Sejarah Hari Tanah Sedunia yang Diperingati Setiap 5 Desember
05 December 2023 |
16:00 WIB
Setiap 5 Desember, masyarakat di seluruh dunia memperingati Hari Tanah Sedunia atau World Soil Day (WSD). Momentum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pentingnya tanah dan pengelolaannya yang berkelanjutan untuk menciptakan ekosistem yang sehat.
Mengutip National Today, banyak yang beranggapan bahwa tanah akan selalu ada. Kenyataannya, butuh lebih dari 1.000 tahun untuk menumbuhkan 0,4 inci tanah. Oleh karenanya penting sekali untuk menjaga tanah dan menghindari hal-hal yang bisa mencemarinya.
Adapun, Hari Tanah Sedunia ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO). Simak sejarah Hari Tanah Sedunia dan tema yang diusung tahun ini.
Baca juga: Sejarah Hari Hutan Indonesia 7 Agustus, Jaga Hutan Jaga Iklim
Konferensi FAO kemudian mengesahkan Hari Tanah Sedunia pada Juni 2013 dan meminta penetapan resminya di Majelis Umum PBB ke-68. Sampai akhirnya pada Desember 2013, Majelis Umum PBB resmi menetapkan 5 Desember 2014 sebagai Hari Tanah Sedunia pertama.
Hari itu juga bertepatan dengan hari ulang tahun mendiang Raja Bhumibol Adulyadej. Tanggal 5 Desember dipilih untuk mengingat dan menghormati hasil kerja Raja yang mampu mewujudkan peringatan hari penting tersebut.
Di bawah kepemimpinan Kerajaan Thailand dan dalam kerangka kerja Kemitraan Tanah Global, FAO telah mendukung pembentukan resmi Hari Tanah Sedunia atau World Soil Day sebagai platform peningkatan kesadaran global terkait tanah yang sehat.
Mengutip dari laman resmi PBB dan FAO, tema Hari Tanah Sedunia 2023 adalah Soil and water, a source of life yang artinya Tanah dan air, sumber kehidupan. Melalui tema ini, PBB dan FAO ingin menyampaikan pesan bahwa kelangsungan hidup planet Bumi bergantung pada hubungan antara tanah dan air yang sehat. Lantaran lebih dari 95 persen makanan berasal dari dua sumber daya tersebut.
Air tanah sangat penting untuk penyerapan nutrisi pada tanaman. Ini merupakan fondasi dasar dari sistem pertanian. Namun dalam menghadapi perubahan iklim dan berbagai aktivitas manusia, tanah telah mengalami degradasi, sehingga memberikan tekanan yang berlebihan pada sumber daya air. Sampai akhirnya terjadilah erosi yang mengganggu keseimbangan alam, mengurangi resapan air dan ketersediaan air untuk kehidupan.
Melalui momentum Hari Tanah Sedunia, diharapkan bisa meningkatkan kesadaran semua orang akan pentingnya dan hubungan antara tanah dan air untuk mencapai sistem pertanian pangan yang berkelanjutan dan tangguh. Masyarakat di seluruh dunia dapat meningkatkan kesehatan tanah melalui praktik-praktik pengelolaan tanah yang berkelanjutan.
Misalnya seperti pengolahan tanah minimum, rotasi tanaman, penambahan bahan organik, dan penanaman tanaman penutup. Hasilnya dapat meningkatkan kesehatan tanah, mengurangi erosi dan polusi, serta meningkatkan infiltrasi dan penyimpanan air. Upaya tersebut juga akan membantu melestarikan keanekaragaman hayati tanah, meningkatkan kesuburan, serta berkontribusi pada penyerapan karbon yang memainkan peran penting dalam memerangi perubahan iklim.
Baca juga: Ada Hutan di Jakarta? Cek 7 Tempat Wisata Alam di Ibu Kota, Cocok untuk Healing
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Mengutip National Today, banyak yang beranggapan bahwa tanah akan selalu ada. Kenyataannya, butuh lebih dari 1.000 tahun untuk menumbuhkan 0,4 inci tanah. Oleh karenanya penting sekali untuk menjaga tanah dan menghindari hal-hal yang bisa mencemarinya.
Adapun, Hari Tanah Sedunia ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO). Simak sejarah Hari Tanah Sedunia dan tema yang diusung tahun ini.
Baca juga: Sejarah Hari Hutan Indonesia 7 Agustus, Jaga Hutan Jaga Iklim
Sejarah Hari Tanah Sedunia
Mengutip dari laman resmi PBB, penetapan Hari Tanah Sedunia atau World Soil Day direkomendasikan oleh International Union of Soil Sciences (IUSS) pada 2002. Ini merupakan gerakan yang dipimpin oleh kerajaan Thailand dan dalam kerangka kerja Kemitraan Tanah Global di bawah pemerintahan mendiang Raja Bhumibol Adulyadej.Konferensi FAO kemudian mengesahkan Hari Tanah Sedunia pada Juni 2013 dan meminta penetapan resminya di Majelis Umum PBB ke-68. Sampai akhirnya pada Desember 2013, Majelis Umum PBB resmi menetapkan 5 Desember 2014 sebagai Hari Tanah Sedunia pertama.
Hari itu juga bertepatan dengan hari ulang tahun mendiang Raja Bhumibol Adulyadej. Tanggal 5 Desember dipilih untuk mengingat dan menghormati hasil kerja Raja yang mampu mewujudkan peringatan hari penting tersebut.
Di bawah kepemimpinan Kerajaan Thailand dan dalam kerangka kerja Kemitraan Tanah Global, FAO telah mendukung pembentukan resmi Hari Tanah Sedunia atau World Soil Day sebagai platform peningkatan kesadaran global terkait tanah yang sehat.
Mengutip dari laman resmi PBB dan FAO, tema Hari Tanah Sedunia 2023 adalah Soil and water, a source of life yang artinya Tanah dan air, sumber kehidupan. Melalui tema ini, PBB dan FAO ingin menyampaikan pesan bahwa kelangsungan hidup planet Bumi bergantung pada hubungan antara tanah dan air yang sehat. Lantaran lebih dari 95 persen makanan berasal dari dua sumber daya tersebut.
Air tanah sangat penting untuk penyerapan nutrisi pada tanaman. Ini merupakan fondasi dasar dari sistem pertanian. Namun dalam menghadapi perubahan iklim dan berbagai aktivitas manusia, tanah telah mengalami degradasi, sehingga memberikan tekanan yang berlebihan pada sumber daya air. Sampai akhirnya terjadilah erosi yang mengganggu keseimbangan alam, mengurangi resapan air dan ketersediaan air untuk kehidupan.
Melalui momentum Hari Tanah Sedunia, diharapkan bisa meningkatkan kesadaran semua orang akan pentingnya dan hubungan antara tanah dan air untuk mencapai sistem pertanian pangan yang berkelanjutan dan tangguh. Masyarakat di seluruh dunia dapat meningkatkan kesehatan tanah melalui praktik-praktik pengelolaan tanah yang berkelanjutan.
Misalnya seperti pengolahan tanah minimum, rotasi tanaman, penambahan bahan organik, dan penanaman tanaman penutup. Hasilnya dapat meningkatkan kesehatan tanah, mengurangi erosi dan polusi, serta meningkatkan infiltrasi dan penyimpanan air. Upaya tersebut juga akan membantu melestarikan keanekaragaman hayati tanah, meningkatkan kesuburan, serta berkontribusi pada penyerapan karbon yang memainkan peran penting dalam memerangi perubahan iklim.
Baca juga: Ada Hutan di Jakarta? Cek 7 Tempat Wisata Alam di Ibu Kota, Cocok untuk Healing
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.