Koltiva memiliki berbagai teknologi untuk sektor pertanian atau smart farming (sumber gambar : Koltiva)

Keren! Begini Penerapan Teknologi IoT di Sektor Pertanian

17 January 2024   |   15:30 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Penerapan teknologi sektor pertanian di Indonesia saat ini kian berkembang, dan telah melibatkan pemanfaatan teknologi dalam berbagai aspek. Sejumlah upaya pun terus dilakukan untuk mengelola sektor pertanian, seperti penggunaan aplikasi pertanian berbasis website dan aplikasi, teknologi Internet of Things (IoT) dan lain sebagainya.

Pengembangan teknologi smart farming ini juga banyak diaplikasikan oleh sejumlah perusahaan startup di bidang pertanian, salah satunya adalah Koltiva. Perusahaan startup asal Indonesia ini menggabungkan solusi online dan offline untuk membantu perusahaan multinasional serta pemasoknya dalam hal pelacakan rantai pasokan, dan telah melayani 1 juta produsen hingga saat ini.

Baca juga: Interaksi dengan AI Makin Kuat, Cek 4 Prediksi Tren Komunikasi Digital 2024 

CEO Koltiva Manfred Borer mengatakan, dalam konteks pelacakan produk berbasis pertanian, pihaknya tengah menciptakan terobosan baru melalui pengembangan perangkat lunak yang menyediakan pelacakan dari benih hingga ke tangan konsumen.

Melalui teknologi sistem ketertelusuran (traceability) dalam rantai pasokan ini, maka perusahaan dapat memastikan perjalanan produk pertanian dari bahan baku menuju ke operasi pertanian dan distribusi hingga ke tangan konsumen dilakukan secara transparan.

Menurutnya, platform ketertelusuran ini telah digunakan pada berbagai industri komoditas seperti kakao, kopi, kelapa sawit, karet, dll untuk mematuhi regulasi. Salah satunya Peraturan Produk Bebas Deforestasi - EU’s Deforestation-Free Products Regulation (EUDR) yang diamanatkan oleh Dewan Uni Eropa yang mengharuskan perusahaan-perusahaan agar mematuhi aturan bebas deforestasi dalam produk mereka.

“Inovasi ini membantu perusahaan multinasional dan perusahaan besar untuk dapat melacak asal-usul pasokan produk mereka yang sebagian besar berasal dari produsen kecil di Indonesia, dan negara-negara lain di mana Koltiva beroperasi,” tuturnya.

Di samping itu, Koltiva juga memiliki berbagai fitur unggulan di platform teknologi ketertelusuran (KoltiTrace, Traceability Platform) antara lain Penilaian Gas Rumah Kaca Rantai Pasokan (Supply Chain GHG Assessment). Melalui aplikasi ini, rincian emisi gas rumah kaca secara terperinci dapat terlihat dari seluruh langkah di rantai pasokan pertanian.

Selanjutnya adalah pemantauan penggunaan lahan (land use change) yang memberikan pemantauan dan bukti kepatuhan perusahaan terhadap penggunaan lahan seperti deforestasi yang relevan dengan regulasi EUDR.

Selain itu, Koltiva juga menawarkan aplikasi web dan mobile yang komprehensif untuk mengurus berbagai aktivitas pertanian, seperti pendaftaran produsen, survei, pemantauan transaksi pertanian, pemetaan deforestasi, hingga pengukuran emisi gas rumah kaca di perkebunan.
 

Menurut Manfred, teknologi solusi pertanian yang dihadirkan Koltiva bukan hanya untuk korporasi dan perusahaan multinasional agribisnis saja tetapi juga seluruh aktor bisnis dan pengguna di rantai pasokan.

Misalnya saja, terdapat aplikasi FarmRetail yang dapat dimanfaatkan oleh agri input distributor & toko/kiosk; kemudian bagi para kolektor atau pedagang bisa memanfaatkan aplikasi FarmGate; sedangkan produsen atau petani bisa menggunakan aplikasi FarmCloud.

Sementara itu, perusahaan maupun para produsen dapat menggunakan aplikasi KoltiTrace IoT yang memanfaatkan sensor IoT untuk membantu melakukan penggunaan sensor suhu, kelembaban udara, kelembaban tanah, sekaligus memantau kondisi lingkungan pertanian.

“Seluruh teknologi ekosistem Koltiva juga dilengkapi dengan fitur dompet digital [KoltiPay] yang memudahkan seluruh pengguna dalam melakukan transaksi finansial sehari-hari,” tuturnya.

Saat ini, teknologi yang dimiliki oleh Koltiva telah diterapkan di 52 negara untuk 48 hasil tani dan komoditas, seperti kakao, kopi, kelapa sawit, karet, rumput laut, vanili, mint, sorghum, kelapa, durian, jahe, patchouli (nilam), jeruk, garam, salak, lada putih, wasabi, dan sebagainya.

Didirikan sejak tahun 2013, saat ini Koltiva telah membantu lebih dari 6.800 bisnis dan lebih dari 1 juta produsen di 52 negara dengan dukungan kantor layanan pelanggan di 14 negara, seperti Brasil, China, Ekuador, Ghana, India, Indonesia, Pantai Gading, Meksiko, Peru, Filipina, Swiss, Thailand, Uganda, dan Vietnam.


Beberapa teknologi utama yang dibutuhkan untuk smart farming dan pertanian berkelanjutan:

  1. Aplikasi Mobile: Aplikasi yang dapat diakses melalui ponsel pintar untuk memberikan informasi pertanian, panduan, dan pemantauan. Ini membantu petani mengakses sumber daya dan informasi yang diperlukan dengan mudah.
  2. IoT (Internet of Things): Sensor yang dapat mengukur suhu, kelembaban tanah, kelembaban udara, tingkat cahaya, dan parameter lainnya yang relevan untuk pertanian. Sensor ini akan membantu petani memantau kondisi lingkungan dan tanaman secara real-time.
  3. Penggunaan Data dan Analisis: Platform dan perangkat lunak yang mampu mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data pertanian. Analisis data ini dapat memberikan wawasan penting untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
  4. Platform Ketertelusuran: Sistem yang memungkinkan pelacakan asal-usul dan jejak produk pertanian dari produksi awal hingga tiba di tangan konsumen. Ini membantu meningkatkan transparansi dan kepercayaan konsumen, kepatuhan pada regulasi, serta memastikan produk yang dihasilkan bebas dari deforestasi.
  5. Edukasi dan Pelatihan: Program pelatihan dan pendidikan yang memungkinkan petani memahami dan menggunakan teknologi dengan efektif, serta edukasi mengenai praktik pertanian berkelanjutan.
  6. Koneksi Internet: Infrastruktur yang memadai untuk akses internet yang cepat dan stabil di daerah pertanian, karena banyak teknologi smart farming memerlukan konektivitas online.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Angkat Tema M/othering, Makassar International Writers Festival Siap Digelar Mei 2024

BERIKUTNYA

ATEEZ, Le Sserafim, dan The Rose Masuk Line Up Coachella 2024, Tuai Pro Kontra dari Warganet

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: