunia anak.Dalam banyak kasus, anak-anak ini sering mengalami keterikatan negatif dengan orang tua mereka, karena ketidakmampuan orang tua untuk menjaga hierarki emosional dan relasional yang terpisah dan sehat antara orang tua dan anak, serta ketidakmampuan mereka untuk memberikan perilaku dan respons keterikatan yang lebih aman.
3. Rendahnya Rasa Percaya Diri
Perlindungan berlebihan dari orang tua dapat membuat anak kehilangan rasa percaya dirinya. Anak tidak pernah mencoba mengambil risiko dan tantangan, sehingga dia mungkin meragukan kemampuannya. Anak yang terbiasa mengatasi tantangan dan memecahkan masalah sendiri akan memperoleh rasa percaya diri dari pengalaman tersebut.4. Sulit Membangun Hubungan Sosial
Anak-anak mungkin mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain karena mereka tidak terbiasa mengatasi konflik atau mengekspresikan kebutuhan dan keinginan mereka dengan jelas. Ini akan membuat mereka sulit membentuk dan mempertahankan hubungan di kemudian hari, termasuk dengan pasangan hidupnya.5. Kewaspadaan Berlebihan (Hypervigilance)
Ketika seorang anak tidak tahu apa yang diharapkan dari orang tuanya dan/atau takut akan suasana hati yang buruk, mereka menjadi sangat waspada. Mereka tidak pernah bisa benar-benar rileks dalam pikiran dan tubuh mereka sendiri.Pada akhirnya, ketika anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang emosinya tidak stabil menyalahkan diri sendiri atas perilaku orang tuanya, mereka mungkin mengalami PTSD kompleks atau trauma relasional saat dewasa.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.