Buku Memasihkan yang Pernah, Eksperimen Poetography ala Penyair Aan Mansyur
10 November 2023 |
16:30 WIB
Selain populer sebagai penyair, Aan Mansyur juga dikenal sebagai penulis yang menggandrungi dunia fotografi. Kecintaannya pada dunia fotografi tersebut kemudian memberikan dimensi baru dalam karya buku puisi terbaru yang baru rilis belum lama ini, Memasihkan yang Pernah.
Secara format, karya dari Aan Mansyur ini sangat berbeda dengan buku-buku puisi yang pernah digarap sebelumnya. Dalam karya bertajuk Memasihkan yang Pernah tersebut, penyair asal Sulawesi itu mencoba bereksperimen dengan poetography; puisi dan fotografi.
Baca juga: Buku Biografi Iravati Mangunkusumo Sudiarso, Kiprah 6 Dekade Sang Empu Pianis Indonesia
Namun, poetography yang dihadirkan Aan dalam buku ini bukan sekadar menggabungkan kata-kata puitisnya dengan serangkaian foto pemanis belaka. Buku ini menawarkan serangkaian kartu puisi, kartu foto, dan buku yang dibuat terpisah.
Konsep unik ini membuat pembaca akan dibawa ke sebuah pengalaman membaca yang tidak tunggal dan penuh dengan keberagaman kemungkinan. Bahkan, secara khusus, buku ini punya panduan untuk menikmatinya.
Buku puisinya ini sangat terbuka untuk dimainkan dalam berbagai cara. Misalnya, kalian dapat memisahkan kartu foto dengan kartu puisi. Lalu, acak kedua jenis kartu tersebut. Letakkan tumpukan kartu puisi di tengah meja dengan posisi terbalik.
Bagikan satu kartu foto kepada masing-masing yang ikut bermain. Beri waktu kepada semua orang untuk mengamati foto di tangannya. Minta mereka menceritakan pikiran dan perasaan setelah melihat foto.
Lalu, buka dan baca salah satu kartu puisi. Usahakan perlakukan bagian ini seperti pertunjukan puisi. Minta semua orang menceritakan pikiran dan perasaan mereka dan bagaimana efek puisi memengaruhi foto. Silakan mempercakapkan apa yang terjadi atau ulangi permainan dengan kartu berbeda. Atau, juga dengan cara baru lain yang bisa dikreasikan sendiri.
Puisi yang telah sedari awal multitafsir, bertemu dengan foto yang juga multitafsir. Kedua hal itu lantas digabungkan dengan pengalaman atau latar belakang para pemain atau pembaca yang berbeda-beda. Singkatnya, akan menghasilkan ragam kemungkinan-kemungkinan unik dalam interpretasinya.
Format baru dari Aan ini memunculkan cara anyar dalam menikmati sebuah puisi. Melalui buku ini, Aan juga seolah ingin menciptakan pertunjukan puisi dalam berbagai tempat dan kemungkinan. Hal yang mungkin sejauh ini tak terlalu sering terjadi.
Namun, di samping format barunya yang berbeda, puisi-puisi yang dihadirkan Aan di buku ini masih mengagumkan. Sihir kata-kata Aan masih mewarnai di setiap bait puisinya. Setiap halamannya, diksi-diksi indah itu berpadu dengan wajah visual berbeda dan menambah kekayaan arti.
Secara garis besar, sajak-sajaknya juga mengangkat tema atau berbahan dasar dari banyak hal berbeda. Dalam puisi berjudul Pelajaran Menulis Dari Ibuku, misalnya. Aan seolah sedang menggambarkan peran orang-orang terdekatnya dalam kiprah kepenyairannya.
Aan menggambarkan dengan manis bagaimana peran ibunya dalam kerja-kerja sastra yang dilakukannya. Kemudian, juga bagaimana peran anak dan istrinya yang tak berhenti jadi sumber inspirasi tulisannya.
Sekali lagi, Aan berhasil menghadirkan hal-hal yang terasa dekat dengan banyak orang. Puisinya terkadang berubah jadi begitu personal dan menyentuh. Namun, terkadang jadi sebuah bara yang memanasi kembali nilai-nilai kemanusiaan yang belakangan mulai luntur.
Sayangnya, ada beberapa judul puisi lama yang entah mengapa dimasukkan kembali di buku terbarunya. Misalnya, puisi berjudul Pertanyaan-Pertanyaan dan Pelajaran Menulis Puisi dari Ibuku yang sebelumnya ada di buku Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau, lalu hadir lagi di buku ini.
Hal ini menimbulkan redudansi. Walaupun demikian, sebenarnya berkat tambahan visual baru, sebagai pendamping dari setiap puisi, sedikit menghibur pembaca karena tetap bisa memunculkan interpretasi-interpretasi baru yang cukup unik darinya.
Data Buku
Baca juga: Review Buku 1970 Sebuah Novel: Kelindan Sepak Bola dalam Pusaran Politik Brasil
Editor: Dika Irawan
Secara format, karya dari Aan Mansyur ini sangat berbeda dengan buku-buku puisi yang pernah digarap sebelumnya. Dalam karya bertajuk Memasihkan yang Pernah tersebut, penyair asal Sulawesi itu mencoba bereksperimen dengan poetography; puisi dan fotografi.
Baca juga: Buku Biografi Iravati Mangunkusumo Sudiarso, Kiprah 6 Dekade Sang Empu Pianis Indonesia
Namun, poetography yang dihadirkan Aan dalam buku ini bukan sekadar menggabungkan kata-kata puitisnya dengan serangkaian foto pemanis belaka. Buku ini menawarkan serangkaian kartu puisi, kartu foto, dan buku yang dibuat terpisah.
Konsep unik ini membuat pembaca akan dibawa ke sebuah pengalaman membaca yang tidak tunggal dan penuh dengan keberagaman kemungkinan. Bahkan, secara khusus, buku ini punya panduan untuk menikmatinya.
Buku puisinya ini sangat terbuka untuk dimainkan dalam berbagai cara. Misalnya, kalian dapat memisahkan kartu foto dengan kartu puisi. Lalu, acak kedua jenis kartu tersebut. Letakkan tumpukan kartu puisi di tengah meja dengan posisi terbalik.
Bagikan satu kartu foto kepada masing-masing yang ikut bermain. Beri waktu kepada semua orang untuk mengamati foto di tangannya. Minta mereka menceritakan pikiran dan perasaan setelah melihat foto.
Lalu, buka dan baca salah satu kartu puisi. Usahakan perlakukan bagian ini seperti pertunjukan puisi. Minta semua orang menceritakan pikiran dan perasaan mereka dan bagaimana efek puisi memengaruhi foto. Silakan mempercakapkan apa yang terjadi atau ulangi permainan dengan kartu berbeda. Atau, juga dengan cara baru lain yang bisa dikreasikan sendiri.
Puisi yang telah sedari awal multitafsir, bertemu dengan foto yang juga multitafsir. Kedua hal itu lantas digabungkan dengan pengalaman atau latar belakang para pemain atau pembaca yang berbeda-beda. Singkatnya, akan menghasilkan ragam kemungkinan-kemungkinan unik dalam interpretasinya.
Format baru dari Aan ini memunculkan cara anyar dalam menikmati sebuah puisi. Melalui buku ini, Aan juga seolah ingin menciptakan pertunjukan puisi dalam berbagai tempat dan kemungkinan. Hal yang mungkin sejauh ini tak terlalu sering terjadi.
Namun, di samping format barunya yang berbeda, puisi-puisi yang dihadirkan Aan di buku ini masih mengagumkan. Sihir kata-kata Aan masih mewarnai di setiap bait puisinya. Setiap halamannya, diksi-diksi indah itu berpadu dengan wajah visual berbeda dan menambah kekayaan arti.
Secara garis besar, sajak-sajaknya juga mengangkat tema atau berbahan dasar dari banyak hal berbeda. Dalam puisi berjudul Pelajaran Menulis Dari Ibuku, misalnya. Aan seolah sedang menggambarkan peran orang-orang terdekatnya dalam kiprah kepenyairannya.
Aan menggambarkan dengan manis bagaimana peran ibunya dalam kerja-kerja sastra yang dilakukannya. Kemudian, juga bagaimana peran anak dan istrinya yang tak berhenti jadi sumber inspirasi tulisannya.
Sekali lagi, Aan berhasil menghadirkan hal-hal yang terasa dekat dengan banyak orang. Puisinya terkadang berubah jadi begitu personal dan menyentuh. Namun, terkadang jadi sebuah bara yang memanasi kembali nilai-nilai kemanusiaan yang belakangan mulai luntur.
Sayangnya, ada beberapa judul puisi lama yang entah mengapa dimasukkan kembali di buku terbarunya. Misalnya, puisi berjudul Pertanyaan-Pertanyaan dan Pelajaran Menulis Puisi dari Ibuku yang sebelumnya ada di buku Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau, lalu hadir lagi di buku ini.
Hal ini menimbulkan redudansi. Walaupun demikian, sebenarnya berkat tambahan visual baru, sebagai pendamping dari setiap puisi, sedikit menghibur pembaca karena tetap bisa memunculkan interpretasi-interpretasi baru yang cukup unik darinya.
Data Buku
- Judul: Memasihkan yang Pernah
- Penyunting: Ipank Pamungkas
- Penyelaras Akhir: Dipa Samaran
- Tata Letak: Pak Ian
- Penerbit: Shira Media
- Tahun: 2023
Baca juga: Review Buku 1970 Sebuah Novel: Kelindan Sepak Bola dalam Pusaran Politik Brasil
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.