Gastrodiplomasi Ala William Wongso, Kenalkan Kuliner Indonesia Untuk Dunia Lewat Nasi Bungkus
11 November 2023 |
13:17 WIB
Makanan merupakan simbol sekaligus produk budaya yang memiliki kekhasan tersendiri di setiap wilayah. Hal itu terepresentasikan dalam puspa ragam kuliner yang mampu memanjakan lidah saat seseorang pelesiran ke berbagai negara tertentu di dunia
Jika Italia punya pizza, Thailand punya Tom Yum, Jepang memiliki Sushi, maka Indonesia memiliki nasi bungkus dengan berbagai macam variannya. Itulah sekiranya yang menjadi intisari pidato kebudayaan dari pakar kuliner William Wongso di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki.
Baca juga: Gastronomi Jadi Cara Jitu Atasi Stunting di Indonesia, Ini Penjelasannya
Mengambil tajuk Gastrodiplomasi Nasi Bungkus untuk Menaklukkan Lidah Dunia, ahli tata boga itu menarasikan kait kelindan kuliner dan sejarah dunia. Terutama untuk menggunakan hidangan sebagai jalan diplomasi antara negara-negara di dunia.
Menurut Oom Will, panggilan akrabnya, memang lidah selalu memiliki kemampuan untuk menancapkan pengalaman dan menggerakkan selera manusia. Saat seseorang pelesiran ke negara tertentu misalnya, hampir bisa dipastikan yang pertama kali dicari kuliner khas setempat.
Tak hanya itu, diaspora masyarakat dipastikan bakal membentuk persilangan budaya baru yang memengaruhi citarasa kuliner. Oleh karena itu, penting menggunakan hidangan khas masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan brand awareness sebuah Bangsa.
Nasi bungkus, menurutnya memiliki potensi yang besar untuk dikenalkan sebagai kuliner Indonesia di dunia. Indonesia bahkan memiliki berbagai macam nasi bungkus dengan nama-nama yang beragam, seperti nasi timbel, nasi jinggo, nasi docang, dan sebagainya dengan isian yang juga beragam.
"Jika diplomasi budaya memberi kedekatan, gastrodiplomasi melengkapinya dengan menyentuh rasa. Sentuhan itulah yang kita harapkan menjadi penjelajahan yang tak berkesudahan bagi masyarakat dunia," katanya.
Di dalam nasi bungkus juga terdapat kekayaan budaya, keragaman kuliner, dan simbol kesiapsiagaan orang Indonesia. Salah satunya terbukti saat nasi bungkus mampu mempererat pertalian antarmasyarakat ketika menghadapi sesuatu yang tak terprediksi seperti bencana alam dan yang lain.
Oleh karena itu, dia mengungkap kekayaan narasi yang terkandung dalam nasi bungkus, sudah saatnya untuk diangkat menjadi bahasa gastrodiplomasi dalam wilayah global. Sebab, jika hal itu dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, niscaya puspa ragam kuliner Indonesia bakal lebih bisa dikenal lidah dunia.
"Nasi bungkus bisa jadi sesuatu yang sederhana, distigma sebagai street food, tetapi setidaknya itu bukan junk food yang bisa merugikan kesehatan keuangan kita bersama," tandasnya.
Sementara itu, Hasan Aspahani, Wakil Ketua 1 DKJ menyatakan pemilihan tema pidato kebudayaan ini merupakan bentuk keresahan untuk mengenalkan potensi kuliner Indonesia yang bisa mengglobal. Berangkat dari situlah pihaknya mengangkat isu gastrodiplomasi dengan mengundang William Wongso.
"Kita sering dengar pertanyaan kenapa makanan kita kurang mendunia? Tidak seperti makanan China, Thailand, Jepang, India, atau Korea? Siapa lagi yang paling tepat bicara soal itu kalau bukan William Wongso? Dan beliau ternyata punya kegelisahan yang sama," katanya.
Sebagai tambahan informasi, gastrodiplomasi merupakan salah satu bentuk soft diplomacy dari sebuah negara kepada negara lain. Daya tarik dari gastrodiplomasi adalah mengandalkan kekuatan daya tarik budaya yang secara inheren terdapat di makanan suatu negara.
Baca juga: Dukung Gastronomi Berkelanjutan, Ini 4 Kiat yang Bisa Dilakukan
William Wongso dikenal sebagai ahli gastronomi yang telah memboyong cita rasa Tanah Air menuju Sydney, Australia. Dia sana dia membuka restoran yang mempersembahkan kuliner dengan kelokalan yang sangat khas lewat nasi bungkus untuk memperkenalkan Indonesia, termasuk pariwisatanya.
Editor: Fajar Sidik
Jika Italia punya pizza, Thailand punya Tom Yum, Jepang memiliki Sushi, maka Indonesia memiliki nasi bungkus dengan berbagai macam variannya. Itulah sekiranya yang menjadi intisari pidato kebudayaan dari pakar kuliner William Wongso di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki.
Baca juga: Gastronomi Jadi Cara Jitu Atasi Stunting di Indonesia, Ini Penjelasannya
Mengambil tajuk Gastrodiplomasi Nasi Bungkus untuk Menaklukkan Lidah Dunia, ahli tata boga itu menarasikan kait kelindan kuliner dan sejarah dunia. Terutama untuk menggunakan hidangan sebagai jalan diplomasi antara negara-negara di dunia.
Menurut Oom Will, panggilan akrabnya, memang lidah selalu memiliki kemampuan untuk menancapkan pengalaman dan menggerakkan selera manusia. Saat seseorang pelesiran ke negara tertentu misalnya, hampir bisa dipastikan yang pertama kali dicari kuliner khas setempat.
Tak hanya itu, diaspora masyarakat dipastikan bakal membentuk persilangan budaya baru yang memengaruhi citarasa kuliner. Oleh karena itu, penting menggunakan hidangan khas masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan brand awareness sebuah Bangsa.
Nasi bungkus, menurutnya memiliki potensi yang besar untuk dikenalkan sebagai kuliner Indonesia di dunia. Indonesia bahkan memiliki berbagai macam nasi bungkus dengan nama-nama yang beragam, seperti nasi timbel, nasi jinggo, nasi docang, dan sebagainya dengan isian yang juga beragam.
"Jika diplomasi budaya memberi kedekatan, gastrodiplomasi melengkapinya dengan menyentuh rasa. Sentuhan itulah yang kita harapkan menjadi penjelajahan yang tak berkesudahan bagi masyarakat dunia," katanya.
Di dalam nasi bungkus juga terdapat kekayaan budaya, keragaman kuliner, dan simbol kesiapsiagaan orang Indonesia. Salah satunya terbukti saat nasi bungkus mampu mempererat pertalian antarmasyarakat ketika menghadapi sesuatu yang tak terprediksi seperti bencana alam dan yang lain.
Oleh karena itu, dia mengungkap kekayaan narasi yang terkandung dalam nasi bungkus, sudah saatnya untuk diangkat menjadi bahasa gastrodiplomasi dalam wilayah global. Sebab, jika hal itu dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, niscaya puspa ragam kuliner Indonesia bakal lebih bisa dikenal lidah dunia.
"Nasi bungkus bisa jadi sesuatu yang sederhana, distigma sebagai street food, tetapi setidaknya itu bukan junk food yang bisa merugikan kesehatan keuangan kita bersama," tandasnya.
Sementara itu, Hasan Aspahani, Wakil Ketua 1 DKJ menyatakan pemilihan tema pidato kebudayaan ini merupakan bentuk keresahan untuk mengenalkan potensi kuliner Indonesia yang bisa mengglobal. Berangkat dari situlah pihaknya mengangkat isu gastrodiplomasi dengan mengundang William Wongso.
"Kita sering dengar pertanyaan kenapa makanan kita kurang mendunia? Tidak seperti makanan China, Thailand, Jepang, India, atau Korea? Siapa lagi yang paling tepat bicara soal itu kalau bukan William Wongso? Dan beliau ternyata punya kegelisahan yang sama," katanya.
Sebagai tambahan informasi, gastrodiplomasi merupakan salah satu bentuk soft diplomacy dari sebuah negara kepada negara lain. Daya tarik dari gastrodiplomasi adalah mengandalkan kekuatan daya tarik budaya yang secara inheren terdapat di makanan suatu negara.
Baca juga: Dukung Gastronomi Berkelanjutan, Ini 4 Kiat yang Bisa Dilakukan
William Wongso dikenal sebagai ahli gastronomi yang telah memboyong cita rasa Tanah Air menuju Sydney, Australia. Dia sana dia membuka restoran yang mempersembahkan kuliner dengan kelokalan yang sangat khas lewat nasi bungkus untuk memperkenalkan Indonesia, termasuk pariwisatanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.