Perupa Nana Tedja di depan karyanya (sumber gambar Nana Tedja/Facebook)

Sosok Seniman Nana Tedja, "Saya Senang Narsistis"

10 August 2023   |   00:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Bagi seniman Nana Tedja, proses pengkaryaan merupakan ekspresi yang tak bisa diganggu gugat. Alih-alih realis, perempuan paruh baya itu banyak membahasakan idiom-idiom visual melalui sapuan garis dan warna di atas kanvas secara abstrak.

Beragam cerminan visual Nana tersebut terwujud dalam pameran tunggalnya di Art1 New Museum Jakarta, belum lama ini. Terinspirasi akan naluri dasar dan nurani manusia, Nana menghadirkan belasan lukisan dan patung. Karya-karya itu merepresentasikan ekspresinya terhadap cinta lewat tajuk Love is Happiness.

Baca juga: Menyimak Ekspresi Cinta Seniman Nana Tedja dalam Pameran Love is Happiness

Berbagai idiom tentang cinta pun mewujud dalam garis-garis yang menjadi kekuatan karyanya. Dengan luwes, perupa asal Yogyakarta itu menorehkan sapuan cat dan pilox dengan guratan dinamis dan dramatis. Liar, itulah satu kata yang dapat merangkum ekspresi visualnya.
 
 

Lahir dan besar di lingkungan keluarga pembatik yang lekat dengan tradisi Jawa, tak ayal membuatnya mengenali bahasa garis dan warna secara dominan. Sejak remaja, dia mulai melukis baik batik, atau kanvas.

Uniknya, Nana yang merupakan lulusan Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta jurusan Penciptaan Seni Lukis itu baru menekuninya setelah menikah. Nana, baru memutuskan bekerja sepenuhnya sebagai pelukis secara profesional setelah mengarungi bahtera rumah tangga.

Menurut Nana, sejak kecil hingga sekarang, ciri khas lukisannya memang tidak pernah berubah. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri dengan gaya melukis yang jujur dan apa adanya. Tanpa pretensi dan stilisasi, hanya utuh menggunakan garis-garis yang tegas serta sapuan warna yang khas miliknya.

Dalam kajian semantik, tarikan garis atau coretan merupakan ungkapan bahasa yang pertama kali yang dimiliki manusia karena belum memiliki bahasa verbal. Dengan kata lain, menggaris dan mencoret selalu menjadi bahasa ungkapan yang paling otentik dan jujur pada setiap orang, khususnya dalam karya Nana.

Pada masa pencarian artistiknya, Nana memang sempat mencoba aliran lain. Namun, dia malu ketika ada yang mencibirnya. Waktu itu banyak yang menyebut lukisannya seperti coretan-coretan anak kecil di tembok, alias sama sekali tidak realis. Namun, akhirnya dia merasa justru disitulah letak kelebihannya.

"Saya memang tidak suka menjadikan orang lain sebagai inspirasi dalam berkarya. Saya senang narsistis memang, jadi lebih suka untuk eksplorasi dengan [gaya] diri saya sendiri,' katanya.

Lanaran konsistensinya inilah kemudian karya Nana mulai dikenal banyak kolektor dan sering dipamerkan, baik dalam pameran tunggal atau bersama sejak dekade 90-an. Tak hanya itu, dia pun terus berkarya di dua studionya yang berada di Yogyakarta dan Singapura dengan berbagai medium.

Nana bahkan pernah meraih Winsor Newton Millennium Painting of the World Award pada 1999. Selain giat melukis, dia juga membuat patung dari resin dan perunggu. Karya-karyanya pun kini sudah dikumpulkan oleh kolektor di beberapa negara seperti Indonesia, Singapura, China, Malaysia, Italia, AS, Belanda, Jepang, Prancis dan Kanada.

Selama lebih dari dua dekade berkarya sebagai seniman lukis, Nana juga tercatat pernah menggelar eksibisi tunggal di berbagai galeri terkenal. Beberapa di antaranya termasuk Bentara Budaya Yogyakarta (1999), Syang Art Space Indonesia (2017), Gallery 1819 Singapore (2022), dan MINT Museum Toys Singapore (2023).

Baca juga: Menelisik Pencarian Abstrak Rendy Raka Pramudya dalam Medium Lukis

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Kumpulan Ucapan Hari Veteran Nasional 2023

BERIKUTNYA

Cek Harga & Cara Beli Tiket GIIAS 2023 Secara Online

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: