Profil Dokter Sulianti Saroso yang Jadi Ikon Google Doodle 10 Mei 2023
10 May 2023 |
08:26 WIB
Google memasang Doodle Sulianti Saroso pada hari ini, Rabu, 10 Mei 2023 guna mengenang ulang tahun yang ke-106. Dokter perempuan asal Indonesia itu mendedikasikan hidup untuk membantu masyarakat rentan mengakses layanan kesehatan berkualitas.
Google menuliskan, sang dokter lahir pada 1917 di Karangasem, Bali. Ayahnya yang seorang dokter telah membuat Sulianti muda terinspirasi untuk memiliki profesi yang sama. Dia bersekolah di Geneeskundige Hoge School. Lulus pada 1942 dengan gelar kedokteran, dia melanjutkan pendidikannya di Eropa dan Amerika Serikat. Di wilayah dan negara maju itu, Sulianti memperoleh beberapa gelar terkait kesehatan masyarakat.
Tidak hanya itu, wanita yang namanya kini diabadikan sebagai salah satu rumah sakit di Indonesia itu juga pernah menerima beasiswa dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) guna mempelajari sistem perawatan kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa.
Baca juga: Mengenal Sosok Lasminingrat, Penulis & Cendekiawan Sunda yang Jadi Doodle
Setelah menempuh pendidikan di luar negeri, sang dokter kembali ke Tanah Air pada 1952. Dia membawa gagasan tentang pengendalian kelahiran dan pendidikan tentang keluarga berencana ke Indonesia. Tidak lama tiba di Tanah Air, pemerintah mengajaknya untuk bergabung dengan Kementerian Kesehatan. Di lembaga ini, dia memimpin program yang meningkatkan akses perawatan kesehatan bagi perempuan, anak-anak, dan penduduk desa.
Pada 1969, Sulianti mulai mengajar di salah satu universitas di dalam negeri, setelah menjalani karier yang panjang dan sukses. Di sini, dia membantu melatih dokter dan tenaga kesehatan muda Indonesia.
Sulianti juga tercatat sebagai perempuan kedua yang pernah menjadi presiden World Health Assembly (WHA). Kemudian, menjadi bagian dalam sejumlah organisasi kesehatan di dunia seperti komite ahli kesehatan ibu dan anak di Organisasi Kesehatan Dunia.
Sebuah organisasi wanita di Yogyakarta menggelar seminar bersama dokter dan organisasi keagamaan terkait dengan gagasan sang dokter. Idenya mengalami penolakan mentah-mentah. Dia juga menerima teguran dari Kementerian Kesehatan.
Penolakan dan teguran tidak mematahkan semangatnya untuk terus memperjuangkan ide yang dimiliki tentang keluarga berencana. Dia lantas mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga bersama beberapa aktivis perempuan.
Yayasan ini menginisiasi klinik-klinik swasta yang melayani KB di berbagai kota dan para pejabat kementerian pada saat itu disebut menutup mata atas pelayanan klinik tersebut. Dia juga membangun model sistem pelayanan ibu dan anak dengan mendirikan pos pelayanan di Lemah Abang, Bekasi. Dia berharap kehidupan ibu dan anak yang sehat dan bahagia dapat diciptakan dengan ada pelayanan medis terbaik untuk mereka.
Adanya peristiwa politik yang terjadi di dalam negeri, membuat suaminya terseret ke dalam masalah. Hal ini menjadikannya sempat terpuruk. Namun, dia enggan berlama-lama dalam keterpurukannya dan mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana.
Sejumlah gagasan yang dimiliki sang dokter tentang pengendalian penyakit menular, keluarga berencana, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi sebagai kebijakan pemerintah pada era 1970-1980an.
Baca juga: Siapa Sapardi Djoko Damono? Sosok yang Jadi Google Doodle
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Google menuliskan, sang dokter lahir pada 1917 di Karangasem, Bali. Ayahnya yang seorang dokter telah membuat Sulianti muda terinspirasi untuk memiliki profesi yang sama. Dia bersekolah di Geneeskundige Hoge School. Lulus pada 1942 dengan gelar kedokteran, dia melanjutkan pendidikannya di Eropa dan Amerika Serikat. Di wilayah dan negara maju itu, Sulianti memperoleh beberapa gelar terkait kesehatan masyarakat.
Tidak hanya itu, wanita yang namanya kini diabadikan sebagai salah satu rumah sakit di Indonesia itu juga pernah menerima beasiswa dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) guna mempelajari sistem perawatan kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa.
Baca juga: Mengenal Sosok Lasminingrat, Penulis & Cendekiawan Sunda yang Jadi Doodle
Setelah menempuh pendidikan di luar negeri, sang dokter kembali ke Tanah Air pada 1952. Dia membawa gagasan tentang pengendalian kelahiran dan pendidikan tentang keluarga berencana ke Indonesia. Tidak lama tiba di Tanah Air, pemerintah mengajaknya untuk bergabung dengan Kementerian Kesehatan. Di lembaga ini, dia memimpin program yang meningkatkan akses perawatan kesehatan bagi perempuan, anak-anak, dan penduduk desa.
Pada 1969, Sulianti mulai mengajar di salah satu universitas di dalam negeri, setelah menjalani karier yang panjang dan sukses. Di sini, dia membantu melatih dokter dan tenaga kesehatan muda Indonesia.
Sulianti juga tercatat sebagai perempuan kedua yang pernah menjadi presiden World Health Assembly (WHA). Kemudian, menjadi bagian dalam sejumlah organisasi kesehatan di dunia seperti komite ahli kesehatan ibu dan anak di Organisasi Kesehatan Dunia.
Penuh Perjuangan
Dikutip dari laman Indonesia.go.id, perjuangan Sulianti dalam mengenalkan program Keluarga Berencana (KB) tidak mudah. Gagasannya mengenai pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan serta kelahiran yang dikampanyekan geger di tengah masyarakat.Sebuah organisasi wanita di Yogyakarta menggelar seminar bersama dokter dan organisasi keagamaan terkait dengan gagasan sang dokter. Idenya mengalami penolakan mentah-mentah. Dia juga menerima teguran dari Kementerian Kesehatan.
Penolakan dan teguran tidak mematahkan semangatnya untuk terus memperjuangkan ide yang dimiliki tentang keluarga berencana. Dia lantas mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga bersama beberapa aktivis perempuan.
Yayasan ini menginisiasi klinik-klinik swasta yang melayani KB di berbagai kota dan para pejabat kementerian pada saat itu disebut menutup mata atas pelayanan klinik tersebut. Dia juga membangun model sistem pelayanan ibu dan anak dengan mendirikan pos pelayanan di Lemah Abang, Bekasi. Dia berharap kehidupan ibu dan anak yang sehat dan bahagia dapat diciptakan dengan ada pelayanan medis terbaik untuk mereka.
Adanya peristiwa politik yang terjadi di dalam negeri, membuat suaminya terseret ke dalam masalah. Hal ini menjadikannya sempat terpuruk. Namun, dia enggan berlama-lama dalam keterpurukannya dan mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana.
Sejumlah gagasan yang dimiliki sang dokter tentang pengendalian penyakit menular, keluarga berencana, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi sebagai kebijakan pemerintah pada era 1970-1980an.
Baca juga: Siapa Sapardi Djoko Damono? Sosok yang Jadi Google Doodle
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.