Tidak Bisa Disepelekan, Berikut Penyebab & Cara-cara Mengatasi Beser
20 August 2021 |
23:18 WIB
Kadang ketika orang sudah lansia, beser dan mengompol hanya akan dianggap sebagai hal yang biasa. Hal tidaklah sepenuhnya tepat, karena beser dan mengompol adalah gejala yang sepatutnya diperhatikan. Sebab, hal itu bisa menurunkan kualitas hidup, menimbulkan gangguan seksual, bahkan depresi.
Ketua Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) dr. Harrina Erlianti Rahardjo menerangkan mengompol atau enuresis adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bisa terjadi ketika tidur atau terbangun.
Mengompol erat kaitannya dengan kondisi yang disebut inkontinensia urin, yaitu ketidakmampuan berkemih secara volunteer.
Divisi Geriati Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM dr. Siti Setiati mengatakan poses penuaan akan berdampak pada pengaturan sistem berkemih. Normalnya, sistem saraf parasimpatis akan melakukan stimulasi kontraksi otot-otot di kandung kemih (otot detrusor).
Nah, efek penuaan akan berdampak terhadap peningkatan aktivitas otot detrusor, penurunan sensasi ingin berkemih, serta penurunan kekuatan otot sfingter di saluran kemih.
"Peningkatkan aktivitas otot detrusor dapat disebabkan oleh keadaan hiperrefleks seperti riwayat stroke, parkinson, demensia serta instabilitas akibat proses penuaan, obstruksi, batu kandung kemih, atau pembesaran prostat," jelas Siti.
Dia juga menjelaskan ada perbedaan antara beser dan mengompol. Beser atau overactive bladder (OAB) merupakan sebuah gangguan fungsi berkemih yang mengakibatkan rasa ingin segera berkemih. Sementara, ngompol atau enuresis atau inkontinensia, adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan urin, atau keluarnya urin tanpa dikehendaki.
Di sisi lain, dia menuturkan terdapat beberapa penyebab inkontinensia yang dapat diperbaiki tanpa obat-obatan. Beberapa penyebab inkontinensia yang dapat kembali antara lain delirium, infection, atrophic vaginitis, pharmaceuticals, psychological problems, endocrine disorder, excess urine output, reduced mobility, dan stool impaction (skibala).
Sementara itu, kata Siti, tatalaksana menangani inkontinensia ini dapat dilakukan secara non-farmakologi dan farmakologis.
Tatalaksana non farmakologis yakni dengan pembatasan asupan minum, tidak minum kurang 2 jam sebelum tidur (nocturia), mengurangi konsumsi kafein, alkohol, minuman bersoda, minuman manis, berhenti merokok, penurunan berat badan, hingga latihan otot dasar panggul.
Sementara itu, tatalaksana farmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan meminum obat penghambat reseptor hingga pembedahan.
Editor: Avicenna
Ketua Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) dr. Harrina Erlianti Rahardjo menerangkan mengompol atau enuresis adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bisa terjadi ketika tidur atau terbangun.
Mengompol erat kaitannya dengan kondisi yang disebut inkontinensia urin, yaitu ketidakmampuan berkemih secara volunteer.
Divisi Geriati Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM dr. Siti Setiati mengatakan poses penuaan akan berdampak pada pengaturan sistem berkemih. Normalnya, sistem saraf parasimpatis akan melakukan stimulasi kontraksi otot-otot di kandung kemih (otot detrusor).
Nah, efek penuaan akan berdampak terhadap peningkatan aktivitas otot detrusor, penurunan sensasi ingin berkemih, serta penurunan kekuatan otot sfingter di saluran kemih.
"Peningkatkan aktivitas otot detrusor dapat disebabkan oleh keadaan hiperrefleks seperti riwayat stroke, parkinson, demensia serta instabilitas akibat proses penuaan, obstruksi, batu kandung kemih, atau pembesaran prostat," jelas Siti.
Dia juga menjelaskan ada perbedaan antara beser dan mengompol. Beser atau overactive bladder (OAB) merupakan sebuah gangguan fungsi berkemih yang mengakibatkan rasa ingin segera berkemih. Sementara, ngompol atau enuresis atau inkontinensia, adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan urin, atau keluarnya urin tanpa dikehendaki.
Di sisi lain, dia menuturkan terdapat beberapa penyebab inkontinensia yang dapat diperbaiki tanpa obat-obatan. Beberapa penyebab inkontinensia yang dapat kembali antara lain delirium, infection, atrophic vaginitis, pharmaceuticals, psychological problems, endocrine disorder, excess urine output, reduced mobility, dan stool impaction (skibala).
Sementara itu, kata Siti, tatalaksana menangani inkontinensia ini dapat dilakukan secara non-farmakologi dan farmakologis.
Tatalaksana non farmakologis yakni dengan pembatasan asupan minum, tidak minum kurang 2 jam sebelum tidur (nocturia), mengurangi konsumsi kafein, alkohol, minuman bersoda, minuman manis, berhenti merokok, penurunan berat badan, hingga latihan otot dasar panggul.
Sementara itu, tatalaksana farmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan meminum obat penghambat reseptor hingga pembedahan.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.