Henry Manampiring & Praktik Mendekatkan Filsafat ke Anak Muda Lewat Stoa
17 September 2023 |
22:42 WIB
Apa yang terbayang di benak Genhype ketika mendengar kata filsafat? Bisa jadi yang salah satu hal yang tebersit adalah sebuah kajian ilmu yang serius, rumit, dan membutuhkan pemikiran mendalam untuk mempelajarinya. Namun, dunia filsafat nyatanya tidak seberat itu loh.
Pasalnya, jika dipelajari dengan tepat, kajian filsafat dapat membuat hidup seseorang lebih mudah menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi. Adapun, salah satu cabang filsafat tersebut adalah stoikisme. Yaitu, aliran filsafat yang berpandangan bahwa manusia harus mampu mengontrol emosinya agar bisa bersyukur atas apa yang terjadi dengan diri mereka.
Baca juga: 5 Rekomendasi Buku dan Novel Filsafat untuk Pemula
Dalam aliran stoikisme ditekankan prinsip bahwa manusia merupakan makhluk yang mudah dipengaruhi emosi. Oleh karena itu seseorang harus mampu mengendalikan pikiran serta bersikap positif agar hidup yang dijalani lebih bahagia.
Hal inilah yang menjadi salah satu pokok bahasan dalam diskusi bertajuk Pesta Filosofi Teras, Stoa untuk Indonesia yang Lebih Rasional. Berlangsung di Serambi Salihara, diskusi ini membahas buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring.
Adapun, buku yang kini memasuki cetak ke-50 sejak diterbitkan pada 2018 itu membahas mengenai pentingnya berakal sehat dan mencintai liyan. Keunikan buku ini adalah adanya metode Stop-Think-Assess-Respond (STAR) sebagai self-control sebelum seseorang mengambil keputusan.
Menurut Henry Manampiring, untuk mengenalkan filsafat pada generasi muda salah satu caranya adalah dengan berbagai hal yang dekat dengan realitas mereka. Terutama lewat metode yang akrab dengan kehidupan sehari-hari yang mereka jalani.
Dia mencontohkan misalnya, dalam kehidupan praksis seorang yang introvert dapat menyikapinya sebagai hal yang positif dan negatif. Orang introvert menurutnya kerap overthinking akibat menimbang berbagai hal yang ada di pikirannya, tapi hal itu justru menjadi positif.
"Kata overthinking itu kan menarik, karena yang sebenarnya dianjurkan itu bukan kata anti thinking. Berpikir itu kan sesuatu yang benar, pasalnya makhluk rasional itu harus thinking atau berpikir," katanya.
Tak hanya itu, stoik juga bisa diterapkan untuk menyikapi impresi dengan lebih hati-hati. Kendati impresi merupakan hal yang normal, tapi seseorang harus lebih mengedepankan berbagai pertanyaan untuk menguji opini spontan itu dari berbagai impresi yang dicerap oleh inderawi.
"Dalam hubungan antara pasangan misalnya, ketika pacar atau istri ngomong sesuatu yang salah dan kita tersinggung, memang kita yakin bahwa niatnya berbicara untuk menyinggung atau kita yang salah tampa?" imbuhnya.
Senada, pengajar filsafat A. Setyo Wibowo mengatakan filsafat juga bisa didekati dengan berbagai macam cara. Salah satunya terkait isu mental health yang kini kerap dibicarakan generasi muda, terutama bagi mereka yang ingin menjalani hidup yang lebih bahagia.
Dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu mengungkap untuk mengenalkan filsafat ke anak muda memang harus lewat kegiatan praktis terlebih dulu. Terutama lewat buku bacaan yang lebih menggunakan bahasa yang dekat dengan mereka.
"Kebutuhan orang Indonesia, atau generasi milenial saat ini dalam mempelajari filsafat ya yang seperti ini. Sesuatu yang praktis sehingga hasilnya jelas karena menjadi bagian dari kegiatan yang sehari-hari mereka jalani," jelasnya.
Filosofi Teras ditulis oleh Henry Manampiring pada 2018 yang membahas mengenai ajaran stoik yang sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Lewat buku dengan total 352 halaman ini pembaca akan diajak untuk menemukan akar masalah dan juga solusi dari banyak emosi negatif serta membangun mental yang tangguh.
Namun, jauh dari kesan filsafat sebagai topik yang berat dan mengawang-awang, stoik (filosofi teras) justru bersifat praktis dan relevan dengan kehidupan generasi milenial atau Z. Terlebih di dalamnya juga ada berbagai cara untuk melatih hal tersebut.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Pasalnya, jika dipelajari dengan tepat, kajian filsafat dapat membuat hidup seseorang lebih mudah menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi. Adapun, salah satu cabang filsafat tersebut adalah stoikisme. Yaitu, aliran filsafat yang berpandangan bahwa manusia harus mampu mengontrol emosinya agar bisa bersyukur atas apa yang terjadi dengan diri mereka.
Baca juga: 5 Rekomendasi Buku dan Novel Filsafat untuk Pemula
Dalam aliran stoikisme ditekankan prinsip bahwa manusia merupakan makhluk yang mudah dipengaruhi emosi. Oleh karena itu seseorang harus mampu mengendalikan pikiran serta bersikap positif agar hidup yang dijalani lebih bahagia.
Hal inilah yang menjadi salah satu pokok bahasan dalam diskusi bertajuk Pesta Filosofi Teras, Stoa untuk Indonesia yang Lebih Rasional. Berlangsung di Serambi Salihara, diskusi ini membahas buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring.
Adapun, buku yang kini memasuki cetak ke-50 sejak diterbitkan pada 2018 itu membahas mengenai pentingnya berakal sehat dan mencintai liyan. Keunikan buku ini adalah adanya metode Stop-Think-Assess-Respond (STAR) sebagai self-control sebelum seseorang mengambil keputusan.
Menurut Henry Manampiring, untuk mengenalkan filsafat pada generasi muda salah satu caranya adalah dengan berbagai hal yang dekat dengan realitas mereka. Terutama lewat metode yang akrab dengan kehidupan sehari-hari yang mereka jalani.
Dia mencontohkan misalnya, dalam kehidupan praksis seorang yang introvert dapat menyikapinya sebagai hal yang positif dan negatif. Orang introvert menurutnya kerap overthinking akibat menimbang berbagai hal yang ada di pikirannya, tapi hal itu justru menjadi positif.
"Kata overthinking itu kan menarik, karena yang sebenarnya dianjurkan itu bukan kata anti thinking. Berpikir itu kan sesuatu yang benar, pasalnya makhluk rasional itu harus thinking atau berpikir," katanya.
Tak hanya itu, stoik juga bisa diterapkan untuk menyikapi impresi dengan lebih hati-hati. Kendati impresi merupakan hal yang normal, tapi seseorang harus lebih mengedepankan berbagai pertanyaan untuk menguji opini spontan itu dari berbagai impresi yang dicerap oleh inderawi.
"Dalam hubungan antara pasangan misalnya, ketika pacar atau istri ngomong sesuatu yang salah dan kita tersinggung, memang kita yakin bahwa niatnya berbicara untuk menyinggung atau kita yang salah tampa?" imbuhnya.
Senada, pengajar filsafat A. Setyo Wibowo mengatakan filsafat juga bisa didekati dengan berbagai macam cara. Salah satunya terkait isu mental health yang kini kerap dibicarakan generasi muda, terutama bagi mereka yang ingin menjalani hidup yang lebih bahagia.
Dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu mengungkap untuk mengenalkan filsafat ke anak muda memang harus lewat kegiatan praktis terlebih dulu. Terutama lewat buku bacaan yang lebih menggunakan bahasa yang dekat dengan mereka.
"Kebutuhan orang Indonesia, atau generasi milenial saat ini dalam mempelajari filsafat ya yang seperti ini. Sesuatu yang praktis sehingga hasilnya jelas karena menjadi bagian dari kegiatan yang sehari-hari mereka jalani," jelasnya.
Filosofi Teras ditulis oleh Henry Manampiring pada 2018 yang membahas mengenai ajaran stoik yang sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Lewat buku dengan total 352 halaman ini pembaca akan diajak untuk menemukan akar masalah dan juga solusi dari banyak emosi negatif serta membangun mental yang tangguh.
Namun, jauh dari kesan filsafat sebagai topik yang berat dan mengawang-awang, stoik (filosofi teras) justru bersifat praktis dan relevan dengan kehidupan generasi milenial atau Z. Terlebih di dalamnya juga ada berbagai cara untuk melatih hal tersebut.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.