Pakar Marketing Beberkan Rahasia Kenapa Artis Mudah Banget Pecahkan Rekor di Live Shopping
25 August 2023 |
17:00 WIB
Tidak cuma orang biasa, sekarang para publik figur dan influencer turun gunung berjualan live shopping. Beberapa dari mereka adalah Raffi Ahmad, Baim Wong, Ruben Onsu, dan Sarwendah. Bermodalkan popularitas, dalam sekejap mereka sukses menciptakan rekor jualan.
Pakar pemasaran dan branding Yuswohady mengatakan bahwa penjualan secara live di media masa seperti memiliki keunggulan, karena menciptakan limited time dan juga pembatasan availibility. Dengan begitu, maka tercipta pemikiran dalam konsumen takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO).
Baca juga: Mengapa Live Shopping Semakin Populer di Kalangan Pembeli? Ternyata Ini Alasannya
“Di dalam marketing, ketika barang dibatasi atau waktu dibatasi, maka value dari produk itu naik,” katanya kepada Hypeabis.id, Jumat (25/8/2023).
Dia menuturkan orang-orang akan berebut barang yang dijual ketika terdapat pembatasan dari waktu dan juga ketersediaan. Menurutnya, konsumen akan merasa takut kehabisan barang yang dijual tersebut.
Selain itu, pamasaran secara langsung melalui akun media sosial juga membuat masyarakat yang tidak berniat membeli pada akhirnya akan belanja barang tersebut. Kondisi ini juga tidak terlepas dari rasa FOMO yang dimiliki. “Awalnya tidak beli. Jadi impulse begitu ada diskon,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemasaran secara live juga memperpendek buying cycle seseorang. Biasanya, seseorang memiliki buying cycle harian, mingguan, atau bulanan.
Ketika berhadapan dengan live marketing di media sosial, buying cycle yang dimiliki oleh individu dikompres hanya dalam hitungan menit. Keinginan konsumen untuk membeli kian diperkuat ketika ada pemengaruh atau influencer seperti figur publik Sarwendah, Rafi Ahmad, dan sebagainya.
Menurutnya, otak seseorang akan berasa seperti “ditawan” lantaran tidak bisa berpikir atau mengalami emotional hijack. Tidak jarang keputusan untuk melakukan pembelian produk yang ditawarkan diambil dalam hitungan menit dan detik.
Mereka yang sudah melakukan pembelian kadang berpikir apa yang dibeli tidak seheboh saat live commerce pada kemudian hari. “Kekuatan live commerce di situ. Proses decision making customer bisa diperpendek. Mereka bisa ikut-ikutan,” paparnya.
Rekor Live Commerce
Dia menuturkan jumlah rekor yang dimiliki oleh publik figur dalam melakukan live commerce melalui media sosial adalah sesuatu yang wajar lantaran beberapa faktor. Pertama, publik figur yang juga artis sudah memiliki pengikut jutaan - beberapa di antaranya bahkan puluhan juta.
Banyak orang ingin bertemu dengan publik figur tersebut, sehingga mendorong jumlah peserta dalam live tersebut. Kedua, antara publik figur yang melakukan pemasaran dan orang yang menontonnya juga sudah terbangun hubungan emosi.
Pada saat ini, langkah publik figur yang melakukan pemasaran secara langsung di media sosial tertentu merupakan cara media tersebut agar menarik para pemilik produk atau UMKM untuk memanfaatkan fitur live.
Menurutnya, langkah publik figur yang melakukan pemasaran langsung biasanya adalah sebuah promosi. mereka membangun narasi seolah-olah jualan melalui cara tersebut bisa mendatangkan pendapatan yang besar. “Pertanyaannya kalau dilakukan UMKM biasa, maka bisa sekencang itu atau tidak?” katanya.
Dia mengingatkan jangan sampai UMKM atau pemilik produk yang melakukan promosi tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, sehingga menciptakan backfire.
Selain itu, dia menambahkan bahwa pemilik produk harus memiliki basis pelanggan yang besar dan memiliki kedalaman relasi dengannya sebelum jualan di live commerce. Hal ini penting agar memperoleh efektivitas fitur pemasaran tersebut.
Menurutnya, merek tidak akan bisa melakukan jualan secara live di media sosial ketika tidak ada ketertarikan konsumen untuk melakukan pembelian. “Kalau enggak ada audiens, enggak bisa,” paparnya.
Untuk mengumpulkan pengikut di media sosial tempat penjualan secara langsung, pemilik produk dapat membuat konten yang bisa berbentuk video, teks, grafik, dan sebagainya untuk meng-engage konsumen dan meraih pengikut.
Dia menuturkan bahwa live commerce akan efektif jika pemilik produk sudah memiliki basis konsumen dengan jumlah banyak dan terdapat hubungan yang mendalam terlebih dahulu.
Konten yang dibuat harus sesuai dengan target. Kemudian, konten yang dibuat juga harus terdiri dari 80 persen autentik dan 20 persen lainnya jualan. Unggahan yang autentik adalah yang menginspirasi, mendidik, dan menghibur. Ketiganya akan membuat orang mau berkumpul dan menjadi pengikut.
Baca juga: Tren Live Shopping, Meta & Tokopedia Santai Hadapi Persaingan
Editor: Dika Irawan
Pakar pemasaran dan branding Yuswohady mengatakan bahwa penjualan secara live di media masa seperti memiliki keunggulan, karena menciptakan limited time dan juga pembatasan availibility. Dengan begitu, maka tercipta pemikiran dalam konsumen takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO).
Baca juga: Mengapa Live Shopping Semakin Populer di Kalangan Pembeli? Ternyata Ini Alasannya
“Di dalam marketing, ketika barang dibatasi atau waktu dibatasi, maka value dari produk itu naik,” katanya kepada Hypeabis.id, Jumat (25/8/2023).
Dia menuturkan orang-orang akan berebut barang yang dijual ketika terdapat pembatasan dari waktu dan juga ketersediaan. Menurutnya, konsumen akan merasa takut kehabisan barang yang dijual tersebut.
Selain itu, pamasaran secara langsung melalui akun media sosial juga membuat masyarakat yang tidak berniat membeli pada akhirnya akan belanja barang tersebut. Kondisi ini juga tidak terlepas dari rasa FOMO yang dimiliki. “Awalnya tidak beli. Jadi impulse begitu ada diskon,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemasaran secara live juga memperpendek buying cycle seseorang. Biasanya, seseorang memiliki buying cycle harian, mingguan, atau bulanan.
Ketika berhadapan dengan live marketing di media sosial, buying cycle yang dimiliki oleh individu dikompres hanya dalam hitungan menit. Keinginan konsumen untuk membeli kian diperkuat ketika ada pemengaruh atau influencer seperti figur publik Sarwendah, Rafi Ahmad, dan sebagainya.
Menurutnya, otak seseorang akan berasa seperti “ditawan” lantaran tidak bisa berpikir atau mengalami emotional hijack. Tidak jarang keputusan untuk melakukan pembelian produk yang ditawarkan diambil dalam hitungan menit dan detik.
Mereka yang sudah melakukan pembelian kadang berpikir apa yang dibeli tidak seheboh saat live commerce pada kemudian hari. “Kekuatan live commerce di situ. Proses decision making customer bisa diperpendek. Mereka bisa ikut-ikutan,” paparnya.
Rekor Live Commerce
Dia menuturkan jumlah rekor yang dimiliki oleh publik figur dalam melakukan live commerce melalui media sosial adalah sesuatu yang wajar lantaran beberapa faktor. Pertama, publik figur yang juga artis sudah memiliki pengikut jutaan - beberapa di antaranya bahkan puluhan juta.
Banyak orang ingin bertemu dengan publik figur tersebut, sehingga mendorong jumlah peserta dalam live tersebut. Kedua, antara publik figur yang melakukan pemasaran dan orang yang menontonnya juga sudah terbangun hubungan emosi.
Pada saat ini, langkah publik figur yang melakukan pemasaran secara langsung di media sosial tertentu merupakan cara media tersebut agar menarik para pemilik produk atau UMKM untuk memanfaatkan fitur live.
Menurutnya, langkah publik figur yang melakukan pemasaran langsung biasanya adalah sebuah promosi. mereka membangun narasi seolah-olah jualan melalui cara tersebut bisa mendatangkan pendapatan yang besar. “Pertanyaannya kalau dilakukan UMKM biasa, maka bisa sekencang itu atau tidak?” katanya.
Dia mengingatkan jangan sampai UMKM atau pemilik produk yang melakukan promosi tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, sehingga menciptakan backfire.
Selain itu, dia menambahkan bahwa pemilik produk harus memiliki basis pelanggan yang besar dan memiliki kedalaman relasi dengannya sebelum jualan di live commerce. Hal ini penting agar memperoleh efektivitas fitur pemasaran tersebut.
Menurutnya, merek tidak akan bisa melakukan jualan secara live di media sosial ketika tidak ada ketertarikan konsumen untuk melakukan pembelian. “Kalau enggak ada audiens, enggak bisa,” paparnya.
Untuk mengumpulkan pengikut di media sosial tempat penjualan secara langsung, pemilik produk dapat membuat konten yang bisa berbentuk video, teks, grafik, dan sebagainya untuk meng-engage konsumen dan meraih pengikut.
Dia menuturkan bahwa live commerce akan efektif jika pemilik produk sudah memiliki basis konsumen dengan jumlah banyak dan terdapat hubungan yang mendalam terlebih dahulu.
Konten yang dibuat harus sesuai dengan target. Kemudian, konten yang dibuat juga harus terdiri dari 80 persen autentik dan 20 persen lainnya jualan. Unggahan yang autentik adalah yang menginspirasi, mendidik, dan menghibur. Ketiganya akan membuat orang mau berkumpul dan menjadi pengikut.
Baca juga: Tren Live Shopping, Meta & Tokopedia Santai Hadapi Persaingan
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.