Tim Esport yang. (Sumber gambar : Freepik)

Tantangan Regenerasi Talenta Esports, Kebutuhan akan Turnamen Lokal yang Lebih Masif

26 November 2023   |   22:30 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Talenta Esport di Tanah Air semakin menjamur. Tidak sedikit yang lolos turnamen skala internasional. Namun demikian, proses regenerasi mengalami kendala lantaran pro player yang muncul tidak jarang bersifat momentum atau karena faktor keberuntungan.

Founder Indonesia Esports Association (IESPA) Eddy Lim menerangkan Esport bisa maju jikalau jumlah turnamen lokal banyak. Sayangnya, turnamen di level bawah ini masih minim karena sponsor yang ada lebih fokus mendukung turnamen tingkat 1 atau profesional karena lebih banyak penonton.

Baca juga: Simak Kiat Menggeluti Esports yang Makin Ngetren di Kalangan Anak Muda

Dia menjelaskan turnamen lokal atau kelas amatir dalam Esport merupakan bagian dari pembinaan. Dari pertandingan tersebut, akan muncul talenta-talenta baru yang menjadi calon proplayer untuk dibimbing lebih lanjut ke turnamen internasional. 

Nah, apabila turnamen lokal ini tidak digencarkan, regenerasi bisa tersendat karena pro player yang ada saat ini tidak banyak. “Nah kalau mereka pensiun, ya kan penggantinya kurang banyak. Kenapa? Karena event-event amatir di bawahnya kurang difokuskan,” ujarnya saat dihubungi Hypeabis.id beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa Esport merupakan olahraga yang berangkat dari bisnis gim. Tentu para sponsor mencari keuntungan dari langkahnya menanamkan dana pada turnamen kelas profesional. Dalam situasi ini, Eddy menaruh harapan kepada para publisher game agar bergerak membuat banyak turnamen-turnamen kecil. 

Muslih Wahyudi Rahman atau yang karib disapa Fayad berpendapat sulit mendapatkan gammer yang sustainable dari kompetisi yang sempat dibuatnya bersama Poco, Extreme League Season 2 beberapa waktu lalu. “Jadi kalau ada 100 orang teratas, yang bertahan 20 persen paling banyak,” tuturnya.

Adapun Extreme League dibuatnya untuk mencari talenta Esport yang memang hebat, bukan hanya karena momentum. Sebagai edukator, Fayad menginginkan pemain yang berkualitas dan konsisten dalam hal performa hingga attitude, meskipun player di setiap daerah memiliki ciri khas dan timeline masing-masing. “Tapi kita ingin yang muncul berkualitas, bukan adu momentum lagi,” tegasnya.

Utamakan Pendidikan dan Kesehatan Fisik
Sementara itu, Eddy menerangkan Esport tidak berbeda dengan olahraga lainnya. Mengingat banyaknya pemain gim berusia belia atau masih sekolah, Eddy mengingatkan untuk selalu mengutamakan pendidikan. Para gamer harus pandai membagi waktu antara sekolah dan menyalurkan hobi bermain gim-nya. 

Pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Hubungan Internasional Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) itu mengingatkan agar para gamer yang ingin menjadi pro player wajib memperhatikan kesehatan fisik. “Karena kalau badan sehat, kamu lawan orang yang selevel saja kamu menang, minimal itu pertandingan kecil, kamu menang lah,” tuturnya.

Selama 10 tahun terakhir, Eddy melihat perubahan yang cukup besar dari perhatian manajemen tim kepada para roaster-nya. Hampir atlet Esport memiliki badan yang fit dan tidak gemuk karena diterapkan pula latihan fisik. 

Kesehatan mental dan makanan yang dikonsumsi pun dijaga dengan baik. Pola pelatihan jelang pertandingan pun semakin baik. Jika dahulu butuh waktu hampir 24 jam untuk berlatih sebelum bertanding, kini manajemen tim menerapkan pola latihan 10-12 jam, dengan pengaturan waktu tidur yang cukup.

Eddy menyebut setiap kali bertemu dengan manajemen tim Esport, dia selalu mengingatkan agar menjaga fisik menjadi hal utama yang patut diperhatikan. “Saya tekanan ke fisik, kelihatannya sekarang mulai banyak yang ngerti pentingnya latihan fisik,” jelas pakar Esport itu.

Coach Adi dari RRQ Kazu menerangkan manajemen sangat mempertimbangkan motivasi dan attitude, bukan kemampuan mekanik saja saat menjaring talenta-talenta baru untuk masuk ke dalam timnya. Pihaknya tidak ingin mindset pro player masuk ke tim hanya ingin eksis saja.

Coach Fluxxys dari Thorrad menjelaskan dalam hal seleksi, pihaknya mempertimbangakan mekanikal skill atau makro skill. Jika memiliki kemampuan mekanik atau kecepatan jari hingga penempatan posisi, otomatis kemampuan makronya seperti mengatur dan membaca segala situasi dalam pertandingan bisa dibangun. Thorrad juga mempertimbangkan attitude pemain. “Entah attitude terhadap teman dan lingkungan sekitarnya,” sebutnya saat berbincang dengan Bisnis beberapa waktu lalu.

Dalam menghadapi pertandingan skala nasional maupun internasional, Thorrad katanya sangat disiplin kepada para pro player, mulai dari waktu tidur hingga makan. “Kalau badan tidak fit, tidak jadi fokus. Kesehatan mempengaruhi performa player,” tegasnya.

Begitu pula kesehatan mental. Fluxxys menyampaikan jika para player tidak memiliki mental yang baik atau kuat, ilmu yang dipelajari maupun strategi yang dilakukan tidak akan berjalan sempurna. Oleh karena itu, Thorrad sangat menjaga mental para pemainnya dengan melakukan bonding dan sharing mengulas kesulitan yang dihadapi.

Baca juga: Grand Final Call of Duty Mobile Major Series 9 Siap Digelar, Pertemukan Kagendra &  ABC Esports

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Nyamuk Berwolbachia Diklaim Bisa Meringankan Beban BPJS Kesehatan, Ini Penjelasannya

BERIKUTNYA

10 Sekolah Animasi di Indonesia dan Dunia, Pilihan Terbaik untuk Meniti Karier Animator

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: