Eksklusif Profil Satya Winnie Sidabutar: Perempuan Pertama yang Terbang dari Puncak Rinjani
30 June 2023 |
20:00 WIB
1
Like
Like
Like
Olahraga darat, laut, dan udara seolah melekat di tubuh perempuan pemberani bernama Satya Winnie Sidabutar. Di dunia paralayang, dia dikenal sebagai perempuan pertama Indonesia yang terbang dari puncak Rinjani belum lama ini.
Sebelumnya pada 2020, perempuan kelahiran 15 Januari 1992 ini juga pernah melakukan hike and fly di Gunung Kerinci. Hypeabis.id berkesempatan ngobrol dengan Satya saat kunjungannya untuk agenda paralayang di Desa Wayu, Sigi, Sulawesi Tengah yang berlangsung selama Festival Lestari V.
Baca juga: Terbang Bebas Sambil Nikmati Keindahan Alam dengan Paralayang
Simak yuk bincang-bincang hangatnya yang menginspirasi.
Dari 13 tahun pengalaman terbang, bukit mana yang menurut kamu paling memorable?
Pertama, personal favorite aku sih Mantar, Sumbawa Barat, karena di sana bisa lihat pemandangan laut dan Gunung Rinjani. Kedua, aku suka Tongging, Danau Toba, Samosir. Di semua sisi Samosir dimungkinkan untuk terbang tergantung musim, bulan, dan kondisi angin.
Ketiga, Matantimali, Bukit Wayu, Sulawesi Tengah, karena view di sana diakui oleh para penerbang dunia sebagai salah satu view terbaik, dan beberapa kali kompetisi berkelas internasional pernah diadakan di sana. Kondisi pegunungannya memungkinkan para pilot terbang jauh dan tinggi, dan kalau cuaca sedang sangat bagus, kita bisa terbang tinggi sekali sampai 4-5 jam.
Sulawesi Tengah sebenarnya udah cukup terkenal, tapi untuk daerah lokal masih kurang. Karena itulah kita hadir bersama-sama teman-teman club mempromosikan lagi dalam acara Festival Lestari di Sigi. Betapa cantiknya spot ini dan sedang kita ramaikan juga di media sosial. Kapan lagi coba kita bisa terbang dari gunung sekaligus dapat view laut, dapat double view.
Apakah kualitas spot cuma dilihat dari ketinggiannya, semakin tinggi semakin bagus?
Oh, tidak. Ada asesmen untuk menjadikan suatu spot paralayang resmi, seperti arah angin, karena tidak semua gunung bisa untuk terbang. Lalu, faktor ketinggian, dan juga standar take off, tidak boleh terlalu terjal dan pendek. Kita butuh beberapa area untuk step back sebelum kita terbang.
Jika spot pendek, tapi tingginya memungkinkan, bisa dibangun infrastruktur untuk mendukung itu. Sebagai contoh, di puncak Bogor yang agak sempit ditambah platform baja untuk kita bisa meluncur. Kalau di Sulawesi Tengah cukup luas dengan ukuran setengah lapangan bola. Enak sekali untuk take off.
Berapa banyak spot yang sudah diresmikan di Indonesia?
Lebih dari 30 spot karena setiap provinsi punya lebih dari 1, bahkan ada 1 provinsi yang di setiap kabupatennya punya spot. Hampir setiap kabupaten di Jawa bisa untuk terbang. Jawa Timur sedang gencar-gencarnya mengembangkan potensi di Selatan. Sekarang kita sedang menggerakkan teman-teman paralayang untuk mengeksplorasi tempat baru supaya olahraga ini semakin dikenal di Indonesia.
Apa persyaratan yang harus dipahami sebagai atlet paralayang?
Ada dua, mau jadi pilot solo atau peserta tandem fly. Keduanya harus bisa terbang. Pilot solo harus ikut flying school khusus, punya lisensi, dan ikut dulu dengan instruktur. Setelah berlisensi, baru diperbolehkan terbang solo.
Kemudian ada juga tandem operator yang membawa orang untuk terbang. Tandem fly memang tidak tergolong murah, tapi masih affordable. Untuk spot Matantimali misalnya, kita kan harus menyediakan transportasi karena harus kita bawa dari bawah. Besar charge akan tergantung pula pada durasi terbang. Semakin lama durasi terbang akan semakin mahal karena pilot akan lebih butuh ekstra tenaga.
Selain itu, masing-masing tempat beda harga, dan yang paling murah di puncak Bogor karena terbang hanya sebentar, take off paling 5 menit saja. Berbeda dengan terbang di Sulawesi Tengah yang lebih menyenangkan karena durasinya bisa lama sekali. Apalagi jika arah anginnya cocok, cuaca sedang bagus, dan kontur pegunungan mendukung, bisa bertahan lama.
Tahun 2020 menjadi momen aku menjadi perempuan Indonesia pertama yang terbang dari puncak gunung Kerinci, yang juga merupakan gunung tertinggi di Indonesia yang dapat diterbangi. Untuk bisa sampai ke lokasi take off mesti harus melakukan pendakian selama dua hari, jadi harus jaga fisik banget.
Baca juga: Satya Winnie Juara Red Bull Break the Limit Challenge, Lakukan Paralayang dari Puncak Rinjani
Beberapa hari lalu aku juga baru mendaki dan terbang dari puncak gunung Rinjani. Waktu itu aku terbang solo, tapi naik bersama tim karena butuh ground team, ada radio yang mengawasi mulai dari take off dan landing area.
Jadi, kita kalau di gunung itu ada target, ada tempat landing. Semuanya kembali ke diri pilot. Jika menurut pilot hasil asesmen tidak memungkinkan untuk sampai ke lokasi, ya tidak dilakukan. Yang penting bisa menerbangkan dari mana pun dengan selamat. Jadi, Rinjani, sih yang paling menegangkan.
Boleh ceritakan pengalaman mendaki di Rinjani?
Rinjani sendiri memiliki tinggi 3726 mdpl. Tidak cuma tinggi, Rinjani juga memiliki level ekstrem. Selain pemandangan perbukitan, Rinjani punya danau yang indah.
Beruntung, tempat-tempat di Indonesia yang sudah dijadikan paragliding site sudah diases oleh para instruktur dan master-master tandem demi faktor keselamatan semuanya, baik pilot maupun penumpang.
Dengan pengalaman terbang 13 tahun dan ribuan jam terbang, aku percaya diri untuk melakukannya. Kebetulan aku berasal dari pendaki gunung, jadi paham soal navigasi darat dan udara yang sangat penting bagi pilot.
Faktor ekstrem pada Rinjani lebih ke saat hiking atau terbang?
Keduanya. Hiking cukup sulit karena kita harus membawa alat-alat yang cukup berat, sementara terbangnya juga harus benar-benar pakai logika. Kemiringan pun cukup ekstrem.
Menjadi pilot sangat butuh kecekatan untuk membaca angin karena parasut yang kita pakai agak sedikit berbeda dengan yang kita pakai untuk terbang di tempat-tempat biasa, yakni harus lebih ringan dan lebih responsif terhadap angin karena kita harus bisa manjat atau bertahan di atas, atau harus bisa terbang dalam kondisi angin yang cukup kencang. Payung itu ada level-nya. Jadi, ketika harus terbang dari gunung dibutuhkan level khusus dari gliding itu sendiri.
Sudah berapa kali pengalaman terbang di Rinjani?
Senior-seniorku sudah beberapa kali terbang, tapi lelaki semua. Sebenarnya aku sudah meng-influence teman-teman pilot perempuanku di Indonesia untuk bergabung, tapi mereka tidak terlalu tertarik karena hiking-nya saja sudah membuat lelah mereka.
Durasi naik Rinjani 1 hari full, kemudian malam hari jam 01.00 kita sudah siap-siap untuk sampai ke puncak sebelum matahari terbit karena kita disarankan untuk terbang sebelum angin bertiup sangat kencang. Artinya, antara jam 6-8 pagi.
Setelah di atas jam 8 dan pemanasan panas matahari, kita mulai ada termiks, rotor, turbulence, dan itu challenging untuk pilot-pilot. Aku terbang jam 8.30 dan itu sudah aku beri limit karena rotor kencang dan bicara pada diri sendiri, jika sudah jam 09.00 aku tidak bisa take off, aku turun.
Aku juga tidak mau membahayakan diri sendiri, tidak mau mati sia-sia. Masih ada hari esok. Lebih baik tidak terbang hari itu daripada tidak bisa terbang selamanya. Itu prinsip kita.
Pada saat itu kita bisa take off karena cuaca masih sangat clear dan angin juga menurutku masih oke. Perjalananku kemarin dari puncak Rinjani memakan waktu sekitar 45 menit untuk sampai ke bawah. Lumayan kan daripada turun ke bawah bisa 9 jam.
Apa yang dirasakan saat terbang dari puncak Rinjani?
Yang pasti sport jantung, adrenalin terpacu. Walaupun punya pengalaman 13 tahun terbang, mencoba sesuatu di tempat baru pasti tetap ada rasa ragu dan takut, sangat manusiawi.
Tapi, dengan persiapan yang sudah aku lakukan selama berbulan-bulan dan aku sudah sangat kenal dengan alatku, kapabilitas skill, cuaca, dan keyakinan. Kalau tidak ya tidak, ini bukan masalah mau bergaya jagoan.
Saat di Rinjani, setelah take off itu rasanya wah ... it’s hard to describe. Tantangan yang sangat dirasakan saat di atas angin bertiup sangat kencang, seperti kita naik pesawat dengan turbulance cukup lama. Saat itu benar-benar dibutuhkan konsentrasi penuh dan kecepatan berpikir.
Jika sesuatu terjadi, semisal payung kolaps, kita sudah tahu harus gimana, tidak boleh panik. Mempelajari simulasi kecelakaan membuat kita percaya diri untuk recovery di udara karena tidak ada yang bisa menolong selain diri kita sendiri.
Ada saran untuk pemula yang ingin mencoba paralayang?
Untuk teman-teman yang ingin berwisata paralayang, persiapkan diri dengan berpakaian dan sepatu yang nyaman serta tidak ada rekam penyakit jantung dan asma.
Misalnya tetap ingin terbang dan ada surat dokter yang meyakinkan bahwa dia bisa terbang, ya boleh saja. Namun, penting untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikis yang aman.
Ada rencana ke depan mau ke mana?
Ingin sekali ke gunung-gunung berapi di Indonesia karena sebenarnya gunung berapi bisa juga untuk terbang, tapi membutuhkan riset yang lebih jauh. We do really like to push to the limit but we don’t want to push it into the stupid.
Jika sesuatu terjadi pada diri sendiri, aku harus bisa bertanggung jawab. Kita sadar, semua olahraga ada kemungkinan celaka, untuk itulah pilot-pilot akan mengutamakan keselamatan penumpang. Ketika cuaca tidak baik, pasti kita tidak akan terbang.
Bagaimana pengelolaan spot-spot di Indonesia dibandingkan dengan di luar negeri?
Yang berada di area Jawa dan Sumatra sudah well developed. Oleh karena itulah kita sudah mulai bergeser ke area Timur Indonesia. Di Alor dan di Sulawesi sudah banyak ditemukan dan sudah dikembangkan, juga Maluku dan Papua yang sudah dipakai untuk spot PON 2021.
Jadi sebenarnya, setelah spot paralayang sudah kita temukan, yang dibutuhkan adalah support dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk membangun insfrastruktur dan jalan akses menuju lokasi karena biasanya berada di bukit yang belum tentu telah beraspal.
Biasanya TripAdvisor of Indonesia mengadakan kompetisi di tempat-tempat paragliding yang baru ditemukan dan atlet-atlet Indonesia didatangkan untuk mencoba. Nah, ini bisa menjadi bahan evaluasi federasi terkait kelayakan lokasi.
Misalnya, jika ada ojek-ojek yang bisa diberdayakan atau masyarakat lokal membuat jasa taksi ke atas dan ke bawah bukit, hal itu tentu akan membantu perekonomian lokal. Kita berharap adanya paragliding site yang baru akan menumbuhkan pula ekosistem wisata yang dapat memberi keuntungan, baik untuk pilot maupun masyarakat di sekitar paragliding site.
Ada pesan untuk perempuan-perempuan Indonesia tentang olahraga ekstrem ini?
Sejak kecil aku diajar Bapak, tidak ada beda antara lelaki dan perempuan. Bagaimana aku dibesarkan sangat berpengaruh pada cara berpikir dan bertindakku saat ini. Aku yakin dari aspek apapun kita equal dengan laki-laki asal berlatih.
Aku yakin perempuan-perempuan Indonesia bisa dan punya potensi, tapi kadang butuh diberi sedikit dorongan dan kesempatan, karena kadang yang kita tidak punya itu kesempatan.
Dan syukurnya, untuk yang hidup di kota-kota besar di Indonesia punya kesempatan yang lebih besar, ada privilege untuk mencoba banyak ragam sport. Oleh karena itulah, aku yang berasal dari kota kecil Sibolga pindah ke Jawa karena aku tahu di Jawa semua olahraga ada, darat, laut, dan udara.
Dengan banyak dikembangkannya destinasi wisata baru, baik itu wisata paragliding maupun destinasi wisata baru lain, harapannya akan ada banyak pelaku wisata perempuan. Untuk generasi 10-20 tahun ke depan, aku pikir akan ada banyak perempuan yang ter-influence seperti aku.
Baca juga: 7 Rekomendasi Tempat Wisata di Sigi, Cocok Buat Liburan Sekolah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebelumnya pada 2020, perempuan kelahiran 15 Januari 1992 ini juga pernah melakukan hike and fly di Gunung Kerinci. Hypeabis.id berkesempatan ngobrol dengan Satya saat kunjungannya untuk agenda paralayang di Desa Wayu, Sigi, Sulawesi Tengah yang berlangsung selama Festival Lestari V.
Baca juga: Terbang Bebas Sambil Nikmati Keindahan Alam dengan Paralayang
Simak yuk bincang-bincang hangatnya yang menginspirasi.
Dari 13 tahun pengalaman terbang, bukit mana yang menurut kamu paling memorable?
Pertama, personal favorite aku sih Mantar, Sumbawa Barat, karena di sana bisa lihat pemandangan laut dan Gunung Rinjani. Kedua, aku suka Tongging, Danau Toba, Samosir. Di semua sisi Samosir dimungkinkan untuk terbang tergantung musim, bulan, dan kondisi angin.
Ketiga, Matantimali, Bukit Wayu, Sulawesi Tengah, karena view di sana diakui oleh para penerbang dunia sebagai salah satu view terbaik, dan beberapa kali kompetisi berkelas internasional pernah diadakan di sana. Kondisi pegunungannya memungkinkan para pilot terbang jauh dan tinggi, dan kalau cuaca sedang sangat bagus, kita bisa terbang tinggi sekali sampai 4-5 jam.
Sulawesi Tengah sebenarnya udah cukup terkenal, tapi untuk daerah lokal masih kurang. Karena itulah kita hadir bersama-sama teman-teman club mempromosikan lagi dalam acara Festival Lestari di Sigi. Betapa cantiknya spot ini dan sedang kita ramaikan juga di media sosial. Kapan lagi coba kita bisa terbang dari gunung sekaligus dapat view laut, dapat double view.
Apakah kualitas spot cuma dilihat dari ketinggiannya, semakin tinggi semakin bagus?
Oh, tidak. Ada asesmen untuk menjadikan suatu spot paralayang resmi, seperti arah angin, karena tidak semua gunung bisa untuk terbang. Lalu, faktor ketinggian, dan juga standar take off, tidak boleh terlalu terjal dan pendek. Kita butuh beberapa area untuk step back sebelum kita terbang.
Jika spot pendek, tapi tingginya memungkinkan, bisa dibangun infrastruktur untuk mendukung itu. Sebagai contoh, di puncak Bogor yang agak sempit ditambah platform baja untuk kita bisa meluncur. Kalau di Sulawesi Tengah cukup luas dengan ukuran setengah lapangan bola. Enak sekali untuk take off.
Berapa banyak spot yang sudah diresmikan di Indonesia?
Lebih dari 30 spot karena setiap provinsi punya lebih dari 1, bahkan ada 1 provinsi yang di setiap kabupatennya punya spot. Hampir setiap kabupaten di Jawa bisa untuk terbang. Jawa Timur sedang gencar-gencarnya mengembangkan potensi di Selatan. Sekarang kita sedang menggerakkan teman-teman paralayang untuk mengeksplorasi tempat baru supaya olahraga ini semakin dikenal di Indonesia.
Apa persyaratan yang harus dipahami sebagai atlet paralayang?
Ada dua, mau jadi pilot solo atau peserta tandem fly. Keduanya harus bisa terbang. Pilot solo harus ikut flying school khusus, punya lisensi, dan ikut dulu dengan instruktur. Setelah berlisensi, baru diperbolehkan terbang solo.
Kemudian ada juga tandem operator yang membawa orang untuk terbang. Tandem fly memang tidak tergolong murah, tapi masih affordable. Untuk spot Matantimali misalnya, kita kan harus menyediakan transportasi karena harus kita bawa dari bawah. Besar charge akan tergantung pula pada durasi terbang. Semakin lama durasi terbang akan semakin mahal karena pilot akan lebih butuh ekstra tenaga.
Selain itu, masing-masing tempat beda harga, dan yang paling murah di puncak Bogor karena terbang hanya sebentar, take off paling 5 menit saja. Berbeda dengan terbang di Sulawesi Tengah yang lebih menyenangkan karena durasinya bisa lama sekali. Apalagi jika arah anginnya cocok, cuaca sedang bagus, dan kontur pegunungan mendukung, bisa bertahan lama.
Satya Winnie saat paralayang di Puncak Matantimali Sigi, Sulawesi Tengah (Sumber gambar: Festival Lestari)
Ada pengalaman yang membuat sport jantung dan tidak terlupakan?
Di Indonesia ini belum ada para penyuka paralayang perempuan yang menyenangi hike and fly. Di luar negeri banyak dan sudah banyak kompetisi antarperempuan. Perlu dipahami, Hike and fly artinya mendaki gunung dan terbang dari puncaknya.
Tahun 2020 menjadi momen aku menjadi perempuan Indonesia pertama yang terbang dari puncak gunung Kerinci, yang juga merupakan gunung tertinggi di Indonesia yang dapat diterbangi. Untuk bisa sampai ke lokasi take off mesti harus melakukan pendakian selama dua hari, jadi harus jaga fisik banget.
Baca juga: Satya Winnie Juara Red Bull Break the Limit Challenge, Lakukan Paralayang dari Puncak Rinjani
Beberapa hari lalu aku juga baru mendaki dan terbang dari puncak gunung Rinjani. Waktu itu aku terbang solo, tapi naik bersama tim karena butuh ground team, ada radio yang mengawasi mulai dari take off dan landing area.
Jadi, kita kalau di gunung itu ada target, ada tempat landing. Semuanya kembali ke diri pilot. Jika menurut pilot hasil asesmen tidak memungkinkan untuk sampai ke lokasi, ya tidak dilakukan. Yang penting bisa menerbangkan dari mana pun dengan selamat. Jadi, Rinjani, sih yang paling menegangkan.
Boleh ceritakan pengalaman mendaki di Rinjani?
Rinjani sendiri memiliki tinggi 3726 mdpl. Tidak cuma tinggi, Rinjani juga memiliki level ekstrem. Selain pemandangan perbukitan, Rinjani punya danau yang indah.
Beruntung, tempat-tempat di Indonesia yang sudah dijadikan paragliding site sudah diases oleh para instruktur dan master-master tandem demi faktor keselamatan semuanya, baik pilot maupun penumpang.
Dengan pengalaman terbang 13 tahun dan ribuan jam terbang, aku percaya diri untuk melakukannya. Kebetulan aku berasal dari pendaki gunung, jadi paham soal navigasi darat dan udara yang sangat penting bagi pilot.
Faktor ekstrem pada Rinjani lebih ke saat hiking atau terbang?
Keduanya. Hiking cukup sulit karena kita harus membawa alat-alat yang cukup berat, sementara terbangnya juga harus benar-benar pakai logika. Kemiringan pun cukup ekstrem.
Menjadi pilot sangat butuh kecekatan untuk membaca angin karena parasut yang kita pakai agak sedikit berbeda dengan yang kita pakai untuk terbang di tempat-tempat biasa, yakni harus lebih ringan dan lebih responsif terhadap angin karena kita harus bisa manjat atau bertahan di atas, atau harus bisa terbang dalam kondisi angin yang cukup kencang. Payung itu ada level-nya. Jadi, ketika harus terbang dari gunung dibutuhkan level khusus dari gliding itu sendiri.
Sudah berapa kali pengalaman terbang di Rinjani?
Senior-seniorku sudah beberapa kali terbang, tapi lelaki semua. Sebenarnya aku sudah meng-influence teman-teman pilot perempuanku di Indonesia untuk bergabung, tapi mereka tidak terlalu tertarik karena hiking-nya saja sudah membuat lelah mereka.
Durasi naik Rinjani 1 hari full, kemudian malam hari jam 01.00 kita sudah siap-siap untuk sampai ke puncak sebelum matahari terbit karena kita disarankan untuk terbang sebelum angin bertiup sangat kencang. Artinya, antara jam 6-8 pagi.
Setelah di atas jam 8 dan pemanasan panas matahari, kita mulai ada termiks, rotor, turbulence, dan itu challenging untuk pilot-pilot. Aku terbang jam 8.30 dan itu sudah aku beri limit karena rotor kencang dan bicara pada diri sendiri, jika sudah jam 09.00 aku tidak bisa take off, aku turun.
Aku juga tidak mau membahayakan diri sendiri, tidak mau mati sia-sia. Masih ada hari esok. Lebih baik tidak terbang hari itu daripada tidak bisa terbang selamanya. Itu prinsip kita.
Pada saat itu kita bisa take off karena cuaca masih sangat clear dan angin juga menurutku masih oke. Perjalananku kemarin dari puncak Rinjani memakan waktu sekitar 45 menit untuk sampai ke bawah. Lumayan kan daripada turun ke bawah bisa 9 jam.
Apa yang dirasakan saat terbang dari puncak Rinjani?
Yang pasti sport jantung, adrenalin terpacu. Walaupun punya pengalaman 13 tahun terbang, mencoba sesuatu di tempat baru pasti tetap ada rasa ragu dan takut, sangat manusiawi.
Tapi, dengan persiapan yang sudah aku lakukan selama berbulan-bulan dan aku sudah sangat kenal dengan alatku, kapabilitas skill, cuaca, dan keyakinan. Kalau tidak ya tidak, ini bukan masalah mau bergaya jagoan.
Saat di Rinjani, setelah take off itu rasanya wah ... it’s hard to describe. Tantangan yang sangat dirasakan saat di atas angin bertiup sangat kencang, seperti kita naik pesawat dengan turbulance cukup lama. Saat itu benar-benar dibutuhkan konsentrasi penuh dan kecepatan berpikir.
Jika sesuatu terjadi, semisal payung kolaps, kita sudah tahu harus gimana, tidak boleh panik. Mempelajari simulasi kecelakaan membuat kita percaya diri untuk recovery di udara karena tidak ada yang bisa menolong selain diri kita sendiri.
Ada saran untuk pemula yang ingin mencoba paralayang?
Untuk teman-teman yang ingin berwisata paralayang, persiapkan diri dengan berpakaian dan sepatu yang nyaman serta tidak ada rekam penyakit jantung dan asma.
Misalnya tetap ingin terbang dan ada surat dokter yang meyakinkan bahwa dia bisa terbang, ya boleh saja. Namun, penting untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikis yang aman.
Ada rencana ke depan mau ke mana?
Ingin sekali ke gunung-gunung berapi di Indonesia karena sebenarnya gunung berapi bisa juga untuk terbang, tapi membutuhkan riset yang lebih jauh. We do really like to push to the limit but we don’t want to push it into the stupid.
Jika sesuatu terjadi pada diri sendiri, aku harus bisa bertanggung jawab. Kita sadar, semua olahraga ada kemungkinan celaka, untuk itulah pilot-pilot akan mengutamakan keselamatan penumpang. Ketika cuaca tidak baik, pasti kita tidak akan terbang.
Bagaimana pengelolaan spot-spot di Indonesia dibandingkan dengan di luar negeri?
Yang berada di area Jawa dan Sumatra sudah well developed. Oleh karena itulah kita sudah mulai bergeser ke area Timur Indonesia. Di Alor dan di Sulawesi sudah banyak ditemukan dan sudah dikembangkan, juga Maluku dan Papua yang sudah dipakai untuk spot PON 2021.
Jadi sebenarnya, setelah spot paralayang sudah kita temukan, yang dibutuhkan adalah support dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk membangun insfrastruktur dan jalan akses menuju lokasi karena biasanya berada di bukit yang belum tentu telah beraspal.
Biasanya TripAdvisor of Indonesia mengadakan kompetisi di tempat-tempat paragliding yang baru ditemukan dan atlet-atlet Indonesia didatangkan untuk mencoba. Nah, ini bisa menjadi bahan evaluasi federasi terkait kelayakan lokasi.
Misalnya, jika ada ojek-ojek yang bisa diberdayakan atau masyarakat lokal membuat jasa taksi ke atas dan ke bawah bukit, hal itu tentu akan membantu perekonomian lokal. Kita berharap adanya paragliding site yang baru akan menumbuhkan pula ekosistem wisata yang dapat memberi keuntungan, baik untuk pilot maupun masyarakat di sekitar paragliding site.
Ada pesan untuk perempuan-perempuan Indonesia tentang olahraga ekstrem ini?
Sejak kecil aku diajar Bapak, tidak ada beda antara lelaki dan perempuan. Bagaimana aku dibesarkan sangat berpengaruh pada cara berpikir dan bertindakku saat ini. Aku yakin dari aspek apapun kita equal dengan laki-laki asal berlatih.
Aku yakin perempuan-perempuan Indonesia bisa dan punya potensi, tapi kadang butuh diberi sedikit dorongan dan kesempatan, karena kadang yang kita tidak punya itu kesempatan.
Dan syukurnya, untuk yang hidup di kota-kota besar di Indonesia punya kesempatan yang lebih besar, ada privilege untuk mencoba banyak ragam sport. Oleh karena itulah, aku yang berasal dari kota kecil Sibolga pindah ke Jawa karena aku tahu di Jawa semua olahraga ada, darat, laut, dan udara.
Dengan banyak dikembangkannya destinasi wisata baru, baik itu wisata paragliding maupun destinasi wisata baru lain, harapannya akan ada banyak pelaku wisata perempuan. Untuk generasi 10-20 tahun ke depan, aku pikir akan ada banyak perempuan yang ter-influence seperti aku.
Baca juga: 7 Rekomendasi Tempat Wisata di Sigi, Cocok Buat Liburan Sekolah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.