Apa Arti Mokel? Istilah yang Populer saat Ramadan
24 March 2024 |
10:00 WIB
Satu istilah kerap muncul selama Ramadan yakni mokel. Meski sering muncul di media sosial, belum banyak orang yang mengetahui arti dari istilah mokel. Pasalnya, kata mokel biasanya digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Jawa terutama Jawa Timur.
Namun kini istilah tersebut juga mulai digunakan oleh kalangan masyarakat luas. Menghimpun dari berbagai sumber, mokel artinya membatalkan puasa secara sengaja atau membatalkan puasa sebelum waktu berbuka. Misalnya dengan makan atau minum saat pagi, siang atau sore hari pada Ramadan, ketika waktu maghrib belum tiba.
Baca juga: Mengenal Asal-Usul Istilah Ngabuburit
Orang yang mokel biasanya membatalkan puasa tanpa ada udzur syar’i seperti haid, sakit, safar, dan lain-lain. Umumnya, mereka sengaja buka puasa di siang hari karena tidak kuat menahan lapar, haus ataupun syahwatnya. Tidak hanya makan dan minum, mokel juga termasuk merokok, berjima’, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa.
Meski populer, kata mokel bukan merupakan bahasa baku atau resmi lantaran tidak dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Beberapa sumber menyebut bahwa kata ini berasal dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, mengingat sering diucapkan di daerah Malang dan sekitarnya. Bahasa gaul mokel lainnya yang punya arti serupa ialah mokak, mokah hingga godin.
Mengingat puasa adalah menahan diri dari segala hal membatalkannya (termasuk makan dan minum pada siang hari), mokel artinya membuat puasa batal dengan sengaja. Maka itu, istilah ini sering berkonotasi negatif karena hal-hal yang membatalkan puasa baru boleh dilakukan pada waktu setelah maghrib hingga jelang subuh.
Istilah ini juga bermakna negatif lantaran digunakan untuk menyebut orang-orang yang secara diam-diam membatalkan puasa padahal belum saatnya berbuka. Istilah ini pun ditujukkan untuk mereka yang membatalkan puasa dengan alasan tubuhnya menjadi lemas lantaran padatnya aktivitas selama puasa.
Selain itu, mokel juga digunakan untuk mereka yang tidak sedang melakukan aktivitas apa pun, tetapi makan atau minum secara diam-diam saat puasa, dan selesainya berpura-pura seolah masih menjalankan puasa. Oleh karena itu, istilah mokel berarti membatalkan puasa sebelum waktunya berbuka baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka.
Namun, mokel tidak berlaku untuk orang-orang yang tidak berpuasa dengan uzur syar'i seperti haid, nifas, sakit, menyusui, dan lain-lain. Mereka diperbolehkan untuk sengaja membatalkan puasa atau mokel demi kebaikan dan kesehatan dirinya, namun tetap wajib mengqada atau mengganti puasa Ramadan pada lain waktu.
Hukum Mokel saat Puasa Ramadan
Puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh setiap mMuslim yang mampu. Para ulama sepakat bahwa mokel atau membatalkan puasa Ramadan dengan sengaja tanpa uzur syar’i adalah haram dan berdosa. Hal ini karena puasa Ramadan adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan atau dilanggar tanpa alasan yang sah.
Melansir dari situs NU Online, terdapat enam kelompok yang diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadan, yakni orang yang bepergian dengan radius perjalanan yang diperbolehkan untuk qashar shalat, orang sakit, orang tua yang tidak berdaya (jompo), wanita hamil, orang yang tercekik haus, dan wanita menyusui.
Selain enam golongan di atas, orang tidak boleh hukumnya untuk membatalkan puasa dengan sengaja dan nekat tanpa alasan yang dibolehkan dalam hukum Islam. Sekalipun suatu saat orang yang tidak berpuasa mengganti (qadha') puasa yang telah ditinggalkan pada Ramadan, tidak bisa setara dengan satu puasa saat bulan suci. Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini.
"Barangsiapa tidak puasa satu hari di bulan Ramadan tanpa adanya keringanan yang Allah 'azza wa jalla berikan kepadanya, maka tidak akan bisa menjadi ganti darinya, sekalipun ia berpuasa selama satu tahun.” (HR Abu Hurairah).
Syekh Abdurrauf Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan maksud puasa qadha' tidak bisa menjadi pengganti dari puasa satu hari pada Ramadan yang ditinggalkan, yaitu bahwa satu hari puasa Ramadan tidak sama keutamaannya dibanding dengan puasa di selain bulan tersebut.
Hal itu disebabkan dosa tidak puasa satu hari di bulan Ramadan tidak akan bisa hilang, sementara puasa qadha' yang dilakukan di luar Ramadan tidak bisa menyamai keutamaan puasa di bulan Ramadan.
Oleh karena itu, sangat rugi orang-orang yang tidak puasa atau dengan sengaja membatalkan puasa di bulan Ramadan tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat Islam. Sebab, qadha' puasa yang dilakukan di luar Ramadan tidak bisa setara keutamaan dan keberkahannya dengan hari-hari di bulan Ramadan.
Terlebih, orang yang dengan nekat membatalkan puasanya atau mokel pada Ramadan akan mendapatkan ancaman dan siksaan yang sangat pedih di akhirat. Mereka akan digantung tubuhnya, dan dari mulutnya akan keluar darah. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sebagai berikut.
"Dari Abu Umamah berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Pada saat aku tidur, aku bermimpi didatangi dua orang malaikat membawa pundakku. Kemudian mereka membawaku, saat itu aku mendapati suatu kaum yang bergantungan tubuhnya, dari mulutnya yang pecah keluar darah. Aku bertanya: ‘Siapa mereka?’ Ia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum diperbolehkan waktunya berbuka puasa’.” (HR An-Nasa’i).
Baca juga: Ini Dia Menu Minuman Takjil yang Paling Laris saat Ramadan
Editor: Dika Irawan
Namun kini istilah tersebut juga mulai digunakan oleh kalangan masyarakat luas. Menghimpun dari berbagai sumber, mokel artinya membatalkan puasa secara sengaja atau membatalkan puasa sebelum waktu berbuka. Misalnya dengan makan atau minum saat pagi, siang atau sore hari pada Ramadan, ketika waktu maghrib belum tiba.
Baca juga: Mengenal Asal-Usul Istilah Ngabuburit
Orang yang mokel biasanya membatalkan puasa tanpa ada udzur syar’i seperti haid, sakit, safar, dan lain-lain. Umumnya, mereka sengaja buka puasa di siang hari karena tidak kuat menahan lapar, haus ataupun syahwatnya. Tidak hanya makan dan minum, mokel juga termasuk merokok, berjima’, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa.
Meski populer, kata mokel bukan merupakan bahasa baku atau resmi lantaran tidak dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Beberapa sumber menyebut bahwa kata ini berasal dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, mengingat sering diucapkan di daerah Malang dan sekitarnya. Bahasa gaul mokel lainnya yang punya arti serupa ialah mokak, mokah hingga godin.
Mengingat puasa adalah menahan diri dari segala hal membatalkannya (termasuk makan dan minum pada siang hari), mokel artinya membuat puasa batal dengan sengaja. Maka itu, istilah ini sering berkonotasi negatif karena hal-hal yang membatalkan puasa baru boleh dilakukan pada waktu setelah maghrib hingga jelang subuh.
Istilah ini juga bermakna negatif lantaran digunakan untuk menyebut orang-orang yang secara diam-diam membatalkan puasa padahal belum saatnya berbuka. Istilah ini pun ditujukkan untuk mereka yang membatalkan puasa dengan alasan tubuhnya menjadi lemas lantaran padatnya aktivitas selama puasa.
Selain itu, mokel juga digunakan untuk mereka yang tidak sedang melakukan aktivitas apa pun, tetapi makan atau minum secara diam-diam saat puasa, dan selesainya berpura-pura seolah masih menjalankan puasa. Oleh karena itu, istilah mokel berarti membatalkan puasa sebelum waktunya berbuka baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka.
Namun, mokel tidak berlaku untuk orang-orang yang tidak berpuasa dengan uzur syar'i seperti haid, nifas, sakit, menyusui, dan lain-lain. Mereka diperbolehkan untuk sengaja membatalkan puasa atau mokel demi kebaikan dan kesehatan dirinya, namun tetap wajib mengqada atau mengganti puasa Ramadan pada lain waktu.
Puasa Ramadan hukumnya wajib bagi setiap Muslim yang mampu. (Sumber gambar: Sami Abdullah/Pexels)
Puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh setiap mMuslim yang mampu. Para ulama sepakat bahwa mokel atau membatalkan puasa Ramadan dengan sengaja tanpa uzur syar’i adalah haram dan berdosa. Hal ini karena puasa Ramadan adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan atau dilanggar tanpa alasan yang sah.
Melansir dari situs NU Online, terdapat enam kelompok yang diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadan, yakni orang yang bepergian dengan radius perjalanan yang diperbolehkan untuk qashar shalat, orang sakit, orang tua yang tidak berdaya (jompo), wanita hamil, orang yang tercekik haus, dan wanita menyusui.
Selain enam golongan di atas, orang tidak boleh hukumnya untuk membatalkan puasa dengan sengaja dan nekat tanpa alasan yang dibolehkan dalam hukum Islam. Sekalipun suatu saat orang yang tidak berpuasa mengganti (qadha') puasa yang telah ditinggalkan pada Ramadan, tidak bisa setara dengan satu puasa saat bulan suci. Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini.
"Barangsiapa tidak puasa satu hari di bulan Ramadan tanpa adanya keringanan yang Allah 'azza wa jalla berikan kepadanya, maka tidak akan bisa menjadi ganti darinya, sekalipun ia berpuasa selama satu tahun.” (HR Abu Hurairah).
Syekh Abdurrauf Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan maksud puasa qadha' tidak bisa menjadi pengganti dari puasa satu hari pada Ramadan yang ditinggalkan, yaitu bahwa satu hari puasa Ramadan tidak sama keutamaannya dibanding dengan puasa di selain bulan tersebut.
Hal itu disebabkan dosa tidak puasa satu hari di bulan Ramadan tidak akan bisa hilang, sementara puasa qadha' yang dilakukan di luar Ramadan tidak bisa menyamai keutamaan puasa di bulan Ramadan.
Oleh karena itu, sangat rugi orang-orang yang tidak puasa atau dengan sengaja membatalkan puasa di bulan Ramadan tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat Islam. Sebab, qadha' puasa yang dilakukan di luar Ramadan tidak bisa setara keutamaan dan keberkahannya dengan hari-hari di bulan Ramadan.
Terlebih, orang yang dengan nekat membatalkan puasanya atau mokel pada Ramadan akan mendapatkan ancaman dan siksaan yang sangat pedih di akhirat. Mereka akan digantung tubuhnya, dan dari mulutnya akan keluar darah. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sebagai berikut.
"Dari Abu Umamah berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Pada saat aku tidur, aku bermimpi didatangi dua orang malaikat membawa pundakku. Kemudian mereka membawaku, saat itu aku mendapati suatu kaum yang bergantungan tubuhnya, dari mulutnya yang pecah keluar darah. Aku bertanya: ‘Siapa mereka?’ Ia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum diperbolehkan waktunya berbuka puasa’.” (HR An-Nasa’i).
Baca juga: Ini Dia Menu Minuman Takjil yang Paling Laris saat Ramadan
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.