Instagram Proteksi Remaja dari Kejahatan Siber, Hore Bebas Berekspresi!
28 July 2021 |
17:50 WIB
Instagram mulai fokus mencegah tindak kejahatan siber terhadap anak usia remaja lewat tiga pembaruan terbarunya. Tiga pembaruan tersebut meliputi penerapan pengaturan bawaan (default setting) bagi akun para pengguna remaja menjadi akun privat, mempersulit akun-akun yang mencurigakan dalam menemukan pengguna remaja, dan membatasi iklan tertentu.
Tentunya pembaruan itu menjadi angin segar bagi para orangtua yang khawatir dengan keamanan anak-anaknya di dunia maya, khususnya media sosial. Seperti diketahui, beberapa tindak kejahatan yang terjadi pada anak usia remaja belakangan ini diawali dari media sosial.
Chairman Communication & Information System Security Research Center CISSReC Pratama Dahlian Persadha menilai strategi Instagram untuk dapat mengurangi kejahatan bagi remaja adalah terobosan yang baik. Karena anak usia remaja akhirnya diberikan hak sepenuhnya untuk mengeksplorasi dirinya secara bebas dan aman di platform media sosial,
“Sementara itu, remaja umumnya sadar akan risiko dalam berbagi informasi pribadi. Namun, seringkali mereka kurang paham bagaimana menyetel pengaturan privasi yang tepat. Untuk itu, dengan mengubah akun para remaja menjadi akun privat akan memberi mereka waktu untuk beradaptasi dan belajar mengelola privasi tanpa membatasi kebebasan mereka,” katanya ketika dihubungi oleh Hypeabis.id (28/7/2021).
Selain itu, orang tua juga tak perlu khawatir berlebihan anak-anak mereka mengakses konten-konten tidak pantas dari iklan yang muncul ketika mereka menggunakan media sosial. Karena seperti diketahui iklan-iklan yang muncul di media sosial atau situs tertentu adalah iklan yang tidak sesuai untuk anak-anak seperti iklan perjudian, iklan obat-obatan tertentu, hingga iklan yang menjurus ke konten pornografi.
Walaupun demikian, menurut Pratama pembaruan itu tidaklah cukup. Diperlukan dukungan dari pemerintah dalam bentuk edukasi hingga mewujudkan platform media sosial yang ramah anak.
Pratama menyebut selama ini edukasi dari negara terkait dengan keamanan di dunia maya sama sekali tidak ada, termasuk dalam kurikulum pendidikan. Hal tersebut yang pada akhirnya membuat para orangtua kebingungan ketika mengarahkan anak-anaknya menggunakan platform digital, khususnya media sosial.
“Umumnya para orang tua, pengambil kebijakan maupun tokoh masyarakat saat ini sebagian besar bukan native digital. Jadi, mereka tidak mengenal lebih dalam dunia digital beserta bahayanya yang mengancam bagi para remaja,” ungkapnya.
Pemerintah seharusnya perlu fokus untuk mendorong pemilik platform media sosial untuk membangun sistem ramah anak, misalnya ada filter konten untuk 17 tahun kebawah. Ini juga perlu diikuti oleh pemberian hukuman kepada mereka yang membuat konten dewasa tapi tanpa menggunakan fitur “khusus dewasa”.
“Jadi seharusnya negara juga memperkuat mekanisme hukum kepada para penyelenggara sistem transaksi elektronik (PSTE) termasuk penyedia platform media sosial salah satunya dengan segera mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP),” tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Tentunya pembaruan itu menjadi angin segar bagi para orangtua yang khawatir dengan keamanan anak-anaknya di dunia maya, khususnya media sosial. Seperti diketahui, beberapa tindak kejahatan yang terjadi pada anak usia remaja belakangan ini diawali dari media sosial.
Chairman Communication & Information System Security Research Center CISSReC Pratama Dahlian Persadha menilai strategi Instagram untuk dapat mengurangi kejahatan bagi remaja adalah terobosan yang baik. Karena anak usia remaja akhirnya diberikan hak sepenuhnya untuk mengeksplorasi dirinya secara bebas dan aman di platform media sosial,
“Sementara itu, remaja umumnya sadar akan risiko dalam berbagi informasi pribadi. Namun, seringkali mereka kurang paham bagaimana menyetel pengaturan privasi yang tepat. Untuk itu, dengan mengubah akun para remaja menjadi akun privat akan memberi mereka waktu untuk beradaptasi dan belajar mengelola privasi tanpa membatasi kebebasan mereka,” katanya ketika dihubungi oleh Hypeabis.id (28/7/2021).
Selain itu, orang tua juga tak perlu khawatir berlebihan anak-anak mereka mengakses konten-konten tidak pantas dari iklan yang muncul ketika mereka menggunakan media sosial. Karena seperti diketahui iklan-iklan yang muncul di media sosial atau situs tertentu adalah iklan yang tidak sesuai untuk anak-anak seperti iklan perjudian, iklan obat-obatan tertentu, hingga iklan yang menjurus ke konten pornografi.
Walaupun demikian, menurut Pratama pembaruan itu tidaklah cukup. Diperlukan dukungan dari pemerintah dalam bentuk edukasi hingga mewujudkan platform media sosial yang ramah anak.
Pratama menyebut selama ini edukasi dari negara terkait dengan keamanan di dunia maya sama sekali tidak ada, termasuk dalam kurikulum pendidikan. Hal tersebut yang pada akhirnya membuat para orangtua kebingungan ketika mengarahkan anak-anaknya menggunakan platform digital, khususnya media sosial.
“Umumnya para orang tua, pengambil kebijakan maupun tokoh masyarakat saat ini sebagian besar bukan native digital. Jadi, mereka tidak mengenal lebih dalam dunia digital beserta bahayanya yang mengancam bagi para remaja,” ungkapnya.
Pemerintah seharusnya perlu fokus untuk mendorong pemilik platform media sosial untuk membangun sistem ramah anak, misalnya ada filter konten untuk 17 tahun kebawah. Ini juga perlu diikuti oleh pemberian hukuman kepada mereka yang membuat konten dewasa tapi tanpa menggunakan fitur “khusus dewasa”.
“Jadi seharusnya negara juga memperkuat mekanisme hukum kepada para penyelenggara sistem transaksi elektronik (PSTE) termasuk penyedia platform media sosial salah satunya dengan segera mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP),” tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.