Eksklusif Jeny Tjahyawati, Desainer Modest Fashion yang Berjaya di Pekan Mode Dunia
Menengok kembali perjalanan kariernya, Jeny Tjahyawati merupakan lulusan terbaik Akademi Seni Rupa Dan Desain Mode (ARSIDE) ISWI Jakarta angkatan 1987 dan S1 Desain Fashion di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), serta pernah menimba ilmu di LPTB Susan Budihardjo. Lini busana yang dirintisnya bernama JenY by Jeny Tjahyawati khusus untuk modest wear dan Ethnicant khusus untuk outfit ready to wear.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
Kiprah Jeny di dunia fesyen sangat berani dan menginspirasi, selain berpartisipasi di sejumlah pekan mode Indonesia, dia juga membawa busana rancangannya ke pekan mode internasional. Sejauh ini karya-karyanya telah melenggang di Hongkong Fashion Week, Torino Fashion Week, Paris Fashion Week, London Fashion Week, Fashion Scout London Fashion Week, ASC New York Fashion Week, Miami Modest Fashion Week, Saverah Women Expo London, Johor Fashion Week, Asia Islamic Fashion Week, dan yang terbaru New York Fashion Week.
Atas prestasinya yang membanggakan, perancang busana yang juga merupakan Ketua Umum Indonesia Modest Fashion Designer (IMFD), tersebut pernah meraih penghargaan bergengsi seperti juara 2 Lomba Desain Fashion oleh Majalah Sarinah 1989, LUXURY Awards di Pekan Mode Torino 2017, Rising Star Indonesia Fashion Week 2019, serta masih banyak lagi.
Nah Genhype, kali ini kita akan berbincang-bincang dengan desainer Jeny Tjahyawati dan menyimak cerita-cerita menariknya selama mempersiapkan show di New York Fashion Week 2024-2025.
Bagaimana awal mula ceritanya anda bisa tampil di New York Fashion Week 2024-2025?
Awalnya saya hanya menggelar show kecil-kecil saja belakangan ini, lalu Eski (Dina Fatimah) dari Indonesia Now mendorong saya supaya berani melakukan show yang lebih besar di NYFW. Setelahnya kita akan ditanya mengenai kesiapan dari segi finansial untuk melakukan show di luar negeri. Waktu itu saya enggak berpikir dua kali, karena enggak mau melewatkan kesempatan ini.
Kali ini pun saya enggak meninggalkan ciri khas saya, yaitu meng-highlight unsur budaya Indonesia ke dalam setiap desain busananya. Tapi, supaya bisa tetap terlihat menarik untuk masyarakat New York, saya buat look-nya lebih modern.
Unsur budaya apa yang dibawa ke perhelatan New York Fashion Week 2024-2025?
Saya membawa songket Melayu yang di-styling Aceh, seperti gaya busananya Cut Nyak Dien. Songket-songketnya di-support oleh Torang Sitorus. Temanya Ratoe Jaroe, menggambarkan semangat perempuan Aceh yang tangguh, pemberani, pantang menyerah, dan tetap terlihat anggun.
Ratoh Jaroe diambil dari nama tari tradisional Aceh yang dilakukan sambil melantunkan syair diiringi petikan-petikan jari tangan. Sesuai dengan artinya 'ratoh' adalah berkata atau berbincang.dan 'jaroe' adalah 'jari tangan'.
Seperti apa tampilan busana yang ditampilkan oleh anda di New York Fashion Week 2024-2025?
Saya membawa 10 set busana dengan konsep ready to wear deluxe. Wastra yang dipakai berupa songket, tenun, dan satin. Cutting-nya lebih ke outer, blouse, celana, dan dress dengan teknik pleats manual yang sekarang masih menjadi tren. Sementara palet warnanya yang dominan digunakan ada hitam, merah marun, hijau, dan emas.
Apa yang membuat anda yakin membawa busana bergaya tradisional ke pasar internasional?
Sebagai desainer tentu kita harus menyesuaikan selera pasar juga, masyrakat New York umumnya lebih suka look yang simpel dan clean apalagi untuk busana musim gugur dan musim dingin. Oleh karenanya, saya berpikir bagaimana caranya busana Ratoh Jaroe ini tidak terasa berat dan nyaman dipakai walaupun menggunakan wastra seperti songket.
Akhirnya saya kombinasikan dengan kain yang motif-motifnya dicetak dengan digital printing. Tapi tetap meng-highlight songket jadi kainnya tenun asli dan teknik pleats-nya saya sudah buat.
Seperti tren modest fesyen yang disukai sepanjang 2024 sampai 2025 mendatang?
Teknik pleats akan selalu jadi tren yang disukai orang-orang, terutama untuk busana-busana modest. Saya sendiri menerapkan teknik ini sejak 2017. Pleats ini teknik melipat bahan yang kemudian dipres dengan cara dijahit atau disetrika supaya membentuk lipatan permanen.
Khusus untuk busana Ratoh Jaroe, saya menggunkan pleats yang cara melipat seperti origami. Supaya bentuknya kelihatan, dilipat-lipat pakai kertas, tidak pakai mesin. Hasil akhirnya berbentuk seperti lampion.
Apa saja tantangan yang dihadapi saat membawa karya anda ke NYFW 2024-2025?
Ternyata kita tidak bisa berkreasi sesuka hati, tetap ada guidance tren yang menjadi panduan dan harus diikuti oleh para desainer saat mendesain busananya. Tren fall-winter 2024-2025, misalnya dari penggunaan warnanya dominan earth tone, seperti cokelat, merah, mustard, hijau, dan lainnya.
Selain itu pleats juga masuk dalam guidance tren. Saya mulai membuat lipatannya sejak bajunya masih di Indonesia, saat dibawa ke New York pleats-nya diikat dengan tali untuk mempertahannkan bentuknya. Ini harus hati-hati banget dari segi perawatannya, seperti mencuci dan menyetrika karena bisa menghilangkan bentuk lipatannya.
Apa rencana anda setelah pulang dari NYFW 2024-2025?
Setelah dari New York Fashion Week mau dilanjutkan dengan B2B ke Los Angeles (LA) dengan buyer. Jadi perjalanan ini enggak hanya berhenti di fashion show saja, masih ada peluang-peluang lainnya di industri ini. Mudah-mudahan, koleksi busana saya bisa diterima dan disukai semua orang.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.