Wajah Baru Netlabel pada Era Musik Streaming
09 March 2023 |
17:29 WIB
Gagasan mengenai netlabel pertama kali hadir pada awal 2000-an ketika distribusi musik digital masih belum begitu populer. Namun, hadirnya fitur internet yang memungkinkan orang saling berbagai data, file, dan audio justru disalahgunakan oleh oknum dengan membagikan file secara ilegal, termasuk musik.
Berangkat dari kondisi tersebut maka muncul inisiatif dari para musisi dan praktisi musik untuk membuat website yang memang dipergunakan untuk saling berbagai file musik secara legal dan sudah mendapatkan izin dari musisi maupun pencipta lagu yang kemudian diberi nama netlabel.
Musik yang berada di bawah naungan netlabel tersebut juga bebas didistribusikan serta diaransemen ulang oleh siapa pun dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan menjadikan musik tersebut menjadi interpretasi lain tetapi tidak untuk dikomersialisasikan.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan hadirnya platform streaming baik audio seperti spotify maupun audio visual seperti youtube yang memberi layanan menikmati musik secara digital, membuat banyak pelaku industri netlabel yang berguguran.
Meski demikian, masih ada yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, salah satunya adalah Yesnowave yang berdiri sejak 2007. Woto Wibowo pendiri Yesnowave mengakui hampir sebagian besar netlabel di Indonesia memang sudah tidak aktif.
Baca juga: 8 Grup Band Rock Klasik yang Berpengaruh ke Musik Modern
Mereka beralih menggunakan band camp sebagai penyedia layanan bagi musisi atau label untuk mendistribusikan musik secara gratis atau berbayar. Tak sedikit pula yang memanfaatkan platform streaming music sehingga musiknya dapat dinikmati secara gratis melalui dtreaming atau di-download dengan harga terjangkau.
Sementaraitu, Yesnowave masih terus bertahan dan telah menelurkan lebih dari 100 album sejak awal berdiri hingga saat ini karena kemampuannya untuk beradaptasi dengan teknologi dan perkembangan zaman.
“Kalau saya lebih luwes dan terbuka dengan perkembangan zaman karena netlabel itu sendiri muncul dari teknologi internet. Jika banyak yang beralih ke platform streaming ya ikut saja karena tujuan netlabel ingin musik bisa didengar lebih luas dan diakses lebih mudah,” ujarnya.
Menurutnya, posisi netlabel sendiri sudah cair, bahkan sebetulnya bisa dikatakan semua musisi atau label yang mendistribusikan musiknya melalui jaringan internet, baik gratis maupun berbayar sebetulnya sudah menggunakan gagasan netlabel.
“Cuma kemudian netlabel itu masih kekeuh menggunakan istilah netlabel karena ada satu ciri khas yang belum tentu dimiliki yang lain yaitu musiknya bebas didistribusikan secara gratis dan bebas untuk di-remix atau diaransemen ulang,” jelasnya.
Ilustrasi (Sumber gambar: Pexels/Blaz Erzetic)
Yesnowave sendiri hingga kini masih tetap menggunakan sistem free download melalui website. Meskipun diakuinya tidak banyak orang yang mendownload melalui website karena sebagian besar mendengarkan music melalui streaming.
Tak heran bila musik-musik yang baru dirilis di Yesnowave banyak yang didistribusikan melalui platform streaming. Meski memang tidak semua lagu terutama rilisan lagu yang sudah lama, diupload ke platform streaming.
Adapun jenis musik yang dirilis oleh Yesnowave terutama memiliki karakter baik dalam jenis musik pop, dangdut, metal, eksperimental, dan lain sebagainya . “Saya sangat terbuka asal ada karakter yang khas maka bisa masuk ke Yesnowave,” ucapnya.
Selain Yes No Wave, netlabel lainnya yang juga masih bertahan dan terus berkembang hingga saat ini adalah Hujan! Rekords yang telah berdiri sejak 2009 .
Gilang Tahu, pendiri Hujan! Rekords mengatakan tujuan awalnya membentuk netlabel karena ingin mendistribusikan atau merilis karya musik dari band atau musisi yang kesulitan merilis atau mendistribusikan karyanya dengan lisensi Creative Commons .
Hal ini berangkat dari pengalamannya ketika band-nya dirilis sebuah netlabel asal Amerika pada medio 2008. Saat itu internet belum semasif sekarang dan pilihan distribusi di jalur digital masih sangat sedikit dan sulit diakses. Apalagi masih banyak pembajakan seperti di situs-situs mp3 ilegal.
Adaptasi Digital
Seiring perkembangan zaman, Gilang mengatakan bahwa Hujan! Rekords mulai beradaptasi dengan industri musik digital, apalagi sejak kehadiran digital streaming platform (DSP) seperti Spotify dan lainnya. Menurutnya, musik-musik yang berada di bawah naungan Hujan! Rekords tidak hanya didistribusikan melalui website tetapi mulai merilis beberapa lagu di platform DSP sejak tiga tahun terakhir.Di samping itu, Hujan! Rekords juga tidak hanya merilis karya musik dalam bentuk digital saja tapi juga dalam bentuk rilisan fisik. Penjualan dari rilisan fisik itu yang dapat menghasilkan profit bagi pihaknya.
Selain itu, Hujan! Rekords juga mendapatkan profit dari penjualan merchandise seperti t-shirt dan rilisan fisik. Sebab, pada dasarnya netlabel bukan dijadikan sebagai moda bisnis yang menghasilkan profit berbentuk uang.
“Namun di luar itu semua, profit utama dari Hujan! Rekords justru berasal dari jaringan pertemanan yang terbangun secara organik. Hal tersebut menurutnya sangat penting, karena jaringan dan kepercayaan memiliki nilai yang bahkan melebihi uang, dan dari dua hal tersebut uang bisa saja datang,” jelasnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.