Instagram (Sumber Foto: Freepik)

Yuk Pahami Cara Kerja Algoritma Instagram Biar Monetisasi Akun Jadi Pol

13 June 2023   |   13:51 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Beragam platform media sosial seperti Instagram, YouTube, TikTok memfasilitasi cara praktis bagi pengguna untuk memonetisasi akunnya. Hal tersebut menjadi angin segar untuk para content creator, influencer, dan selebgram yang punya banyak followers aktif dan terbiasa berinteraksi dengan audiensnya melalui konten-konten yang diunggah.

Monetisasi sendiri berasal dari kata monetize yang secara umum dapat diartikan sebagai cara untuk mengubah sesuatu menjadi uang. Jika dilihat dalam lingkup media sosial, monetisasi artinya mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk mendapatkan penghasilan.

Baca juga: Dapat Permodalan Rp205 Miliar, TipTip Siap Bantu Monetisasi Konten Kreator

Salah satu platform media sosial populer di Indonesia, yakni Instagram sampai saat ini menduduki jajaran platform digital dengan jumlah pengguna aktif terbanyak. Berdasarkan data Napoleon Cat, ada 109,33 juta pengguna Instagram di Indonesia hingga April 2023. Jumlah tersebut meningkat 3,45% dibandingkan dengan pada bulan sebelumnya yang sebesar 105,68 juta pengguna.

Monetisasi media sosial di Instagram utamanya bersumber dari adsense, partnership, endorse dan sebagainya. Namun, media sosial sendiri sifatnya sangat dinamis sehingga tren di dalamnya pun mudah berubah-ubah. Misalnya saja algoritma, yakni suatu sistem yang terdiri dari rumus-rumus tertentu untuk menentukan tingkat popularitas konten yang dilihat banyak pengguna lainnya.

Rifky Septiaji selaku Manajer Kemitraan Kreator untuk Meta di Indonesia menjelaskan bahwa algoritma pada Instagram akan membantu pengguna untuk melihat semua konten yang lebih dipersonalisasi dan sesuai dengan preferensinya. Algoritma juga akan membuat konten yang dihasilkan para kreator bisa menyasar audiens yang tepat.

"Cara algoritma menentukan konten yang muncul pada Instagram, dilihat dari siapa yang mengunggah kontennya, apa jenis kontennya, dan kapan kalian memposting kontennya," jelas Rifky.

Pertama, Instagram akan melihat para konten kreatornya alias siapa si pengunggah konten tersebut. Algoritma akan menentukan audiens yang tepat ketika banyak pengguna yang berinteraksi dengan akun kreator dan sesering apa interaksinya.

Kedua, dilihat dari apa jenis kontennya. Apakah termasuk konten yang sering dilihat audiens dan ada interaksi yang sering dengan akun kreator yang memposting konten dengan topik serupa. Terakhir kapan para kreator memposting konten tersebut, dalam artian pada momen tersebut topiknya memang sedang trending dan konten tetap harus relevan dengan audiens yang dituju.

Namun seringkali rumus-rumus algoritma tersebut bertransformasi, sehingga performa konten yang dihasilkan para kreator jadi menurun dan proses monetisasi jadi kurang optimal. Rifky memang membenarkan bahwa Instagram tidak mungkin hanya punya satu algoritma, bahkan jumlahnya bisa sampai ribuan dan sangat kompleks.

"Instagram sendiri punya lebih dari satu algoritma, setidaknya untuk memahami ribuan algoritma tersebut, fokus di tiga hal tadi," katanya.

Lebih lanjut dia memaparkan, bagi para konten kreator yang ingin kontennya direkomendasikan oleh Instagram, tentu ada sejumlah hal yang harus diperhatikan. Misalnya menentukan kata kunci atau keyword yang relevan di setiap konten yang diunggah

“Kalau post reels tambahkan tiga topik yang relevan, Jangan lupa diisi kata kuncinya karena akan membantu algoritma kita untuk nge-post ke orang yang suka atau enggak dengan postingan itu,” kat Rifky.

Perbedaannya dengan hashtag atau tagar yakni hashtag untuk pull atau menarik audiens, sementara kata kunci untuk push atau mendorong konten ke audiens yang relevan. Kemudian kamu juga perlu tahu bahwa Instagram memiliki 3 surface yakni feeds, adsense, dan explore yang akan mempertemukan kreator dan audiensnya.

"Feeds untuk melihat konten dari sejumlah akun yang diikuti, di sini Instagram akan merekomendasikan tipe konten yang mirip dan mungkin akan disukai audiens," katanya.

Kedua ada adsense atau iklan untuk mengkurasi pengalaman yang lebih personal sesuai minat audiens. Terakhir ada eksplor untuk mendiscover konten kreator baru dan konten-konten baru yang relevan dengan preferensi.

Selain algoritma yang mudah berubah-ubah, tantangan lainnya dalam memonetisasi konten adalah Shadow Banning. Di antara pada kreator sendiri, sedang populer istilah tersebut, yakni hukuman yang diberikan platform media sosial untuk akun-akun yang melanggar kebijakan.

Unggahan pada akun yang terkena Shadow Banning di Instagram umumnya akan dibatasi, sehingga tidak muncul dalam pencarian hashtag maupun explore-nya. Rifky sendiri menjelaskan fenomena Shadow Banning yang secara terminologi kurang tepat karena Instagram tidak mungkin tanpa alasan menurunkan reach penggunanya.

"Kita pengennya setiap konten kreator punya reach yang bagus tapi kebanyakan user atau konten kreator belum aware untuk mengikuti community guidelines," jelasnya.

Baca juga: Dukung Kreator, YouTube Luncurkan 2 Program Monetisasi Konten

Dia berharap para kreator dan pengguna lainnya bisa  mengikuti community guidelines atau pedoman komunitas Instagram. Caranya dengan klik pengaturan, akun, dan status akun. Di sana Instagram secara transparan akan memberi tahu penggunanya apakah memang ada pelanggaran. Kalau misalnya ada maka Instagram akan membatasi reach-nya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

4 Kiat Bikin Konten Visual yang Menarik ala Kreator Dhiarcom

BERIKUTNYA

10 Parfum Klasik Terbaik Sepanjang Masa yang Jadi Andalan Selebritas Dunia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: