Simfoni Nasionalisme Nan Megah Karya Yogyakarta Royal Orchestra Membius Penikmat Orkestra Ibu Kota
Konser bertajuk Hari Penegakan Kedaulatan Negara itu menjadi kali kedua bagi kelompok musik Yogyakarta Royal Orchestra menggelar konser di Jakarta dan yang pertama konsernya dibuka untuk umum.
Baca juga: Cerita Soal Repertoar Istimewa dalam Konser HPKN Yogyakarta Royal Orchestra
Para penonton sedari sore sudah berdatangan ke gedung pertunjukan Aula Simfonia Jakarta. Mereka tak sabar ingin mendengar 10 repertoar yang berisi lagu-lagu perjuangan serta lagu daerah yang akan dibawakan malam itu.
Saat waktu pertunjukan tiba, alunan Gendhing Surceli dimainkan dan menjadi salam pembuka dari Yogyakarta Royal Orchestra. Pekikan Raus terdengar setelahnya, tanda Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 juga telah hadir ke area pagelaran.
Lampu teater perlahan mulai dimatikan, RW. Widyogunomardowo sebagai konduktor mulai mengangkat tongkat batonnya, penonton hening, 62 musisi Yogyakarta Royal Orchestra lalu mulai memainkan musiknya.
Musisi yang tergabung dalam Yogyakarta Royal Orchestra tampil saat konser Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN) di Jakarta, Jumat (1/3/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani)
Himne Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi repertoar pertama yang dibawakan pada konser kali ini. lagu tersebut dibawakan dengan olah vokal yang teduh sekaligus dalam. Repertoar yang memakai lirik berbahasa Jawa itu seketika menyirap penonton.
Malam itu, Himne Serangan Umum 1 Maret 1949 dibawakan dengan format choir dan orkestra. Melodi lagu yang berkarakter kuat serta lirik yang begitu dalam membuat lagu ini sukses menciptakan rasa cemas, haru, tertantang, geram, dan membangkitkan rasa nasionalisme dalam satu waktu.
Seperti judulnya, lagu yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 ini memang mengambil latar sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Mengambil idiom musikal Laras Pelog Pathet Barang, lagu ini memiliki makna yang dalam.
Liriknya mencoba menceritakan perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya demi merebut Yogyakarta dari penjajah. Para penonton kemudian mengganjar lagu ini dengan tepuk tangan.
Lagu Tekad yang adalah buah karya dr Damodoro Nuradya menjadi repertoar kedua yang dibawakan. Dimulai dengan tempo yang lambat, permainan melodi dari instrumen oboe yang disusul woodwind section dan strings menjadi pintu masuk yang ajaib ketika choir kemudian mulai menyanyikan lirik lagunya.
Dipadu dengan alunan suara sopran, alto, tenor, dan bass dari choir PSM UI Paragita, lirik lagu ini menjadi pembakar semangat juang yang patut untuk direnungi ulang. Lirik lagu ini memang menceritakan tentang perjuangan para pahlawan yang penuh tekad dalam memperjuangkan bangsa.
Baca juga: Misi TRUST Orchestra Membumikan Orkestra di Tanah Air
Pada nomor ketiga, Yogyakarta Royal Orchestra mulai membawakan lagu-lagu perjuangan. Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki menjadi repertoar apik selanjutnya. Lagu yang dalam konser kali ini diaransemen oleh ML Widyoyitnowaditro dibawakan dalam fortam solo cello dan orkestra.
Pendekatan teknik komposisi ini membuat instrumen cello sebagai solois memainkan bagian melodi utama yang menggugah rasa setiap penonton yang hadir mendengarkannya. Salah satu yang menarik dari lagu ini adalah ketika cadenza ditempatkan pada bagian awal setelah permainan tema melodi utama.
Lazimnya, cadenza ada pada bentuk musik concerta yang berkembang di era klasik dan ditempatkan pada bagian menjelang akhir movement pertama.
Musisi yang tergabung dalam Yogyakarta Royal Orchestra tampil saat konser Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN) di Jakarta, Jumat (1/3/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani)
Setelahnya, Yogyakarta Royal Orchestra beturut-turut membawakan lagu lain, seperti Concerto Nusantara yang menghadirkan lagu-lagu daerah ke dalam gaya orkestrasi Neo-Romatik, Fantasia On Turi Turi Putih yang dibuka dengan permainan instrumen cello dan cotra bass pada melodi utamanya, dan Lir Ilir yang ditampilkan dengan gaya orkestrasi romantik.
Pada nomor setelahnya, yakni Jenang Gula, konduktor RW. Widyogunomardowo memainkan variasi lain. Lagu yang diaransemen ML Widyoyitnowaditro itu dibawakan dalam format orkestra yang berpadu dengan alat musik celempung. Nomor ini juga menyertakan sinden sebagai penyanyinya.
Lengkingan vokal Sinden menjadi pembuka lagu yang apik, disusul dengan permainan celempung dan strings section, lagu Jenang Gula bersalin rupa menjadi wajah yang elegan. Keunikan nomor ini terletak pada penggabungan dua identitas musikal antara musik Jawa dengan musik klasik Barat.
Setelah nomor berikutnya, dari Lela Ledhung, Padhang Bulan, hingga Yogyakarta dibawakan, konser ini ditutup dengan tembang Sepasang Mata Bola. Lagu dari Ismail Marzuki dan Suto Iskandar ini diaransemen ulang oleh ML Widyoyitnowaditro ke dalam format solo tenor, choir, dan orkestra.
Lagu ini dimulai dengan bunyi-bunyian instrumen tambur yang seolah seperti suara kereta api. Instrumen oboe dan fagot muncul seolah jadi penyambung untuk menghidupkan lagu ini.
Daniel Christanto sebagai solo tenor menyanyikan melodi lagu dengan karakter yang kuat dan penuh penjiwaan. Ditambah dengan kehadiran PSM UI Paragita yang menyanyikan melodi lagu dengan penuh variasi dari karakter vokal sopran, alto, tenor, dan bas, membuat aransemen lagu Sepasang Mata Bola menjadi bentuk dan karakter musikal yang begitu indah.
Memaknai Nasionalisme Lewat Musik
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 berharap konser ini bisa menjadi penyambung gaung yang lebih luas tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Selama konser, Sri Sultan mengatakan sangat menikmati seluruh repertoar yang disajikan oleh Yogyakarta Royal Orchestra malam tersebut.Menurut Sri Sultan, konser ini memang bertujuan untuk mengajak banyak orang merenungi makna kedaulatan dan perjuangan bangsa, melalui alunan musik yang menyentuh jiwa. Musik, sejarah, dan nasionalisme memang jadi bagian yang saling terkait dan tak bisa dipisahkan. Dia mencontohkan keindahan musik yang bisa menjadi pemersatu sebuah bangsa.
Yakni, ketika Simfoni Nomor 9 karya Ludwig van Beethoven dikumandangkan ribuan orang pada peringatan 10 tahun runtuhnya Tembok Berlin. Fenomena tersebut kemudian membuka jalan kembalinya Jerman bersatu. “Dengan harapan seperti itu, semoga pada malam ini, kita bisa memaknai setiap alunan nada sebagai penggugah semangat persatuan,” tuturnya.
Musisi yang tergabung dalam Yogyakarta Royal Orchestra tampil saat konser Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN) di Jakarta, Jumat (1/3/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani)
Pimpinan produksi Mas Lurah Widyotantomardowo mengatakan ada 10 repertoar yang dibawakan oleh kelompok musik Yogyakarta Royal Orchestra dalam konser terbaru mereka bertajuk Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN).
Lagu-lagu tersebut bukan hanya dipilih karena sesuai dengan tema, tetapi juga punya makna mendalam di baliknya. Dalam konser ini, dirinya sengaja mengharmonisasi alunan musik jawa dengan orkestra.
Beberapa gending juga akan dibawakan dalam format orkestra dan berkolaborasi dengan cokekan dan sindhen. Lalu, dirinya juga berkolaborasi dengan solois vokal Daniel Christianto dan paduan suara dari PSM Universitas Indonesia Paragita untuk memberikan sentuhan variasi menarik selama konser.
Baca juga: Yogyakarta Royal Orchestra Gelar Konser Penegakan Kedaulatan Negara pada 1-2 Maret 2024 di Jakarta
Konser Hari Penegakan Kedaulatan Negara selama dua hari berturut-turut, yakni pada 1-2 Maret 2024. Konser hari pertama yang berlangsung Jumat (1/3/2024), dihadiri oleh tamu undangan. Adapun pada konser hari kedua yang digelar Sabtu (2/3/2024), bisa dihadiri oleh masyarakat umum dengan pembelian tiket. Saat ini, periode penjualan tiket masih dibuka untuk publik.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.