Ini Loh Kriteria Sebuah Game Bisa Dikategorikan Esports
14 March 2023 |
14:00 WIB
Gim kini bukan sekadar aktivitas untuk bersenang-senang. Saat ini beberapa jenis gim bisa menjadi ajang untuk meraih prestasi dan hadiah bergengsi. Jenis gim tersebut masuk ke dalam olahraga elektronik atau esports. Belakangan, jenis gim macam ini memang sedang sangat populer.
Tidak semua gim bisa masuk kategori esports. Hal ini karena gim esports memiliki kriteria khusus yang berbeda dari jenis gim lain. Menurut Pengamat Games dari Zilbest Yabes Elia, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum sebuah gim bisa dipertandingkan dalam sebuah kompetisi.
Syarat utama gim jadi esports ialah harus bisa multi pemain atau multiplayer. Ini merupakan fitur di mana antarpemain bisa saling berinteraksi. Fitur ini membantu sebuah gim bisa menjadi lebih interaktif dan lebih asyik untuk dimainkan bersama dengan orang lain.
Fitur ini juga membuat pemain bisa langsung melawan pemain lain. Hal ini kemudian memunculkan cita rasa kompetisi, yakni ada pihak pemenang dan pihak yang kalah. “Mayoritas gim esports berkonsep free to play. Ada beberapa gim berbayar juga, tetapi jumlahnya tidak banyak,” ujar Yabes kepada Hypeabis.id.
Baca juga: Cek Daftar Lengkap Rosters Timnas Esports di SEA Games 2023 Kamboja, Mulai Valorant hingga MLBB
Bukan tanpa maksud, Yabes menjelaskan bahwa gim esports selalu berorientasi pada perkembangan pemain. Hal itu membuat banyak gim esports memilih konsep free to play, agar jumlah pemain yang memainkan gimnya bisa lebih banyak. Dengan jumlah pemain gim yang lebih banyak, pertandingan bisa lebih diminati dan mencuri perhatian banyak orang.
Pasalnya, komunitas penyuka gim tersebut sebagai basis pemain dan penonton sudah terbentuk. Ada beberapa gim esports yang tadinya berbayar, kemudian menjadi gratis karena sedang menjaring lebih banyak pemain. Misalnya, PUBG PC dan Counter Strike.
“Sebab, biasanya pemain esports profesional berasal dari casual player. Jika casual player saja sudah sedikit, tentu langkah mencari pemain esport profesional makin sulit," imbuhnya.
Meskipun demikian, tidak semua gim free to play masuk ke dalam jenis esports. Ada beberapa gim gratisan yang terasa kurang adil secara kekuatan sehingga tidak cocok jadi sebuah gim esports. Konsep free to play sering kali membuat developer menjual item khusus agar tetap meraih keuntungan. Item ini bisa memengaruhi gameplay dan memberi kekuatan tambahan.
Gim yang menjual item khusus untuk pemain dan bisa menambah kekuatan hero tidak masuk kriteria esports. Sebab, gim jenis ini minim nilai sportivitas. Seorang pemain yang kaya raya dan mampu membeli banyak item akan lebih diuntungkan karena kekuatannya bertambah signifikan. Padahal, kekuatan seharusnya hanya murni berasal dari skill pemain, bukan hasil beli skin.
Oleh karena itu, biasanya para developer mengakalinya dengan menjual skin khusus yang hanya bisa menambah estetika. Jadi, jika pemain menambah item tertentu, hal itu tidak akan memengaruhi sportivitas.
CEO Battle of Guardians (BoG) Alexander Lim mengatakan jantung dari esports adalah kompetisi. Oleh karena itu, kekuatan hero dari setiap pemain mesti adil dari awal. Alex menjelaskan bahwa di jenis fighting game, seperti BoG, semua item khusus yang bisa menambah kekuatan hero akan ditutup saat pertandingan.
Selain itu, dirinya juga membuat konsep tier level. Di BoG ada tiga tier yang dikenal mulai tier 1, tier 2, dan tier 3. Masing-masing tier memiliki kemampuan dari hero yang dimainkan. Nah, setiap hero yang dikelompokan ke dalam tier 1 hanya akan bertanding dengan hero lain yang berada di kategori serupa. Hal ini akan meminimalkan kesenjangan dan ketidakadilan kekuatan sedari awal permainan.
Esports memiliki beberapa kategori berdasarkan jenis gim. Mulai real time strategy, multiplayer online battle arena (MOBA), collectible card games, first person shooter, fighting games, racing & sport, battle royale, dan lainnya.
Gim jenis MOBA dan Battle Royale jadi salah satu jenis yang paling populer di Indonesia. Sebab, mayoritas pemain gim dalam negeri memainkan gim melalui perangkat seluler (mobile) sehingga jenis tersebut lebih cocok dan banyak dimainkan. Kendati begitu, tak sedikit yang memainkan permainan lewat perangkat komputer.
Baca juga: Hypereport: Masa Depan Esports yang Kian Kompetitif
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Tidak semua gim bisa masuk kategori esports. Hal ini karena gim esports memiliki kriteria khusus yang berbeda dari jenis gim lain. Menurut Pengamat Games dari Zilbest Yabes Elia, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum sebuah gim bisa dipertandingkan dalam sebuah kompetisi.
Syarat utama gim jadi esports ialah harus bisa multi pemain atau multiplayer. Ini merupakan fitur di mana antarpemain bisa saling berinteraksi. Fitur ini membantu sebuah gim bisa menjadi lebih interaktif dan lebih asyik untuk dimainkan bersama dengan orang lain.
Fitur ini juga membuat pemain bisa langsung melawan pemain lain. Hal ini kemudian memunculkan cita rasa kompetisi, yakni ada pihak pemenang dan pihak yang kalah. “Mayoritas gim esports berkonsep free to play. Ada beberapa gim berbayar juga, tetapi jumlahnya tidak banyak,” ujar Yabes kepada Hypeabis.id.
Baca juga: Cek Daftar Lengkap Rosters Timnas Esports di SEA Games 2023 Kamboja, Mulai Valorant hingga MLBB
Bukan tanpa maksud, Yabes menjelaskan bahwa gim esports selalu berorientasi pada perkembangan pemain. Hal itu membuat banyak gim esports memilih konsep free to play, agar jumlah pemain yang memainkan gimnya bisa lebih banyak. Dengan jumlah pemain gim yang lebih banyak, pertandingan bisa lebih diminati dan mencuri perhatian banyak orang.
Pasalnya, komunitas penyuka gim tersebut sebagai basis pemain dan penonton sudah terbentuk. Ada beberapa gim esports yang tadinya berbayar, kemudian menjadi gratis karena sedang menjaring lebih banyak pemain. Misalnya, PUBG PC dan Counter Strike.
“Sebab, biasanya pemain esports profesional berasal dari casual player. Jika casual player saja sudah sedikit, tentu langkah mencari pemain esport profesional makin sulit," imbuhnya.
Ilustrasi bermain gim (Sumber gambar: Freepik)
Gim yang menjual item khusus untuk pemain dan bisa menambah kekuatan hero tidak masuk kriteria esports. Sebab, gim jenis ini minim nilai sportivitas. Seorang pemain yang kaya raya dan mampu membeli banyak item akan lebih diuntungkan karena kekuatannya bertambah signifikan. Padahal, kekuatan seharusnya hanya murni berasal dari skill pemain, bukan hasil beli skin.
Oleh karena itu, biasanya para developer mengakalinya dengan menjual skin khusus yang hanya bisa menambah estetika. Jadi, jika pemain menambah item tertentu, hal itu tidak akan memengaruhi sportivitas.
CEO Battle of Guardians (BoG) Alexander Lim mengatakan jantung dari esports adalah kompetisi. Oleh karena itu, kekuatan hero dari setiap pemain mesti adil dari awal. Alex menjelaskan bahwa di jenis fighting game, seperti BoG, semua item khusus yang bisa menambah kekuatan hero akan ditutup saat pertandingan.
Selain itu, dirinya juga membuat konsep tier level. Di BoG ada tiga tier yang dikenal mulai tier 1, tier 2, dan tier 3. Masing-masing tier memiliki kemampuan dari hero yang dimainkan. Nah, setiap hero yang dikelompokan ke dalam tier 1 hanya akan bertanding dengan hero lain yang berada di kategori serupa. Hal ini akan meminimalkan kesenjangan dan ketidakadilan kekuatan sedari awal permainan.
Esports memiliki beberapa kategori berdasarkan jenis gim. Mulai real time strategy, multiplayer online battle arena (MOBA), collectible card games, first person shooter, fighting games, racing & sport, battle royale, dan lainnya.
Gim jenis MOBA dan Battle Royale jadi salah satu jenis yang paling populer di Indonesia. Sebab, mayoritas pemain gim dalam negeri memainkan gim melalui perangkat seluler (mobile) sehingga jenis tersebut lebih cocok dan banyak dimainkan. Kendati begitu, tak sedikit yang memainkan permainan lewat perangkat komputer.
Baca juga: Hypereport: Masa Depan Esports yang Kian Kompetitif
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.