Nezar Patria Rilis Buku Sejarah Mati di Kampung Kami, Rekam Peristiwa Kelam Tsunami Aceh
22 July 2023 |
07:00 WIB
Sejarah menjadi peristiwa penting yang patut dikenang dan dicatat walaupun terkadang menyakitkan. Seperti kata Presiden Soekarno, Jas Merah akronim angan sekali-kali meninggalkan sejarah, ini bisa menjadi bekal generasi mendatang mengenang dari mana dia berasal, dan kerap kali menjadi penentu arah kebijakan.
Merekam sejarah dengan menuliskannya, itulah yang dilakukan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria yang baru saja merilis buku berjudul Sejarah Mati di Kampung Kami. Sebuah kumpulan tulisan pengalaman yang dirasakan langsung olehnya dan dituangkan ke dalam artikel hingga esai di media sosial.
Baca juga: Colleen Hoover Kembali Rajai Daftar Buku Terlaris Lewat Too Late
Sejarah Mati di Kampung Kami, catatan tentang Aceh, jurnalisme, dan demokrasi yang ditulis Nezar begitu apik. Sebagai seorang jurnalis, tentu menulis bukan hal yang sulit untuk Nezar. Namun demikian, kemampuannya menggambarkan peristiwa yang terjadi membuat semua orang yang membaca tulisannya terbawa dalam suasana.
Nezar tidak berekspektasi jikalau tulisan yang pernah dimuat di media massa, esai maupun kolom di media sosial akhirnya dikumpulkan menari sebuah buku. Terlebih, buku ini merangkum kejadian nyata yang dialaminya pasca bencana tsunami di Aceh.
Disunting Wisnu Prasetya Utama, diterbitkan oleh Pojok Cerpen dan Tanda Baca, Nezar sempat ragu akankah ada pembaca dari buku yang terbit hari ini, Jumat, 21 Juli 2023.
“Dia bilang banyak, yang penting apa yang ditulis bagian dari kepingan sejarah yan mungkin berguna untuk referensi dan generasi berikutnya,” ujarnya dalam bedah buku Sejarah Mati di Kampung Kami di Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Cikini, Jakarta.
Nezar menyebut salah satu tulisan yang menjadi pembuka buku ini memiliki makna mendalam baginya. Peristiwa pasca tsunami di Aceh yang disaksikan langsung dan ditulis olehnya menjadi sebuah artikel yang terbit di Tempo, 16 Januari 2005 lalu.
Pengalaman kelam yang didapat kampung halamannya. “Sejarah Mati di Kampung Kami, satu-satunya tulisan dalam sejarah saya sebagai wartawan yang saya tulis dengan tangan gemetar,” ungkapnya.
Sebuah tulisan yang memang menjadi sejarah bagi hidupnya dan orang-orang Aceh ketika tsunami meluluhlantakan Serambi Mekah, menyebabkan 230.000 orang meninggal dunia dan 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Dia menuturkan tulisan itu begitu cepat dibuat. Hanya kurang dari 2 jam dia menumpahkan semua yang ada dihadapannya. Sebuah kegetiran yang begitu mengerikan. “Sampai kalimat terakhir itu tumpah saja sendiri. Enggak perlu bikin outline,” sebut pria kelahiran Sigli, Pidie, Aceh itu.
Kebiasaannya yang mengamati detail peristiwa memang sangat tergambar dari buku ini. Dia berharap Sejarah Mati di Kampung Kami bisa dinikmati bukan hanya untuk warga Aceh, tetapi juga masyarakat yang ingin mengenal peristiwa yang memang menjadi sejarah walaupun kelam.
Sementara itu, sastrawan Bre Redana atau Don Sabdono menyebut gaya penulisan Nezar dalam buku ini terbilang menarik. “Dia tau cara menulis yang jarang dicapai para wartawan. Dia menulis dengan teknik story telling,” sebutnya.
Pembaca katanya akan diajak masuk ke dalam cerita yang dituliskan Nezar dalam buku ini. Peristiwa kecil yang dicatatkannya pun bisa menimbulkan perspektif baru. “Dengan moment of truth, buku Nezar Patria memberi sumbangan yang sangat besar (untuk sejarah),” tuturnya.
Baca juga: Review Buku Nyanyian Sang Siren, Kisah Jurnalis Menguak Kasus Pembunuhan
Editor: Dika Irawan
Merekam sejarah dengan menuliskannya, itulah yang dilakukan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria yang baru saja merilis buku berjudul Sejarah Mati di Kampung Kami. Sebuah kumpulan tulisan pengalaman yang dirasakan langsung olehnya dan dituangkan ke dalam artikel hingga esai di media sosial.
Baca juga: Colleen Hoover Kembali Rajai Daftar Buku Terlaris Lewat Too Late
Sejarah Mati di Kampung Kami, catatan tentang Aceh, jurnalisme, dan demokrasi yang ditulis Nezar begitu apik. Sebagai seorang jurnalis, tentu menulis bukan hal yang sulit untuk Nezar. Namun demikian, kemampuannya menggambarkan peristiwa yang terjadi membuat semua orang yang membaca tulisannya terbawa dalam suasana.
Nezar tidak berekspektasi jikalau tulisan yang pernah dimuat di media massa, esai maupun kolom di media sosial akhirnya dikumpulkan menari sebuah buku. Terlebih, buku ini merangkum kejadian nyata yang dialaminya pasca bencana tsunami di Aceh.
Disunting Wisnu Prasetya Utama, diterbitkan oleh Pojok Cerpen dan Tanda Baca, Nezar sempat ragu akankah ada pembaca dari buku yang terbit hari ini, Jumat, 21 Juli 2023.
“Dia bilang banyak, yang penting apa yang ditulis bagian dari kepingan sejarah yan mungkin berguna untuk referensi dan generasi berikutnya,” ujarnya dalam bedah buku Sejarah Mati di Kampung Kami di Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Cikini, Jakarta.
Wamenkominfo Nezar Patra. (Sumber gambar : Desyinta Nuraini/Hypeabis)
Pengalaman kelam yang didapat kampung halamannya. “Sejarah Mati di Kampung Kami, satu-satunya tulisan dalam sejarah saya sebagai wartawan yang saya tulis dengan tangan gemetar,” ungkapnya.
Sebuah tulisan yang memang menjadi sejarah bagi hidupnya dan orang-orang Aceh ketika tsunami meluluhlantakan Serambi Mekah, menyebabkan 230.000 orang meninggal dunia dan 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Dia menuturkan tulisan itu begitu cepat dibuat. Hanya kurang dari 2 jam dia menumpahkan semua yang ada dihadapannya. Sebuah kegetiran yang begitu mengerikan. “Sampai kalimat terakhir itu tumpah saja sendiri. Enggak perlu bikin outline,” sebut pria kelahiran Sigli, Pidie, Aceh itu.
Kebiasaannya yang mengamati detail peristiwa memang sangat tergambar dari buku ini. Dia berharap Sejarah Mati di Kampung Kami bisa dinikmati bukan hanya untuk warga Aceh, tetapi juga masyarakat yang ingin mengenal peristiwa yang memang menjadi sejarah walaupun kelam.
Sementara itu, sastrawan Bre Redana atau Don Sabdono menyebut gaya penulisan Nezar dalam buku ini terbilang menarik. “Dia tau cara menulis yang jarang dicapai para wartawan. Dia menulis dengan teknik story telling,” sebutnya.
Pembaca katanya akan diajak masuk ke dalam cerita yang dituliskan Nezar dalam buku ini. Peristiwa kecil yang dicatatkannya pun bisa menimbulkan perspektif baru. “Dengan moment of truth, buku Nezar Patria memberi sumbangan yang sangat besar (untuk sejarah),” tuturnya.
Baca juga: Review Buku Nyanyian Sang Siren, Kisah Jurnalis Menguak Kasus Pembunuhan
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.