Ilustrasi atap rumah. (Sumber gambar: Simone Hutsch/Unsplash)

Penggunaan Asbes untuk Atap Rumah Ancam Kesehatan, Perlu Regulasi Khusus

21 September 2023   |   15:07 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Sebuah unggahan baru-baru ini viral di media sosial yang menguak bahwa penggunaan asbes dalam atap rumah berbahaya bagi kesehatan manusia. Atap asbes disebut berpotensi menimbulkan efek jangka panjang bagi kesehatan seperti asbestosis, kanker paru-paru, termasuk mesothelioma

Unggahan yang telah dilihat jutaan orang di Twitter itu lantas memunculkan perbincangan di kalangan warganet tentang penggunaan asbes. Tak dipungkiri, meski telah dilarang di Eropa karena dianggap bisa mengancam kesehatan, asbes masih digunakan di sejumlah negara seperti China, Kanada, tak terkecuali Indonesia.

Salah satu faktor utama asbes masih dipilih oleh masyarakat sebagai atap rumah atau bangunan ialah lantaran harganya yang murah. Terutama bagi masyarakat kelas bawah, asbes kerap menjadi pilihan lantaran ketidakmampuan mereka menjangkau material atap yang lebih aman bagi kesehatan karena harganya yang cenderung lebih mahal.

Arsitek Deddy Wahjudi mengatakan dalam rencana anggaran biaya (RAB) membangun rumah atau bangunan, atap memang memberikan konsekuensi pengeluaran yang cukup besar pada pemiliknya, sehingga tak jarang material atap dengan harga yang lebih terjangkau dipilih oleh masyarakat.

"Asbes memang material paling mudah diakses secara harga dan keberadaannya di publik. Tapi kalau saya melihat asbes itu juga pilihan terakhir," katanya saat dihubungi Hypeabis.id lewat sambungan telepon, Kamis (21/9/2023).

Peringatan bahaya penggunaan asbes sebenarnya sudah digaungkan sejak tahun 1940-an di Jerman. Asbes diakui menjadi material yang bisa memicu penyakit risiko kerja. Sejak itu, pakar medis meyakini bahwa asbes bisa menyebabkan beberapa jenis kanker seperti Pleural Mesothelioma yakni kanker pada jaringan tipis yang melindungi paru-paru.

Selain itu, penyakit kanker pada pangkal tenggorokan dan kanker paru-paru. Termasuk, berbagai penyakit lainnya yang disebabkan terserapnya asbes ke paru-paru lewat pernafasan sehingga terhimpun endapan partikel-partikel asbes dalam tubuh.

Namun, abses baru dilarang 60 tahun kemudian di negara Uni Eropa. Pada 2005, asbes tidak boleh lagi diproduksi dan digunakan di Uni Eropa. Akan tetapi di negara-negara lain misalnya Rusia, Ukraina, China, dan Kanada, asbes masih tetap diproduksi.

Dari mereka, asbes pun dijual murah ke negara-negara berkembang seperti India, China, Indonesia, Thailand dan Vietnam. Mereka membeli materi bangunan tersebut yang jauh lebih murah dibandingkan materi bangunan pengganti asbes. Penggunaan asbes pun kian masif seiring dengan nihilnya edukasi sebagai langkah perlindungan kesehatan masyarakat, serta aturan yang tegas terkait larangan penggunaan asbes.
 

Ilustrasi atap rumah. (Sumber gambar: Simone Hutsch/Unsplash)

Ilustrasi atap rumah. (Sumber gambar: Jack Price Burns/Unsplash)

Regulasi & Edukasi
Berdasarkan data United Nations Statistical Division (COMTRADE), Indonesia menempati posisi kedua konsumen asbes terbesar di seluruh dunia atau sebesar 17 persen dari total konsumsi asbes yang diperdagangkan secara global.

Sementara itu, berdasarkan data Statistik Perdagangan Luar Negeri, setidaknya 100.000 ton meter kubik bahan baku asbes diimpor ke Indonesia dengan pajak bea masuk 0 persen. Sebagian besar bahan asbes digunakan sebagai bahan baku konstruksi seperti atap semen, pipa semen hingga partisi. 

Menurut laporan Indonesia Ban Asbestos Network, terdapat 17 pabrik asbes untuk keperluan bahan bangunan dan 16 industri manufaktur yang memproduksi produk yang mengandung asbes untuk keperluan lain di Indonesia. 

Dilaporkan juga bahwa setidaknya 411 perusahaan mengimpor bahan yang mengandung asbes, serta sekitar 9,8 persen rumah di Indonesia menggunakan atap asbes yang menunjukkan kemungkinan besar pekerja konstruksi bekerja dengan bahan yang mengandung bahan itu.

Deddy mengatakan tegasnya negara-negara seperti Uni Eropa dalam penggunaan asbes dibarengi dengan kebijakan bahwa pembangunan rumah atau bangunan di sana harus melibatkan arsitek berlisensi. Sedangkan, kondisi tersebut masih belum terbangun di Indonesia.

Masih banyak masyarakat yang hanya mengandalkan kontraktor atau tukang bangunan dalam mendirikan rumah. Oleh karena itu, segala keputusan dalam pembangunan rumah mulai dari desain hingga pemilihan material acapkali mengandalkan selera dan keinginan sang pemilik.

"Kalau di negara lain rumah sekecil apapun itu harus didesain oleh arsitek termasuk dalam perizinan bangunannya. Sedangkan di Indonesia masih berjuang dengan undang-undang yang nantinya memberlakukan semua infrastruktur akan didesain oleh arsitek," katanya.

Menurut Deddy, pemerintah Indonesia juga seharusnya membuat regulasi yang tegas terkait penggunaan asbes seperti negara-negara lain. Selain itu, pemerintah juga dinilai harus memberikan semacam edukasi atau pengarahan kepada masyarakat terkait penggunaan material bangunan yang lebih aman.

Termasuk, memberikan solusi terkait pilihan bahan bangunan yang terjangkau oleh masyarakat sekaligus aman yang merata di seluruh daerah Nusantara.

Baca juga: Cara Asyik Agar Cahaya Alami Masuk ke Rumah, Buat Jendela Atap & Skylight

Di sisi lain, di Indonesia sendiri, permintaan pelarangan impor dan penggunaan asbes telah digaungkan oleh sejumlah lembaga dan organisasi. Jaringan Indonesia Larang Asbes telah mendesak pemerintah untuk berhenti mengimpor asbes sejak 2012. Selain itu, ada pula Indonesia Ban Asbestos Network (INA-BAN) yang menentang konsumsi dan industri asbes di Tanah Air sejak 2010.

Bahkan, organisasi kesehatan dunia atau WHO juga telah menggencarkan kampanye larangan penggunaan asbes di seluruh dunia untuk meredam kasus penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan material atap tersebut.

Editor: M R Purboyo

SEBELUMNYA

Tampil Cantik & Stylish dengan Fashion Item Bermotif

BERIKUTNYA

Deretan Hal Menarik dari Boruto Two Blue Vortex Chapter 2

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: