Cikal Bakal Pers Indonesia sejak Era Kolonialisme hingga Kini
09 February 2024 |
14:12 WIB
Tokoh Pers Nasional
1. Tirto Adhi Soerjo (1880–1918)
Bapak Pers Nasional, Tirto Adhi Soerjo. (Sumber foto: Wikimedia Commons)
Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Medan Prijaji merupakan surat kabar nasional pertama yang menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia). Seluruh pekerjanya mulai dari pengurus percetakan, penerbitan, dan wartawannya adalah masyarakat pribumi asli.
Di tangannya surat kabar menjadi alat propaganda dan pemersatu bangsa dalam melawan penjajah. Dia juga berani mengkritisi pemerintahan kolonial Belanda. Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa, lalu dibuang ke Pulau Bacan dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).
2. Ruhana Kuddus (1884–1972)
Ruhana Kuddus. (Sumber foto: Wikimedia Commons)
Soetan pun setuju untuk mendirikan Soenting Melajoe sebagai media massa untuk mendidik kaun perempuan. Dia juga menjadikan Ruhana sebagai pemimpin redaksinya. Sejak saat itu, Ruhana aktif menyunting berita yang terbit di Soenting Melajoe sampai tutup usia pada 17 Agustus 1972.
3. Tan Malaka (1897–1949)
Tan Malaka. (Sumber foto: Wikimedia Commons)
Karya-karya tulisan Tan Malaka lainnya yang terkenal adalah Tanah Orang Miskin yang dimuat dalam Het Vrije Woord pada 1920 dan Naar de Republiek Indonesien (Menuju Republik Indonesia) pada 1924. Tan Malaka wafat pada 1949 dan diakui sebagai Pahlawan Nasional.
4. Mohammad Hatta (1902–1980)
Mohammad Hatta. (Sumber foto: Wikimedia Commons)
Tulisannya mengedukasi pembaca, mengenai pergolakan kekuasaan yang berkecamuk saat itu. Mengajak masyarakat untuk bersatu, serta memihak pihak Barat maupun fasisme Jepang.
5. Rosihan Anwar (1922-2011)
Rosihan Anwar. (Sumber foto: Netherlands Indies Government Information Service)
Pada era Orde Baru, Rosihan Anwar menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (1968-1974). Kontribusinya dalam sejaran perkembangan pers nasional membuat, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan PWI, mendapat penghargaan 'Life Time Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat pada 2007.
6. Herawati Diah (1917–2016)
Herawati Diah, terlahir Siti Latifah Herawati Latip, seorang jurnalis, aktivis, salah satu perempuan Indonesia pertama yang berpendidikan Amerika Serikat. Ia belajar sosiologi di Barnard College, Columbia University 1937-41. Juga kursus singkat jurnalistik di Stanford University. https://t.co/wiWQ41P3Gm pic.twitter.com/uS4voOhj4I
— Potret Lawas (@potretlawas) June 21, 2021
Herawati Diah mengawali karier jurnalistiknya saat masih bersekolah di Amerika Serikat. Sambil menjalankan studi, dia rajin mengirimkan tulisan ke Doenia Kita, majalah yang didirikan ibunya. Setelah pulang ke Indonesia pada 1942, Herawati bekerja sebagai wartawan lepas di United Press International (UPI) dan menjadi penyiar radio Hosokyoku.
Bersama sang suami, Burhanuddin Mohammad Diah atau BM Diah yang saat itu menjadi asisten editor di Asia Raja, mereka mendirikan harian Merdeka dan The Indonesian Observer, sebagai pelopor surat kabar berbahasa Inggris pertama di Indonesia. Selain aktif sebagai wartawan, Herawati Diah juga terus memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia dengan mendirikan Komnas Perempuan.
Baca juga: Hari Pers Nasional, Simak Profil 5 Jurnalis Perempuan Berpengaruh pada Masa Kemerdekaan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.