Restorasi digital Lewat Djam Malam (Dok. L’Immagine Ritrovata)

Restorasi dan Momentum untuk Film-film Klasik Indonesia Hari Ini

16 August 2021   |   19:10 WIB

Adapun, sosok yang mendapat kepercayaan untuk memilih satu film yang direstorasi adalah oleh kritikus senior, JB Kristanto. Sebagai kritikus yang telah berkiprah selama tiga dekade lebih, JB Kristanto memilih Lewat Djam Malam karena capaian estetik dan signifikansi historisnya.

Keputusan memilih Lewat Djam Malam pun bisa dibilang tepat. Setelah direstorasi, Lewat Djam Malam tayang di Cannes Film Festival 2012 dan London Film Festival. Tak hanya itu, Lewat Djam Malam juga dipilih oleh Martin Scorsese untuk masuk dalam World Cinema Project yang kemudian dirilis oleh Criterion Collection. 
 
Lewat Djam Malam/Historia

Apresiasi terhadap Lewat Djam Malam dan kerja-kerja restorasi di baliknya itu kemudian memicu kerja-kerja serupa. Satu per satu film lawas lain turut direstorasi oleh Kemendikbud; beberapa di antaranya adalah Darah dan Doa (1950),  Pagar Kawat Berduri (1961), Bintang Ketjil (1963), dan lain sebagainya.

Adrian Jonathan, yang terlibat dalam pemilihan beberapa dari film tersebut, melihat kinerja tersebut sebagai hal yang sangat baik. Namun, baginya, proses restorasi tersebut bukan tanpa catatan. 

Mantan Ketua Bidang Apresiasi, Literasi, dan Pengarsipan Badan Perfilman Indonesia tersebut menilai bahwa pilihan film tersebut masih berkutat pada karya-karya adiluhung.

“Kalau targetnya adalah merawat dan memperkenalkan ulang legacy sinema Indonesia, rasanya perlu lebih inklusif, karena publik lebih banyak punya memori kolektif atau dekat dengan dengan film-film di luar karya-karya adiluhung tadi,” ucapnya.

Meski demikian, tentu saja restorasi harus terus dilakukan. Sebab, film-film klasik tak hanya penting sebagai artefak (tangkapan akan kondisi zaman saat itu), tapi juga untuk memahami permasalahan pada masa sekarang. 

Menurut Adrian Jonathan, sebagai konten, film-film klasik juga memiliki momentum hari ini. Hari ini orang-orang membutuhkan banyak tontonan, tapi pandemi memberi banyak keterbatasan untuk produksi film. Platform streaming harusnya dapat menjawab ini dengan menghadirkan film-film klasik.

“Akses publik ke film klasik bakal banyak ditentukan oleh streaming platforms, mengingat mereka butuh konten dan industrinya lagi tidak di posisi untuk bisa bikin konten baru secara cepat,” ucapnya.

Editor: M R Purboyo
1
2


SEBELUMNYA

Mantab, Biaya Tes PCR Akhirnya Turun Jadi Rp490.000

BERIKUTNYA

Awas, Generasi Sandwich Rentan Burnout hingga Depresi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: