Ilustrasi deepfake. (Sumber gambar : Freepik/Vecstock)

Waspada Potensi Deepfake, Kian Marak Jelang Pemilu 2024

30 January 2024   |   09:30 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Potensi kejahatan siber dengan memanfaatkan artificial intelligence (AI) diprediksi marak jelang pemilihan umum 2024. Salah satu yang dikhawatirkan di era teknologi ini adalah deepfake karena bisa dijadikan alat propaganda dan mempengaruhi suara para calon pemilih.

Genie Sugene Gan, Head of Government Affairs and Public Policy for Asia-Pacific, Japan, Middle East, Turkey and Africa Regions di Kaspersky menerangkan deepfake adalah rekaman audio atau video yang telah disunting menggunakan kecerdasan buatan sehingga tampak seolah-olah orang yang terekam benar-benar mengucapkan atau melakukan hal tersebut.

Baca juga: Apa Itu Deepfake & Bagaimana Cara Menghindarinya 

Penelitian Kaspersky mengungkapkan bahwa terdapat permintaan yang signifikan terhadap deepfake secara global.  Dalam beberapa kasus, terdapat kemungkinan permintaan deepfake dari individu terhadap target tertentu seperti tokoh politik. Harga per menit video deepfake berkisar dari US$300 hingga US$20.000.

“Ancaman digital berupa SMS, email phishing, video palsu, dan situs berbahaya harus diantisipasi pada musim pemilu di Indonesia,” ujar Gan beberapa waktu lalu.

Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyampaikan dengan perkembangan generatif AI yang bisa diakses secara bebas, semua orang bisa membuat deepfake. Di media sosial, dia menilai konten deepfake marak berseliweran. Namun, memang ada yang menyediakan jasa pembuatan deepfake dengan tarif paling murah Rp10 juta.

Berkaitan dengan pemilu, deepfake biasanya dijadikan sebagai alat propaganda atau menyajikan informasi yang menyesatkan publik untuk penggiringan opini untuk merusak karakter seseorang. Teknologi ini pun pernah dipakai di tengah pemilu di Amerika Serikat sehingga menurutnya menghasilkan pemimpin yang kurang kompeten.

"Kalau melihat di Indonesia, potensi risikonya sama dengan negara lain,” tuturnya saat berbincang dengan Hypeabis.id beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, Ardi meminta agar masyarakat Indonesia lebih pintar dan cermat dalam melihat konten di media sosial. Dia berpendapat, mayoritas pengguna gadget di Tanah Air sejauh ini kurang cerdas bermedia sosial dan minim literasi sehingga mudah dipengaruhi dan tidak bisa membedakan konten deepfake

Di tengah tahun politik ini, Ardi pun menyarankan agar masyarakat mengonsumsi informasi dari sumber yang tepat seperti media massa.

“Masyarakat harus kritis menyiasati berbagai konten yang beredar apalagi terkait pemilu. Jangan percaya konten yang tidak jelas sumbernya,” tegasnya. 

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persada menilai deepfake memiliki potensi yang sangat berbahaya terhadap pemilu dan proses demokrasi secara keseluruhan. Ada banyak akibat yang ditimbulkan dari audio atau video palsu tersebut. 

Deepfake bisa menyesatkan pemilih dan menyebabkan persepsi yang salah tentang calon atau isu tertentu dengan tujuan mempengaruhi hasil pemilu. Kemudian, mencemarkan citra kandidat dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan pada pemilih dan merusak reputasi mereka, mempengaruhi pandangan dan opini pemilih tentang calon atau isu tertentu yang dapat memengaruhi hasil pemilu. 

Teknologi ini juga menimbulkan kekacauan dan ketidakstabilan dalam masyarakat yang dapat mengganggu proses pemilu dan memengaruhi hasilnya. Tidak henti di situ, deepfake bisa memperkuat polarisasi dalam masyarakat, menyebabkan ketegangan sosial yang meningkat, dapat menyulitkan dialog politik yang konstruktif, serta menghalangi upaya untuk mencapai kesepakatan.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Sinopsis Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba-Hashira Training Arc, Tayang Februari di Bioskop Indonesia

BERIKUTNYA

Ramai di TikTok Kontaminasi Timbal Pada Botol Minum, Ini Bahayanya untuk Kesehatan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: